Bagian 18 (Kemarahan Kak Dika)

3.5K 120 3
                                    

"Kok baru pulang, sayang." Ibu Catherina datang menghampiri Isyah.

"Mm-maaf, Bu. Tadi Isyah kerumah teman dulu." Isyah menyalim tangan Ibu Catherina dan tangan Ayah.

"Bu, Pak Dika ada?" tanya Isyah. Karena dari tadi Isyah melihat sekeliling, tidak melihat jejak Pak Dika.

"Baru keluar, Ayah tadi suruh ambil berkas kekantor."

"Yaudah, Yah, Bu, Isyah masuk kekamar dulu."

***

"Ahkk ... kira-kira, nanti Pak Dika marah gak ya?" Isyah menghempaskan tubuhnya ketempat tidur.

"Isyah, makan dulu." teriak Ibu dari bawah.

***

"Bu, kalau Pak Dika itu marah, reaksinya gimana ya, Bu?" tanya Isyah sambil membantu Ibu menyajikan makanan.

Ibu Catherina tersenyum, "Memang kenapa sayang? Kalian lagi berantam ya?"

"Gak kok, Bu. Hanya saja tadi Isyah berbuat salah." jawab Isyah jujur.

"Kalau Dika itu marah, dia gak akan menunjukkan ekspresi wajahnya saat marah, ataupun berbuat kasar gitu. Tapi Dika akan diam terus, sampai kita mengakui kesalahan kita sendirinya." jelas Ayah.

Isyah hanya mengangguk, bahkan berkali-kali tidak konsen lagi saat menyajikan makanan.

"Ayah, boleh gak Isyah mintak tolong." Isyah duduk disamping Ayah mertuanya.

"Apa?"

"Isyah tadi bolos dari jam pelajaran Pak Dika. Makanya Isyah takut ketemu sama Pak Dika." jujur Isyah pada Ayah.

"Mmmm ... kalau begini Ayah gak bisa tolong, karna kan Isyah yang buat salah." jawab Ayah.

"Tapi, Yah. Isyah takut. Hanya melihat mata Pak Dika saja, sudah menunjukkan bahwasanya Pak Dika seperti ingin menelan Isyah seutuhnya."

Ayah dan Ibu terkekeh mendengar penuturan Isyah.
"Isyah bilang apa sih?" sambung Ibu.
"Dika itu gak seperti yang kamu bayangkan. Orangnya baik kok. Hanya saja dia memiliki sifat yang dingin seperti Ayahnya dulu." ucap Ibu.

"Udah-udah, kita makan dulu. Nanti kita bahas lagi." Ayah sengaja memotong pembicaraan Ibu supaya tidak mengungkit masa lalu.
_____________________________________

Hari semakin sore, Isyah masih setia duduk ditaman sambil memandangi bunga yang berwarna-warni.

"Kok Pak Dika belum pulang ya? Padahal kan, kata Ayah Pak Dika hanya mengambil berkas dari kantor." guman Isyah.

'tit-tit-tit'

Suara klakson mobil terdengar, tandanya Pak Dika sudah pulang.

"Bukakan pintunya, sayang." ucap Ibu yang kebetulan melihatku lewat dari ruang tamu.

Aku membukakan pintu. Terlihat Pak Dika yang sedang menenteng tas dengan setelan jas yang berwarna senada dengan celananya.

"Pak," ucapku sambil menghampirinya dan menyodorkam tanganku untuk menyalimnya.

Pak Dika membalas salaman tanganku. Namun ada yang beda. Dia tidak mengucapkan sepatah kata apapun padaku. Dia tidak senyum, hanya menunjukkan ekspresi wajah datarnya.

Isyah mengelus dadanya karena merasa deg-deg an dengan sikap Pak Dika barusan. Jantungnya berdetak tak karuan.

"Samperin tuh suamimu, biar nanti gak marah, seperti yang kamu bilang tadi." saran Ibu saat melihat Isyah berjalan menghampiri Ibu.

Aku memberanikan diri masuk kekamar. Terlihat Pak Dika sedang menggantungkan bajunya kemudian mengambil handuk dan masuk kekamar mandi. Bahkan aku yang berdiri sedari tadi, merasa dianggap tak ada bahkan tidak terlihat dimata Pak Dika.

Dijodohkan dengan Guruku Sendiri (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang