Membaca ulang fictogemino yang aku buat, aku tersenyum miris sambil menekan tombol publikasi. Mimpiku, yang dulu aku pikir juga mimpinya, kini kandas. Aku tidak bisa menerima segala bentuk pengkhianatan.
Tidak.
Tidak akan pernah.Berpaling dari komputer, aku menemukan serakan benda-benda berkedok kenangan. Sepulang dari rumah sakit, tanpa peduli dengan kondisi fisikku, aku segera membongkar kamar. Mengumpulkan tiap-tiap barang yang mengingatkan aku dengan dia. Kukumpulkan ke dalam kotak, tanpa menyisakan sedikit memoripun.
Betapa terkejutnya aku. Tiga dus mi instan kini membludak berisikan kenangan tentang dia. Empat tahun bersamanya, memang membuat hidupku hanya dipenuhi tentang dia. Pelan-pelan, tapi pasti, kukeluarkan kotak-kotak itu dari kamar, bahkan dari rumah.
Aku menatap berbagai ukuran album, beraneka warna baju, beragam boneka dan puluhan buket bunga yang kukeringkan dan kuhias begitu estetik, kini teronggok bertumpuk tanpa harga. Setidaknya, itu yang kutanamkan pada hatiku. Bahwa, semua itu tidak lagi ada harganya.
Kubuka kotak kecil yang dari tadi kugenggam. Puluhan stik kecil menampakkan diri. Kupilih acak salah satunya. Kugesekkan ke tepi kotak.
Menyapa.
Pendar hangatnya yang membakar terasa begitu meyakinkan."Segitu tidak bisa dimaafkannya aku ya?"
Suara itu membuatku menoleh. Dia berdiri dibelakangku yang menghadap ke tempat sampah. Tempat dimana kenangan kami berada. Aku hanya tersenyum sengit. Kemudian, kembali berbalik menghadap kenangan kami.
Kujatuhkan lidi berapi itu.Terbakarlah.
Terbakarlah seluruh kenangan itu.
Maka, berakhirlah.
Berakhirlah semua yang kita punya.
Namun, seiring api yang melahap apapun yang kita kenang, Doni malah maju dan memelukku erat.
Luruh juga air mataku.—bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
UnKnown - DWC 2020
Acak[COMPLETED]Sebuah ketidaktahuan tentang ketidakpastian. Participant of npc2301's DWC2020 Cover ciamik by @alizarinlake