Salah

234 18 0
                                    

The biggest mistake is you.
Itu kata orang, tidak kataku. Bagiku, kesalahan terbesarku itu bukan kamu, tetapi menyerahkan mimpiku untuk kamu.

Setelah melalui hutan berduri bernama restu orangtua, kita berhasil selamat. Aku mulai berani bermimpi. Apalagi, Doni selalu berhasil menggantungkan mimpi-mimpi itu setinggi angkasa. Sangat tinggi, hingga membuatku berhalusinasi bahwa semua mampu kuraih. Bahkan saat sebuah pilihan tentang mimpi yang lain harus dibuat.

"Your relationship would never work here." Itu kata bosku berbulan-bulan yang lalu.
"Akan ada diantara kalian berdua yang akan menjadi atasan yang lainnya. Kamu tahu peraturannya, tidak ada romantisme antara atasan dan bawahan di sini. Dan maaf, kabar baik ini harus menjadi kabar buruk, bulan depan kalian akan dinilai performansinya untuk uji kelaikan promosi."

Jedar.

Saat itu rasanya aku tersambat petir. Itu mimpiku. Promosi menjadi koordinator bidang. Namun, mengapa harus bersaing dengan pacar sendiri? Hubungan kami menjadi taruhannya. Perusahaan tidak akan memberi restu. Tidak seperti orangtuaku.

Akhirnya, semua tahu apa yang terjadi. Aku memilih mengundurkan diri demi tetap bersama Doni. Kemudian, aku kembali menggantungkan mimpiku dengannya. Tidak lagi mengejar titian karir karena kupikir rumah tanggalah yang akan dibangun. Toh, dia tidak begitu setuju dengan ibu berkarir.

Namun, aku salah besar. Karena bukan hanya karirku yang hancur, tampaknya hubungan ini segera menemukan titik akhir. Apalagi saat Doni mengecup puncak kepalaku seraya berkata maaf.

"Kamu datang ke kantor ya beberapa hari yang lalu?" tanyanya.

Ini dia.
Ini waktunya.

—bersambung..

UnKnown - DWC 2020Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang