Keduanya terdiam. Netra mereka beradu. Saling menyelami, bercerita tanpa kata. Di akhir peraduan keduanya, senyum keduanya saling berbalas. Bahkan keduanya tak sadar sejak kapan tangan mereka saling mencari kehangatan dalam genggaman di atas pembatas jembatan itu.
Tanpa mereka sadari, rasa nyaman diantara mereka tumbuh bersamaan dengan rasa yang belum bisa mereka identifikasi.
🌻🌻🌻
Suatu keanehan terjadi saat pagi yang indah di Jepang.
Tampak gedung itu masih sepi. Wajar sekali, waktu setempat masih menunjukkan hawa-hawa sejuk sisa malam. Matahari baru mulai memancarkan cahayanya. Tidak ada murid yang datang sepagi ini jika tidak mendesak.
Lain halnya dengan pemuda yang satu ini. Siapa lagi jika bukan Rio? Dirinya memutuskan untuk datang lebih awal hari ini. Selain karena memang tidak dapat menidurkan dirinya lagi, ia ingin datang lebih dulu dari salah seorang temannya.
Beberapa waktu menunggu, sekolah musim panas tersebut akhirnya mulai meramai. Anak-anak remaja berdatangan.
Rio memilih berdiri di depan kelas seraya memainkan game favorit di ponsel pintarnya.
"Hai!"
Sebuah bayangan sedikit menutupi cahaya yang sempat terpantul ke layar handphonenya.
Rio menegakkan kepala, nah, ini dia.
"Hai, Ki! Gak ada yang mau kamu bilang sama aku?" Ia mematikan permainan digital di perangkatnya.
Sang pihak kedua, Akira, memberi tatapan tidak mengerti. Apa maksudnya?
Meneliti Rio yang melihatnya malas, Akira berusaha memutar otaknya. Ia harus mencari tahu kesalahannya.
Kesalahan? Tentu saja!
Akira memamerkan deretan gigi putihnya kepada Rio.
"Ah, wakatta! Gomen, gomen!" (Ah, aku tahu! Maaf, Maaf!)
Rio menatap Akira sebentar dengan gayanya yang masih menunggu alasan dari Akira.
Akira akhirnya menyerah. Inisiatif untuk menjelaskan terlebih dahulu sebelum Rio bertanya dua kali mungkin pilihan terbaik yang Akira punya.
"Iya, iya. Kemarin aku lupa mengabari. Aku masih menemani temanku sampai malam, mangkanya pukul enam kemarin tidak bisa datang. Dia juga mengundangku ke rumahnya, katanya orang tuanya meminta. Dan, ya, aku dan orang tuanya sudah lama saling kenal. Seperti itu, Yo."
Helaan napas singkat terdengar, "ya, sudah. Kali ini tidak apa."
"Syukurlah, terima kasih pengertiannya."
Rio berlalu masuk ke kelas. Akira yang merasa ditinggal pun menyusul.
"Ngomong-ngomong bagaimana kamu dengan Alyssa setelah aku pergi kemarin?"
Rio memalingkan wajahnya. Menurut pendapatnya, jawaban dari pertanyaan Akira bukan untuk konsumsi publik.
"Mau bagaimana memangnya? Kami seperti biasa. Kami hanya menikmati festival saat pukul enam lalu berjalan di sekitar sungai Okawa. Itu saja."
Lupakan kelanjutannya. Akira tak perlu tahu.
Rio masih malu kalau membahas tentang hal yang tak ia percaya bisa terjadi antara dirinya dan Alyssa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost in Summer | ✔
FanfictionHighest rank #1 jlit (22/10/2021) #1 icl (25/04/2022) #1 idolacilik (24/09/2021) #1 rify (24/01/2022) #2 summer (15/10/2021) #2 relation (19/08/2021) #3 rfm (22/01/2022) #5 budaya (22/01/2022) #6 wattpadromanceid (25/04/2022) #14 ify (29/01/2022) #1...