Pelajaran dalam Hidup

25 11 0
                                    

Pelajaran dalam Hidup
Karya : Anastasya Ayfah
anastasyaayfh


Aku tahu, tidak selamanya hidup itu bahagia. Aku tahu, dalam hidup setiap manusia pasti akan merasakan masa-masa paling pahit dalam hidupnya. Aku paham, bahwa hidup tidak hanya di isi oleh warna hitam saja atau warna putih saja.

Pagi ini setelah mandi dan sarapan, aku duduk merenung di kamar sambil menatap kearah luar jendela. Di luar sana, langit masih meneteskan air meskipun hanya rintik-rintik kecil. Sembari melihat air yang jatuh dari langit membasahi tanah atau air hujan yang menetes ke daun-daun pohon lalu turun setetes demi setetes jatuh ke tanah, aku memikirkan segala hal yang sudah terjadi dalam hidupku. Hari ini aku tidak ada jadwal kuliah dan sedang libur kerja paruh waktu, jadi ku rasa tak apa jika pagi ini aku ingin berdiam di kamar.

Dulu, aku berasal dari keluarga berada. Saat berada pada masa itu, aku bukan tipe orang yang suka berhemat. Bisa dikatakan aku adalah orang yang boros atau mungkin sangat boros.

Aku menganggap uang adalah sesuatu yang mudah dicari dan didapat. Mengabaikan orang-orang yang berkata, 'Kita harus hidup hemat. Gunakanlah uang sebaik mungkin. Karena uang tidak mudah didapat dan roda kehidupan berputar. Bisa saja yang saat ini hidup susah suatu saat nanti dapat merasakan hidup mewah, begitupun sebaliknya.'

Sekarang, aku percaya bahwa roda kehidupan benar-benar berputar dan uang memang susah untuk didapatkan. Sudah lima tahun aku merasakan kehidupan yang pas-pas an. Mungkin Tuhan sedang menguji aku dan keluargaku sebagai hamba-Nya.

Awal aku merasakan hidup seperti ini, aku cukup sering mengeluh. Tetapi, semakin lama aku semakin sadar bahwa hidup untuk dinikmati dan disyukuri, bukan hanya untuk mengeluh sepanjang hidup. Manusia memang memiliki sifat 'mengeluh'. Namun, jika berlebihan itu sungguhlah tidak baik. Karena mengeluh tidak akan menghasilkan apa pun.

Setahun aku merasakan hidup berkecukupan, aku mulai sadar bahwa aku harus mulai belajar bersyukur. Setelah aku coba, ternyata mensyukuri segala yang ada pada kehidupan kudapat membuat hidupku terasa lebih baik.

Aku merasa lebih bahagia dan bisa menikmati hidup dibanding ketika aku terus mengeluh yang hanya menghadirkan rasa kesal, sedih, dan merasa kurang pada apapun yang terjadi dan apapun yang dimiliki.

Dua tahun pertama saat aku merasakan hidup seperti ini sangatlah berat. Aku pernah mengalami kejadian terburuk yang sebelumnya belum pernah aku alami.

Aku di-bully oleh satu angkatan di SMA-ku dulu. Aku tidak tahu pasti apa alasan mereka mem-bully-ku. Namun, kurasa karena aku menjadi salah satu anak kesayangan para guru dan mereka tidak suka dengan hal itu.

Dulu saat ekonomi keluargaku masih sangat baik aku memang sering diperhatikan oleh guru-guru. Bahkan, aku hampir dekat dengan semua guru di SMA tempat sekolahku dulu. Setelah ekonomi keluargaku buruk, justru para guru semakin memerhatikan aku saat di sekolah, terutama tentang nilai raporku.

Tetapi aku bersyukur, di tahun ketiga setelah lulus SMA, aku sudah tidak mendapat bully-an fisik dan batin. Dan di tahun keempat, ekonomi keluargaku mulai membaik walaupun tidak sebaik dulu.

Aku melihat jam dinding di kamarku. Sudah pukul 09:30 dan hujan pun sudah mulai reda. Aku berencana pergi ke supermarket dekat rumah untuk membeli beberapa camilan.

Setelah berpamitan dengan orangtuaku, aku berangkat menuju supermarket menggunakan motor matic yang biasa kugunakan untuk pergi kuliah dan bekerja paruh waktu.

Setelah belanja saat aku ingin mengeluarkan motorku dari parkiran tiba-tiba saja ada dua gadis memanggil namaku, "Alletha!"

Aku yang merasa dipanggil pun menolehkan kepala ke arah sumber suara. Dua gadis itu berjalan menghampiri ku.

"Hai, Al! Apa kabar?" tanya gadis berambut keriting.

"Baik. Nayra, ya?" tanyaku memastikan.

Gadis berambut keriting itu pun mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaanku.

Kini gadis berambut sebahu yang berbicara, "Gimana kehidupanmu sekarang, Alletha?"

Aku menjawab dengan senyuman, "Jauh lebih baik. Mona, 'kan?"

Mona menjawab dengan anggukan kepala, lalu berkata, "Al, Kita berdua minta maaf ya untuk kejadian dulu. Kita tau perbuatan kita jahat banget. Tapi sekarang kita sadar kalau itu salah karena kita berdua sudah merasakan sendiri rasanya di-bully. Kita nyesel, Al."

"Iya, Alletha maafin, kok. Lagipula itu sudah berlalu. Setiap manusia pasti pernah membuat kesalahan dalam hidupnya, sekecil apapun itu." Aku menjawab dengan senyuman.

"Serius Alletha maafin kita berdua? Alletha nggak marah? Nggak dendam?" tanya Nayra yang terlihat sedikit tidak percaya atas jawabanku.

"Iya, serius. Dulu memang rasanya berat banget buat maafin. Tapi sekarang aku paham. Marah selama apapun, dendam nggak akan bisa merubah apa yang sudah terjadi. Manusia itu gengsinya tinggi. Jadi kalau ada manusia yang berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf harus dihargai."

Setelah sampai di rumah, aku kembali ke kamarku. Namun, bukan lagi duduk menatap ke arah luar jendela. Aku duduk di atas kursi meja belajarku. Jemariku menggerakkan pena di atas buku diary-ku. Merangkai kata demi kata agar menjadi kalimat yang sempurna.

Aku memang sering menceritakan kegiatanku sehari-hari pada buku diary sejak kasus pem-bully-an itu terjadi kepadaku.

Aku meletakkan pena di atas buku diary yang sudah kututup dan menyenderkan punggung pada kursi. Memejamkan mata lalu mengembuskan napasku perlahan.

Jika dipikir-pikir, ternyata memang setiap kejadian yang manusia alami pasti memiliki pesan tersendiri. Tuhan, terima kasih atas setiap cobaan dalam hidup yang telah Engkau berikan. Karena dari setiap cobaan itu, aku dapat mengambil pelajaran hidup yang sangat berarti hingga dapat membentuk diriku menjadi lebih baik dari sebelumnya.

--Selesai--

Tangerang, 25 Juni 2020

Our Lifes✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang