01

2.2K 188 2
                                    

.
.
.
"San, pulang"

Masuk kedalam melawati ruang tengah. Disofa sana ada kakek juga neneknya yang sedang menikmati secangkir teh hangat.

"Bagaimana sekolah mu, nak?"

Kim San, anak usia 6 tahun itu hanya tersenyum kecil dan menjawab dengan pelan.

"Baik Nek"

Sang Nenek mengusap rambut lebat hitam cucunya itu dengan lembut, berbanding terbalik dengan sang Kakek yang bahkan enggan mengangkat kepala hanya untuk sekedar melihat sekilas cucu laki-lakinya.

"San, naik dulu Nek, Kakek"

San dengan sopan pamit, menaikiti tangga munuju lantai dua dimana kamarnya berada.

Pintu kayu berwarna kream itu dibukanya pelan, kakinya berjalan terseret. Mendudukan diri tepat ditengah-tengah kasur empuk itu, dengan tangis kecilnya dia memeluk lutut dan menyembunyikan wajahnya disana.

"Mama"
.
.
.
"San dengarkan Mama, nanti disana kamu harus jadi anak yang baik ya? Jangan nakal"

San yang kala itu tak tau apa-apa hanya mengangguk dan tersenyum kearah wanita yang dia sebut dengan Mama. San senang kala Mamanya bilang mereka akan pergi kekota, mereka akan jalan-jalan juga berkeliling menghabiskan akhir pekan. Tapi setelah jalan-jalan itu berakhir, San tidak tau kemana lagi dia dan Mamanya akan pergi. Mereka menaiki sebuah taxi, tentu San yang baru pertama kali naik angkutan mahal ini merasa senang, kakinya tak henti dia goyangkan bahkan kini dia membuka jendela mobil itu untuk merasakan anginnya. Sampai San dan Mamanya tiba disebuah tempat dimana banyak sekali rumah-rumah besar berpagar tinggi, juga mobil-mobil bagus yang terparkir dipinggirnya.

"Kita mau kemana Ma?"

San mengikuti Mamanya untuk turun, dia lekas menggenggam jemari Mamanya itu kuat. Kini dia dan Mamanya sedang berdiri didepan gerbang besar sewarna emas. San merasa genggaman Mamanya mengerat, dia tak tau bahwa senyum yang Mamanya perlihatkan tersirat rasa takut.

"Mari masuk, kita temui Papa mu"
.
.
.
"Tuan muda, makan malam sudah siap"

Seorang pelayan datang, dan San dengan sigap segera turun dari tempat tidurnya. Dimeja makan sudah ada Nenek , Kakek, juga laki-laki angkuh yang San sama sekali tidak sukai sejak awal, Papanya.

"San, ayo duduk"

Neneknya menarik kursi yang berhadapan langsung dengan laki-laki dewasa yang tampak acuh dengan ponsel.

"Kita akan makan, letakan ponsel mu"

Laki-laki dewasa itu menaruh ponselnya, dan mengangkat wajah. Kedua mata itu bersitatap, San dan Papanya bagaikan dua lembar kertas fotocopy mereka sama hanya berbeda dari usia. San yang pertama buang muka, dia tidak suka menatap wajah Papanya itu.

"San , minggu depan kamu ulang tahun kan?"

Disini hanya neneknya yang sayang dengan San, itu yang selalu San pikir. Karena baik Kakek dan Papanya mereka orang yang sama-sama kaku dan tak banyak bicara, dan rasanya tak nyaman dan San tak suka.

"Iya, Nek"

San menjawab pelan, tangan kecilnya berputar-putar memainkan gelas susunya.

"San ingin hadiah apa? Nanti nenek belikan"

San menggeleng, dia tidak ingin apa-apa. Kalau boleh dia hanya ingin pulang, ingin Mamanya. Ini sudah 6 bulan sejak Mamanya meninggalkan San sendiri dirumah besar ini, dengan alasan San harus tinggal dengan Papa agar bisa hidup nyaman dan lebih baik.

"San tidak mau apa-apa Nek"

San tersenyum, lantas meneguk air susu itu dengan cepat. Kaki mungilnya turun dari kursi, membungkuk sopan pada tiga orang dewasa yang masih terdiam ditempat.

"San , naik dulu. Selamat malam"

Melihat anak itu yang terburu pergi, nyonya Kim selaku Nenek merasa sedih, cucunya masih tak nyaman tinggal disini, dia paham bagaimana perasaan San terutama ketika melihat dua orang dewasa kaku yang bahkan seperti tak peduli akan kehadiran San dikeluarga ini.

"Taehyung"

Yang dipanggil mendongak, menatap tepat pada wajah sayu sang Ibu.

"Ya?"

"Minggu depan San ulang tahun, kau tau?"

Taehyung benar-benar tak ingin peduli pada awalnya. Bahkan terpikir anak kecil itu adalah putranya saja masih bagaikan mimpi. Tapi bagaimana dia berdiri, berbicara, bahkan wajahya, dia merasa sedang bercermin. Anak itu adalah Kim Taehyung persi kecil. Anak usia 6 tahun yang punya senyum yang sama dengannya.

"Bagaimana kalau kita buat pesta?"

Nyonya Kim berbicara antusias. Mengadakan pesta pasti akan sangat disukai anak-anak.

"Tidak perlu ada pesta, jangan manjakan dia"

Kini Tuan Kim berbicara, lantas melenggang pergi dari meja makan. Dia bisa mendengar istrinya yang mendesah kecewa, disini bukan berarti dia benci pada cucunya, hanya saja tiap kali melihat anak kecil itu, selalu muncul perasaan kecewa kenapa cucu dari keluarga terpandang seperti dirinya harus lahir dari perempuan yang bahkan asal usulnya saja masih dipertanyakan.

"Kau dan Ayah mu sama saja"

Kini Nyonya Kim yang beranjak pergi. Meninggalkan Taehyung yang masing terdiam.
.
.
.

"Dia putra anda Tuan Kim"

Saat San datang bersamanya membuat Taehyung kala itu tak mampu berkata. Anak kecil yang hanya berdiam diri memandang tak mengerti adalah putranya yang bahkan tak pernah terbayang ada.

"Apa kau berniat menipu? Bagaimana bisa dia adalah putra dari anak ku"

San merasakan tangan sang Mama bergetar, San takut melihat Mamanya yang seperti itu.

"Dia, benar-benar cucu anda Tuan"

"Mana buktinya?"

"Saya yakin, Tuan muda Kim tau pasti kebenarannya. Dan juga bila anda ingin memastika, mari kita tes DNA"
.
.
.




























Serius dibuang sayang 😴

Sun 🌻 Taehyung x Wendy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang