12. To be happy

3 0 0
                                    

Ada banyak keinginan di dunia ini, karena terngiang-ngiang dan terhasut bahwa hidup harus sempurna, rasanya sulit sekali mengucapkan kata cukup. Haikal yang selalu menteorikan kadar kebahagiaan, sering tidak bersyukur, dan kini terjebak oleh kekecewaan dirinya sendiri.

Di bumi ini ada banyak teori dan motivasi, tetapi semuanya tampak rumit. Hati manusia tak bisa dipaksakan mengikuti otak yang mengganggap rasional sebuah teori. Hal itu sungguh menjadi beban, karena ketika otak dan hati bertabrakan, Haikal bingung bagaimana membuat kepaduan di antara keduanya.

Kita tak akan bisa seolah tersihir menjadi bahagia setelah mencari caranya begitu saja di google, karena nyatanya kadar kebahagiaan seseorang tidak sama. Jadi, tak heran banyak orang ketergantungan narkoba yang seakan-akan membuat terbang. Tetapi Haikal tidak ingin menjadi seorang kriminal hanya karena obat, dirinya sedang berusaha lebih rasional kini.

Haikal menetap di rumah yang besar, itu cukup? Tidak. orang tua Haikal sehat dan masih utuh, apa itu cukup? Tentu tidak! Karena rumah itu isinya orang-orang asing yang hanya tinggal satu atap dan orang tuanya tak saling mencintai.

Jari-jari Haikal bermain di atas ponselnya, cowok itu berpikir bahwa teman-temannya lebih dekat, meski sebenarnya pun tak sedekat itu.

THE BOYS!!

Haikal:
Apa yang buat kalian bahagia?

Menunggu sekitar lima menit, baru teman-temannya membuka grup.

Irham:
Kebahagiaan ada saat lo mendekatkan diri pada Tuhan.

Haikal terdiam beberapa sesaat. Dia tahu kata-kata itu, tetapi rasanya masih abu-abu saat ibadah pun masih terpaksa. Jadi bagi Haikal, salat tak salat pun sama saja.

Aldi:
Manusia paling moody di grup ini dijatuhkan pada....
Deng deng deeeeng!
Haikal Muhammad Faqih!

Mario:
Gak usah ngereceh Al. Lo jayus.

Haikal:
Bisa serius bentar, nggak, sih?!! Gue serius nanya pendapat lo pada.

Irham:
Lagi ada masalah, ya, Kal? Tapi dari dulu sampai sekarang. Lo nggak pernah sekali pun, ngasih tahu kita tentang beban yang lagi ditanggung.

Aldi:
Yaelah beban, Kal. Beban idup berat amat.

Mario:
Al, jangan nyebelin lah.

Haikal:
Jawab aja tanpa lo tahu alasan gue nanya hal itu. Lo pada, apa yang buat bahagia?

Irham:
Kalau gue hapal 30 juz.

Irham memang anak alim, Haikal tahu, tetapi yang ia harap bukan jawaban seperti itu.

Aldi:
Dibeliin PS 5, terus main seminggu penuh tanpa dimarahin Emak!

Kalau Aldi, hidupnya terlalu main-main, bukan jawaban seperti itu pula yang Haikal butuhkan.

Mario:
Kalau sekolah libur tiap hari.

Aldi:
Yok, lo lebih parah dari gue. Dasar pemalas!

Mario:
Eh, gue lagi jujur. Serius kalau sekolah libur terus minimal sebulan penuh, gue traktir kalian semua!

Irham:
Lo berdua belajar yang bener. Kasian uang bonyok kalian kalau anak-anaknya nyia-nyiain uang SPP.

Mario:
Lo terlalu serius Ham, gue kan, cuman ngasih tahu hal yang bisa bikin gue bahagia. Tapi, ya nyadar juga impossible.

Aldi:
Oh, kalau gue optimis dibeliin PS5.

Mario:
Nyokap lo nggak suka anaknya main PS.

Aldi:
Optimis aja, siapa tahu jadi doa. Iya, kan, Ham?

Irham:
Bodo amat Al. Eh, Kal, lo sendiri apa yang bisa bikin bahagia?

Haikal:
Gatau, makanya nanya juga.

Haikal melempar ponselnya ke atas meja belajarnya. Dia memang moody. Perasaannya mudah berubah-ubah. Saat tadi ia bingung, kemudian sangat ingin marah, dan sekarang tangisnya tak bisa dibendung.

---

Bus kota hari ini cukup tidak menyenangkan bagi Rachel karena sosok Aldo kini sudah berada di sebelahnya. Menatap Rachel dengan intens, sehingga cewek itu merasa sangat risi.

"Adek lo masih koma?" tanya Rachel basa-basi.

"Udah," jawab Aldo dengan nada datar.

"Lo sesayang itu sama Adek sendiri, ya?"

"Nggak usah diperjelas, kan?"

"Gue nggak sesayang itu sama adek. Ada tiga dan semuanya menyebalkan!"

Saat Rachel mengucapkan hal itu, Aldo mengalihkan tatapannya. Sebagai seorang kakak, Aldo sangat hangat. Tetapi sebagai pentolah sekolah, Aldo terlihat menyeramkan.

"Bonyok pada sibuk. Adek cuman punya gue. Lagi pula, gue juga cuman punya dia."

Mendengarnya membuat Rachel mengerti seberapa sayangnya Aldo terhadap adiknya. Sesosok kakak yang baik dan rela melakukan apa pun.

"Gue nyerah ngebujuk Haikal. Maaf, kali ini gue tulus."

"Lo nggak mau difoto gratis??"

"Gue mau, tapi dia juga kayaknya sama-sama sakit kayak lo. Hidup dia juga keliatan nggak bahagia, Do."

"Setidaknya bantu salah satunya, gue cuman perlu dia buat adek gue."

"Gue nggak tahu adik lo ada apa sama itu orang. Tapi rumahnya Haikal ada di depan rumah nenek gue. Ayo gue liatin sekarang."

---

Salam,
Thechoconov

RefrainedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang