Chapter 7

135 20 8
                                    

"This place is too crowded, too many cool kids."
22 - Taylor Swift

***

Sebulan berlalu. Nevan jadi mempunyai lebih banyak fans akibat berita tentangnya yang menang pertengkaran dengan Leo yang sudah menyebar ke telinga murid-murid SMA Granada. Sementara Leo masih waspada dengan para anggota Ravens dan masih saja mengganggu Nessa tanpa alasan yang ia ketahui.

Bulan Agustus. Para anggota OSIS di SMA Granada sibuk menyiapkan festival olahraga yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus. Berbagai macam lomba akan diadakan di lapangan sekolah yang luas. Mulai dari pertandingan bulu tangkis hingga renang akan ada di sana. Setiap kelas wajib berpartisipasi, perwakilan minimal 6 orang.

"Lu pada mau ikut apaan??" Tanya Nevan seraya membaca secarik kertas yang ada di tangannya.

"Ada apa aja dah? Liat woi." Ujar Dimas lalu ia melatakkan dagunya di pundak Nevan. Nevan segera mengendikkan bahunya dan berdecak kesal. Ia berpura-pura membersihkan pundaknya seolah-olah ada debu.

"Yee. Elu mah. Sini gue liat!" Ujar Dimas lagi. Ia menyambar kertas di tangan Nevan dan membacanya. Keempat temannya yang lain segera berkumpul ingin melihat juga.

"Basket, sepak bola, bulu tangkis, renang, sama baseball. Yang menang dapet apaan anjir. Kalo duit gue ikut semua."

"Gue juga. Hahahakakkakahaha."

"Mata duitan lo."

"Ini.. kertas cuma dikasi satu apa? Liat napa."

"Woi gue belon kelar bacanya!"

"Gue pinjem dulu!"

"Heh, daritadi kan gue pegang duluan!"

Tiba-tiba kertas itu seakan melayang keatas. Keenamnya mendongak. Ternyata Pak Dadang yang merebut dari mereka. Beliau adalah wakil kepala sekolah di Granada. Awalnya ia berniat untuk menyampaikan beberapa info mengenai perlombaan yang diadakan minggu depan. Tepat saat baru ia masuk kelas didapatinya beberapa siswa yang sedang ribut.

"Duduk. Semua lomba sekarang bapak yang tentukan orangnya. Kalian gak usah milih-milih."

Seketika suasana menjadi ramai. Mereka tidak mau ditunjuk untuk mengikuti lomba yang sama sekali tidak diinginkan. Semua saling menyalahkan satu sama lain.

"Diam semua. Semua lomba setiap kelasnya terbagi jadi 2, putra dan putri. Sekarang acungkan tangan yang mau ikut lomba. Bapak yang pilihkan lombanya. Tidak boleh diganti." Ucap Pak Dadang. Beberapa murid menggerutu tidak terima dengan pendapat guru itu. Tapi apa boleh buat.

Akhirnya yang berminat mengikuti lomba pun mengacungkan tangannya. Termasuk keenam grup inti Ravens tersebut.

"Delvin, Dimas, Farhan. Ikut sepak bola putra."

"Nevandra, Calvin, Randi. Basket putra."

"Varen, Gibran, Gani. Baseball putra."

"Bapak sudah catat. Tapi masih kurang jumlah pemainnya. Yang sudah bapak catat ajak beberapa orang lagi masuk." Lanjutnya.

Nevan, Randi, Dimas, Gibran, Delvin, dan Varen cukup bersyukur karena mau ikut lomba apapun mereka sama-sama jago di bidang olahraga.

"Mana yang lainnya? Kok gak ada perempuannya?" Tanya Pak Dadang sambil membenarkan kacamatanya. Kini siswi yang lain saling senggol-menyenggol untuk mengalah dan ikut lomba.

"Biasa ciwi-ciwi. Alay banget, pasti gamau kena bola atau jadi item kan?" Cibir Delvin.

"Hah..." Ucap Pak Dadang karena tidak ada yang mau mengalah. "Meisya, Sinta. Bulu tangkis putri. Gaada penolakan. Rafi, Andra, bulu tangkis putra. Ga ada penolakan." Lanjutnya tajam.

The Harper TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang