Setelah sekian lama, Haikal kembali dihukum. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh dan membersihkan seluruh sekolah belum juga selesai, walau dibantu Mario, Irham, dan Aldi.
Ketiga temannya tak sekelas, namun mereka berteman baik. Mario, temannya itu seorang anggota OSIS yang diam-diam punya tongkrongan. Irham, ketua turnamen futsal yang hobi juga beribadah. Aldi, teman SMP Mario yang kerjaannya cengengesan, main game, dan ngelucu yang aneh-aneh.
"Hewan apa yang paling aneh?" tanya Aldi membuat teman-temannya yang sedang mengepel mengalihkan pandangannya, lalu pura-pura kembali fokus mengepel lagi.
"Hewan yang namanya Aldi, kan?" balas Mario tersenyum tipis, namun matanya menatap tajam Aldi.
Aldi menggeleng-geleng membalas intens tatapan Mario. "Bukan, salah. Yang bener, belalang kupu-kupu. Soalnya kalau siang makan nasi, kalau malam minum susu."
Tiba-tiba saja mendadak hening, dari belakang mereka terheran karena Haikal tiba-tiba tertawa dari belakang.
"Kal, seumur hidup lo baru bisa ketawa, ya? Oke, mari gue ajarin. Hwahahaha... Jiahahaha... Cakakakak.... Ghahahaha." Aldi malah melucu yang sama sekali nggak lucu, suaranya menggema di seantrero sekolah yang sepi malah terdengar menyeramkan.
"Si gelo," decak Mario menutup telinganya.
"Al, tahu nggak tuh pohon pisang di sana. Mitosnya ada Kuntilanak di sana yang suka malem-malem ketawa, nggak tahu deh nanti bakalan kedenger atau nggak. Mungkin kalau suara ketawa tuh Kuntilanak kedenger, mungkin mau ngajarin lo cara ketawa juga Al." Irham mengingatkan Aldi agar diam. Ekspresi Aldi langsung berubah pias, namun sedetik kemudian tersenyum lebar.
"Kuntilanaknya bakalan kalah keren kalau adu ketawa sama gue," balas Aldi pede banget.
Ketiga temannya saling berbisik, Mario menjatuhkan alat pelnya dan menarik Aldi menuju pohon pisang itu berada.
"Ngapain sih Yok? Gue kan lagi ngepel, bukan mau ngapel ke si Kunti," protes Aldi tak mau menerima. "Gue tuh sukanya sama Song Hye Kyo tahu, selera gue tinggi. Makanya masih jomblo dari lahir."
"Iya, karena seleranya Song Hye Kyo juga nggak serendahan lo," jujur Mario nyelekit.
Aldi mengangguk-ngangguk. "Jujur deh ya, Yok. Gue lagi gamau kolab sama Kunti, nggak selevel."
"Bangke lo, udah mau adzan isya. Pede amat mau gue tumbalin ke tuh Kunti," cerca Mario tak habis pikir. "Lagi pula berhenti manggil Yok, lo tuh kayak manggil Oyok. Orang gila di deket rumah gue."
"Mirip," balas Aldi langsung berlari menuju Masjid menginggalkan teman-temannya yang keki abis.
"Ham, temen lo," komentar Mario menggeleng-geleng tak dapat mengerti. Dulu, kenapa bisa sampai Aldi jadi temannya. Mario lupa sekaligus menyesal.
"Temen lo, dong, Kal," balas Irham balik menyalahkan Haikal.
"Iyain deh terserah binatang mau ngomong apa," kata Haikal tak ambil pusing.
"Astaghfirullah Kal, Ham marahin tuh temen lo. Kasar," komentar Mario pura-pura terkejut.
"Istighfar Kal," perintah Irham.
Haikal mengangguk. "Astaghfirullah. Dah, lah, gue duluan mau adzan."
"Gaada yang bakalan ikut solat lagi kecuali kita, sekolah udah sepi. Percuma adzan. Woyy, Kal!" teriak Mario gemas sendiri melihat Haikal ikut berlari mengejar Aldi. Mario mengelus dada melihat kelakuan teman-temannya, lelaki itu ikut beristighfar. "Temen kita gitu banget, ya, Ham."
"Iya, lo sih Mar. Lebih freak ketimbang mereka," balas Irham kemudian meninggalkan Mario sendirian. Dalam hati Irham ikut berdecak, temannya gitu-gitu banget.
---
Di kelasnya, Rachel didatangi beberapa anak kelas duabelas. Untungnya ada Hana, yang berlagak seperti preman yang haus untuk mencak-mencak membantu Rachel yang tak suka diberi pertanyaan seperti itu.
"Lo tahu dari mana Haikal, bisa-bisanya dapet aja info dia. Lo tuh stalker?" tanya Mila, orang kesekian yang mendatangi Rachel.
"Iya, stalker. Tapi bukan stalkernya Haikal," balas Rachel sekenannya.
"Haikal? Kak Haikal kali, sopan dikit dong," kata Mila tak terima. Rachel kira, Mila ini salah satu fans lelaki itu.
"Apa lagi Ka, mau ke kantin nih. Bisa minggir nggak?"
Mila melotot. "Belum, jangan seenaknya pergi. Gue belum selesai ngomong."
"Yaelah Ka, kita yang laper kalau mati lo nggak ngerasain juga," balas Hana tak terima. Dalam hati Hana berdecak, lagian Rachel juga gatau siapa tuh orang.
"Yaudah, lo pergi aja, gue juga cuman butuh Rachel."
"Apa kata lo, Ka? Kita itu temen, jadi kemana-mana harus bareng. Emang lo, dateng-dateng sendirian kesini terus tiba-tiba nyolot. Padahal, kenal juga nggak!"
"Adik kelas sekarang emang gaada akhlak ya! Gak sopan banget baru nanya satu juga."
"Iya, baru satu, nah kelas duabelas lain dari tadi. Tanya mereka aja, bisa kan?"
"Nggak pada tahu mereka juga." Mila menunjuk Rachel. "Tuh temen lo pelit info ngapa sih, sok ngartis heran."
"Alaah, Kakak yang nggak ada akhlak. Kita tuh laper, emang gak diajarin naluri manusia kali ya. Kalau laper tuh tandanya harus makan, nggak tahu?" Wajah Hana meninggi menatap tajam kakak kelasnya, sedangkan Mila pun tak kalas meninggikan wajahnya.
"Biarin aja Han, ke kantin aja." Rachel menarik lengan Hana sehingga Mila berdecak keras dari belakangnya, Hana jadi pengen ketawa ngakak. Lagian apes banget Rachel harus ketemu Haikal-Haikal itu.
Saat tiba di kantin, Dita berlari menuju bangku Rachel dan Hana duduk. "Gue daper info," ucapnya. Mata kedua temannya itu berubah excited, Dita memang punya kenalan di kelas duabelas yang tiba-tiba saja jadi berguna.
"Dulu, Kak Haikal tuh salah satu yang paling bisa diandelin sama ketua pentolan sekolah sebelumnya. Tapi tiba-tiba pindah, padahal kalau tetap disini—gue kira, yang bakalan jadi ketua pentolan sekolah sekarang dia. Bukan Kak Dion mantan lo itu Chel."
Tiba-tiba Rachel mengerti semua itu, dan tiba-tiba saja ia ketakutan mengingat sosok Dion. Haikal, bahkan lebih dari itu?
---
Makasih udah mau baca...
Salam,
@Thechoconov
KAMU SEDANG MEMBACA
Refrained
Teen FictionRachel Alavda, seseorang yang dulunya terjebak di dunia penuh gertakkan. Bagi Rachel, menjadi baik sering kali kurang objektif. Dunia yang penuh ketakutan untuk membuka diri, namun Rachel lebih takut kalau dunianya selamanya akan selalu gelap. Haika...