1.3

347 153 39
                                    

"Pernah mengerti bagaimana posisiku saat mencoba terus bertahan di sampingmu? Ah, sepertinya tidak. Sebab aku bukanlah yang kamu harapkan."

•••••

Ren membuka kaos hitamnya. Ia langsung tergeletak diatas tempat tidur, mencoba menutup mata buramnya hingga memusnahkan seluruh isi pikirannya yang terasa rumit.

Selepas berpisah dengan Ja di halte bus tempat mereka bertemu tadi, pria albino itu gelisah di jalanan. Namun ia bukan tipe yang mengerti diri sendiri, ia bahkan bingung mengapa ia begitu tak tenang dan serasa marah pada dirinya sendiri.

Ia jelas tahu perkataannya salah, mengapa ia malah bereaksi berlebihan terhadap berita 'menyenangkan' gadis itu? Kenapa ia malah berkata hal yang seharusnya tak pernah ia ucapkan?

Kini hubungan mereka akan canggung. Padahal waktu itu, saat mereka memanggil nama satu sama lain secara bersamaan, Ren hendak memberitahu Ja bahwa ia kini sudah bisa berkomunikasi tanpa harus melalui ponsel Hyuck.

Namun kini gagal sudah, jelas Ren takkan bisa lagi menggunakan ponselnya sebab rasa-rasanya bahkan mungkin akan sulit untuk membuka percakapan diantara mereka.

Deg!

Jantung pria albino itu seketika berdetak cepat. Sakit sekali bahkan sampai ia harus bangkit dan susah payah menggapai nakas samping tempat tidurnya.

Dadanya sesak tiba-tiba, belum lagi telinganya yang berdengung kencang.

Ren mencari sebuah inhealer di nakas itu. Tangannya masih bergerak gelisah meraba sedangkan rasanya jantung pria itu akan berhenti berdetak tiba-tiba.

Tangannya menyenggol inhaler lalu dengan cepat meletakkan alat itu di mulutnya.

Ia mencoba tenang. Perlahan, telinganya berangsur normal, degup jantungnya kembali berdetak seperti biasa.

Namun Ren masih merasakannya. Ia masih merasa sesak entah kenapa.

Masih dengan tanpa baju, Ren melangkah mendekati cermin, membalikkan badannya dan mengintip bagaimana bercak hitam tubuhnya yang kian merambat jauh. Mungkin kelak akan menutupi seluruh punggungnya.

"Ngapain lo?" sebuah suara menyapa, masuk melalui pintu kamar Ren tanpa berniat mengetuk terlebih dahulu. "Dih, makin parah, tuh," sambungnya mencerca.

Hyuck berguling diatas kasur Ren, menatap punggung Ren yang kini tengah mencari pakaian di lemari.

"Tumben kamu gak keluar?" tanya Ren.

Hyuck mengedikkan bahunya. "Gatau, lagi pengen dirumah aja."

Ren diam, ia berjalan menuju nakas, meraih kotak obat dan memilih beberapa obat didalamnya.

"Minum obat mulu, akhirnya bakalan mati juga, kan?"

Sudut hati Ren tergores, gerakan tangan pria albino itu terhenti seketika. Ada gemuruh pelan yang merambat di seluruh tubuhnya yang sekuat mungkin ia tahan.

"Gimana, ya, Ren. Lo tuh aneh, tau ga?"

Ren berbalik, menatap Hyuck dalam diam setelah ia selesai memilah obat yang kini ia genggam.

Ia menunggu Hyuck selesai bicara.

"Sama orangtua kandung aja dibuang. Tubuh lo juga cacat. Masa dengan kondisi kaya gini lo masih tetep mau hidup?"

Ren menghela nafasnya. Tangannya menggenggam obat dengan kuat. Gemuruh itu muncul lagi. Gemuruh yang setiap kali ada membuat Ren tak kuasa hendak meneteskan air mata.

REN ✔ | NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang