tiga puluh satu

506 51 3
                                    

"Ah sialan, siapa yang menganggu sih.." Seungwoo kembali menegakkan tubuhnya, mengaitkan kembali kemejanya itu. "Aku akan membukanya, kamu tunggu disini." Seungwoo keluar kamar dengan buru-buru. Ah, hari yang sial, seandainya saja tidak ada bel yang menganggu kita, itu benar-benar hariku.

Aku mencari-cari keberadaan kaus putihku yang tadi Seungwoo lempar begitu saja, tapi hilang entah kemana. Sprei kamar sudah berantakan seperti kapal pecah. Aku pasti sudah gila tadi. Aku mengambil kaus baru dari lemari dan segera memakainya.

Aku hendak keluar, namun bayanganku di cermin benar-benar menarik perhatianku. Rambutku sudah kacau seperti baru saja di setrum listrik, untung saja Seungwoo belum meninggalkan noda di tubuhku.

Tanganku meraih sisir ketika aku mendengar suara dari luar. "Om Dongwook?"

Oh, tidak... Papa?

Aku melempar sisir itu ke lantai dan melihat Papa dan Mama sudah berdiri di ambang pintu, disambut oleh Seungwoo yang masih ala kadarnya berantakan. "Kenapa lama sekali membukakan kami anak muda, apa yang habis kamu lakukan sampai bajunya seperti ini dan baju itu di lantai?" Mama langsung menerorku seketika ia melihatku.

Aku berlari sekencang mungkin dan menghadap kearah Mama dan Papa. Ah, aku baru ingat, mama tidak tahu tentang Seungwoo. "Ma, ini Seungwoo."

"Sudah tahu. Papamu sudah bilang kamu berpacaran dengan seorang duda beranak. Biarkan kita masuk, aku sudah lelah berdiri disini." Mama memang sudah agak tua, ia suka hidup sendirian di kota terpencil, sedangkan papa senang berpergian.

Kepribadian mereka benar-benar terbalik menjadikan mereka saling melengkapi satu sama lain. Mama lebih suka memarahiku dan biasanya Papa adalah perisaiku. Dulu aku saat masih bersekolah, mendapat nilai yang sangat jelek membuatku dimarahi oleh Mama, tapi Papa langsung memberikanku keik setelah Mama marah. Aku benar-benar rindu mereka berdua.

Tapi apa yang kulakukan ini sepertinya sudah sangat terlihat mereka akan kecewa denganku.

Sekarang aku dan Seungwoo seperti berada di pengadilan karena telah melakukan kesalahan serius. Kedua pasang mata menatapku bergantain membuat nafasku tercekat. Papa dan Mama jika marah berdua akan membuat rumah ini hancur. Aku menggaruk kuku-ku gelisah, ini sudah salah satu kebiasaanku sejak kecil.

Aku mengintip ekspresi mereka berdua, marah namun tenang membuat nyaliku menciut seperti balon yang dilepas begitu saja. Seungwoo-pun hanya mematung dan sesekali memijat pelipisnya gelisah.

"Ellen. Jelaskan apa yang baru kalian lakukan." Mama yang pertama membuka mulutnya membuatku ludahku tidak jadi tertelan dan hampir membuatku tersedak. Bagaimana cara menjelaskan ini. "Ah, kamu pura-pura polos saja, kamu ingat kan Jinhyuk kita buat seperti mereka?" sela Papa yang membuatku mendongak dan terkejut, sama halnya dengan Seungwoo.

Mama langsung menggepuk paha Papa dengan keras. "Kau tidak tahu malu, Lee Dongwook!" Papa hanya cengengesan dan mulai menjadi serius lagi. Atmosfir pun mendadak terbakar lagi. "Anak muda."

"Jadi kamu Seungwoo? Kamu sudah punya anak? Dimana istrimu? Anakmu umur berapa? Kamu mau jadi suami anakku?" Mama langsung memborbardir Seungwoo dengan banyak pertanyaan membuat Seungwoo seperti diinterogasi.

Seungwoo dengan gugup menegakkan tubuhnya. "Iya, saya Seungwoo, tante. Saya punya anak berumur enam tahun, namanya Dongpyo, dia temennya Wony. Istriku melarikan diri, dan kalau saya ceritakan akan panjang." Mama diam, tidak menjawab. Ia menatap kosong kaki meja, entah pikirannya hilang atau ia fokus. Seungwoo pun merasa terintimidasi lalu gugup lagi. "Ceritakan saja, aku belum dengar tentang istri lamamu."

Seungwoo menghilangkan rasa gugupnya dengan cepat lalu bercerita secara detail. Aku masih saja mencoba menghilangkan kegelisahanku tapi ya tidak membawa hasil, bahkan aku tidak sempat mendengar cerita Seungwoo, lagipula aku sudah tahu semuanya.

the hot daddy -han seungwoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang