Kisah Sebuah Noda Hitam
Karya : Rowi Es
rowi13Pagi itu, hutan bambu berkabut tipis. Suara nyanyian burung liar mengiringi sunyi pagi 1947.
Seorang pria bertubuh kurus tampak memanggul batang kayu gelondongan. Pria itu tak sedikit pun merasakan berat kayu mempengaruhinya.
Bu Murni memasak bubur untuk keluarganya. Tak ada pilihan lain diera sulit sandang pangan seperti saat itu. Setengah liter beras untuk kedua anaknya, dan suaminya. Ia tak memikirkan diri sendiri. Yang penting bagi Ibu Murni, "Kalian harus tetap hidup," pikirnya.
Si Pria bernama Sainen tersenyum pada istrinya.
"Bapak bawa ikan gabus, Anak-anak," ujar pria yang memiliki segel bertuliskan 'Nippon' pada lengan kanannya. Ia dapatkan segel itu karena pernah melenyapkan tiga tentara Jepang di pertempuran hutan beberapa tahun lalu.
Samar-samar, dari kejauhan terdengar suara gemuruh riuh puluhan tentara Nica membelah kesunyian hutan bambu. Meski masih jauh, suara ucapan arogan mereka terdengar hingga pada gubuk milik Bapak Sainen.
"Kalau ketemu, kita cincang dia!" cetus pribumi yang mengabdi pada kolonial.
Mendengar perkataan bernada ancaman seperti itu, Pak Sainen tak berdiam diri. Ia sembunyikan kedua anaknya beserta istrinya.
"Lari ke selatan. Nanti aku menyusul," pintanya pada anak dan istrinya.
"Ooiii ... pemberontak, keluar!. Jangan bersembunyi seperti Curug!" teriak salah seorang pribumi yang ikut pasukan kolonial.
"Yang sembunyi siapa?" sahut Pak Sainen. Anehnya, hanya suaranya saja yang bisa dideteksi.
"Di mana si Begundal itu?!" teriak salah seorang tentara berkebangsaan Netherlands. "Kalau ketemu, tembak kepalanya."
Sebuah senjata ruyung (batang pohon kelapa yang dibentuk jadi tongkat seukuran tongkat kasti) melayang tanpa tuan.
Buk!
Salah si tentara Netherlands itu tersungkur dan menabrak rumpun bambu hawur. Ia terkapar.
"Di mana orangnya?!" teriak tentara lain terdengar panik. Ruyung untuk memukul si tentara Nica tergeletak di bawah rumpun bambu apus.
"Sudah kubilang, dia bukan manusia. Dia itu Iblis," kata salah satu personel tentara pribumi (pengkhianat). Suaranya bergetar penuh rasa takut. "Kita kembali ke markas saja, Mister."
Baru saja mereka akan menolong si tentara Nica yang terkapar, sebuah balok kayu melesat terbang kearah si tentara yang berusaha menolong temannya.
Buk!
Satu lagi tentara yang terkapar. Sisanya, mereka menembak membabi-buta. Beberapa batang pohon bambu roboh akibat tembakan para tentara yang tak tentu arah tersebut.
"Kembali ke markas kalian. Bawa kabar kalau aku siap menyambut lebih banyak lagi tentara bodoh seperti kalian!" kecam suara tanpa wujud.
Karuan saja para tentara yang berjumlah kurang lebih 20 orang itu kelimpungan. Dengan serampangan, akhirnya mereka mundur seraya menyeret kedua teman mereka yang terluka.
"Kita kembali ke markas!"
"Lari!"
Teriakan-teriakan panik menggema di pagi sunyi hutan bambu. Satu orang saja sudah membuat para tentara pengecut itu ketakutan setengah mati.
--Selesai--
Note:
Cerita ini diangkat dari kisah nyata. Terjadi di sebuah hutan di perbatasan Karawang. Sebuah sejarah tak tertulis dalam buku pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Lifes✔
Historia CortaBerisi kumpulan cerpen bertemakan 'Kehidupan' karya anggota keluarga grup kepenulisan Great Writers Soon. #KaryaAsli #NoPlagiat #GWS_Family #Batch1 #Update_Juli2020