/1/ Hari Kelulusan

1.1K 327 637
                                    

Malam panjang telah berlalu. Hari ini adalah hari yang baru. Seorang lelaki muda itu tengah berdiri menggenggam handphone yang ia jadikan sebagai kaca. Jarang sekali ia sedetail ini dengan penampilan. Biasanya, laki-laki berusia delapan belas tahun ini hanya memastikan pakaian rapi dan rambutnya searah.

Namun pagi ini berbeda. Lihatlah, kini ia bahkan tengah mengenakan gel khusus untuk merapikan rambutnya. Setelannya hari pun sangat jauh dari kata "biasa". Alih-alih terlihat menggunakan seragam putih abu-abu kebanggaan sekolahnya, ia sekarang sedang merapikan kerah jas hitamnya. Belum berhenti sampai di sana, ia pun tampak begitu tampan dengan celana hitam dan pantofel mengkilap dengan warna senada. Tentu saja, ini hari penting sehari seumur hidup: Hari kelulusan SMA-nya.

Di tengah kesibukannya itu, suara ketukan beritme di pintu kamarnya mengejutkannya.

"Yo!"

Laki-laki yang dipanggil "Yo" itu menghentikan aktivitasnya. Segera berjalan menuju ke pintu.

Ia membuka pintu kamarnya, "iya? Kenapa, Ma?"

Perempuan yang sebelumnya mengetuk pintu ternyata adalah ibu kandungnya.

"Rio belum siap? Papa, Mama, sama Kakak udah nungguin kamu di bawah." Sang Mama memang dimintai tolong oleh Papa untuk menanyai keadaan anak bungsunya.

Pria bernama lengkap Rionaldo Anggara itu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali, "ah, itu ... "

Sang Mama tersenyum. Ia sangat mengenal tipikal anaknya yang satu ini. Bagaimana tidak, semenjak dulu Rio lebih sering bercerita dengan dia, sedangkan sang kakak sulung lebih condong dengan ayahnya.

"Gugup?" Sang Mama memperhatikan keseluruhan penampilan Rio hari ini, "kancing kamu belum rapi, loh, Yo."

Rio yang diolok-olok oleh sang ibu semakin salah tingkah. Dilihatnya jas hitam itu. Benar juga, kancingnya tidak terpasang pada tempat yang seharusnya. Rio pun segera membuka dan memperbaiki kancingnya.

"Eh, iya. Makasih, Mama," ucap Rio pada Mama-nya.

Sang Mama menepuk pelan bahu Rio, "udah, biasa saja. Mending turun, yuk!"

Rio tersenyum lebar, "yuk!"

Rio menutup pintu kamarnya rapat. Lalu, Rio dan sang Mama pun menuju ke mobil keluarga.

"Kok lama bener, sih, Yo? Nanti kita bisa-bisa telat, loh," kata sang Papa sambil menekan sensor membuka pintu mobil.

Mereka memasuki mobil. Suara keempat pintu itu tertutup serempak.

"Tadi itu Rio-nya masih sibuk ngaca. Mana kayak gugup-gugup gitu lagi. Biasa anak muda, mau ketemu gebetannya." Tawa sang Mama dibalas dengan senggolan kecil di bahunya.

Rio sendiri malu dengan ayah dan kakak laki-lakinya. Mamanya ini baru saja membuat ia terlihat seperti bocah pertama masuk SMA. Sedikit menyebalkan untuknya.

"Mana ada! Mama jangan gitu, deh."

Kedua laki-laki selain Rio hanya tersenyum geli. Si bungsu ini memang agak berlebihan. Bahkan dari kemarin malam ia tidak berhenti memeriksa dan memerhatikan perlengkapan kelulusannya hari ini.

"Ya udah, kita jalan aja, Pa. Kalo telat nanti ada yang malu dan gak jadi lulus." Marcello Anggara, sosok kakak Rio, akhirnya ikut buka suara diikuti dengan tawa manisnya.

"Kakak!" Senyum Rio menekuk ke bawah. Keluarganya terkadang memang menyebalkan. Namun tak berapa lama setelahnya, ia tertawa.

Suara menggelegar empat orang itu senada dengan deru mobil yang melaju ke SMA Adiraya.

Ghost in Summer | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang