---
"Hanaaa! Ditaaa! Gue dapet tawaran iklan!" Rachel memekik kencang, tidak terlalu percaya.
"Terima dong, itu bisa naikkin followers. Lo kan, pengen jadi selebgram?" komentar Dita ikut berseri-seri.
Rachel mengangguk-ngangguk. "Ini vidio iklan buat produk kemeja di Surabaya gitu, bukan buat produk yang namanya udah gede. Tapi, katanya mereka juga punya fotografer kepercayaannya di sini. Itu tuh, intinya. Kalau di tag sama fotografer, apalagi yang pro. Suka dapet feedback yang baik banget. Bayangin isi feed instagram lo pada estetik?"
Hana berdecih. "Lo hidup cuman nyari kepopuleran, Chel?"
"Kok ngomong gitu, Na?" balas Rachel tak suka. Hana adalah temannya, tapi kenapa tidak mendukung jalan yang Rachel pilih?
"Orang populer itu menyebalkan!" Hana berdecak, menatap sinis kepada Rachel. Lalu, setelah mereka cukup lama terdiam, Hana berlalu menuju gerbang sekolah.
"Gue juga harus ikut Hana, Chel. Soalnya kan, tugas bikin peta sama temen sebangku dikumpulin besok. Bye Rachel!"
Otak Rachel berputar, mencoba memaknai ucapan Hana yang taksa. Apa salahnya ingin menjadi populer? Rachel menghela nafas berat, besok ia akan meminta maaf. Hana adalah teman yang baik, Rachel tidak mau kehilangannya.
Angkutan umum hilir mudik berlalu tanpa berhenti, apalagi jam pulang untuk sekolah yang menerapkan sistem fullday bersamaan dengan berakhirnya jam kerja.
"Lo, Rachel Alavda?"
Tubuh Rachel nyaris hilang keseimbangan saat melihat cowok yang kini sedang bertanya, apalagi seragam cowok itu khas. SMA Galuh Cendikia, yang ujung lengan kemeja putihnya diakhiri dengan kain abu-abu yang senada dengan seragam celananya.
"Ada urusan sama gue?" balas Rachel dengan nada sedatar mungkin, ia tahu tidak sepantasnya berurusan dengan cowok itu.
"Gue Aldo, lo pasti kenal gue kan?"
Rachel menggeleng, meski tak asing dengan nama itu. Tapi ia lupa pernah mendengarnya di mana.
"Hahah, lo tahu gue juga nggak penting sih. Tapi, lo harusnya tahu di mana Haikal?"
"Di sini, gaada yang namanya Haikal."
"Gue tahu, tapi lo tahu dia."
"Iya, cowok yang punya banyak fans di sini. Dan karena itu, terpaksa gue tahu kehidupannya. Dia tetep aja asing buat gue, juga sebaliknya. Jawaban gue bakalan tetap sama kayak lo nanya ke murid lain tentang Haikal-Haikal itu. Kalau lo ada urusan sama dia, itu bukan urusan gue, permisi!"
Rachel mengihiraukan Aldo dan berlari secepat mungkin menuju sebuah bus yang sudah sangat-sangat padat. Tapi, karena supirnya berhenti, Rachel langsung menaikinya, lalu memperhatikan Aldo dari kaca yang kini tengah menatap bus ini dengan tatapan kesal.
---
Kala Haikal baru saja memasuki halaman rumahnya. Ada seorang Kurir JNE dengan sebuah paket di tangannya. Kurir itu meminta Haikal menandatangani sebagai tanda penerimaan barang.
Mungkinkah milik orangtuanya? Di kotak paketnya, tak tertera paket ini diperuntukkan untuk siapa. Atau mungkin untuk dirinya? Dengan panik, Haikal cepat-cepat membuka paketnya. Melihat isinya, Haikal tersenyum miris. Ia langsung membawanya ke dalam rumah dan menunjukkannya kepada Ibunya yang tengah berkutat dengan laptopnya di ruang kerja.
"Kalau ini keluarga fungsinya cuman buat saling nyakitin, kenapa harus tetap dipertahanin Ma?"
Amara menatap foto-foto di kotak itu sekilas, Isinya adalah foto-foto perselingkuhan suaminya, kemudian kembali fokus dengan laptopnya. Tetap saja, ia terus mengetik di laptopnya.
"Mama udah tahu Kal, tapi tetep aja nggak bisa kalau cerai."
"Sebegitu cintanya Mama ke Papa?"
Amara terkekeh kecil mendengarnya.
"Kita bahkan menikah saja dijodohkan, tapi pesan Kakekmu adalah Mama harus selalu mempertahankan pernikahan ini."
"Gapapa, kalau pun harus cerai. Bukan salah Mama, Haikal mau ikut Mama."
"Kamu nggak apa-apa kalau semua ini berakhir begitu aja?"
Haikal mengangguk. "Rasa sayang Haikal ke Mama itu sebesar matahari. Kalau rasa sayang Haikal ke Papa itu sebesar bulan."
"Mama tahu kamu peduliin perasaan Mama. Tapi, Mama yang buat keputusan. Mama berharap, suatu saat Papa kamu juga akan peduliin Mama, dan kamu."
---
Langit yang gelap, seakan menjadi obat penenang yang selalu dinantikan bagi Haikal. Yang ia butuhkan adalah keheningan. Senyap tanpa suara.
Haikal menggenggam selembar foto wanita yang dikencani Papanya. Cowok itu tersenyum sinis, wanita itu juga tidak boleh mempunyai kehidupan yang bahagia.
Ketika Haikal membuka kembali ponselnya, ada email yang masuk dari Selly. Emailnya tak pernah Haikal balas lagi, Selly juga jarang mengirimkan pesan. Mungkin, gadis itu berpikir bahwa emailnya sudah tak lagi digunakan.
'Bisa ketemu, Kal? Kenapa lo dengan mudahnya datang dan pergi? Kenapa lo bikin kehidupan gue berubah?'
'Tahu nggak Kal, semenjak lo hadir. Gue banyak mempertanyakan tentang banyak hal. Kenapa dan kenapa?'
Haikal menghela nafasnya berat, merasa iba kepada Selly. Tapi, ia tak bisa berbuat apa pun.
Maaf, ucap Haikal dalam hatinya.
Tujuan Haikal adalah mengirim email ke salah satu temannya yang jago mengumpulkan informasi. Apalagi data diri, gampang sekali diretas oleh siapa pun, terutama anak IT. Ya, Haikal memulainya. Mencari tahu tentang sosok yang tak ingin Haikal lihat bahagia.
---
Salam,
Thechoconov
KAMU SEDANG MEMBACA
Refrained
Teen FictionRachel Alavda, seseorang yang dulunya terjebak di dunia penuh gertakkan. Bagi Rachel, menjadi baik sering kali kurang objektif. Dunia yang penuh ketakutan untuk membuka diri, namun Rachel lebih takut kalau dunianya selamanya akan selalu gelap. Haika...