MCD [8] Buka dan Tutup Barisan

5.3K 638 34
                                    

Hari tentu saja berganti karena waktu tidak akan berhenti kecuali kekalnya akhirat yang seolah tak memutar waktu hidupnya. Kamis pukul 15.00 WIB, siswa kelas X dengan kriteria yang Dewa sebutkan kemarin berkumpul di GOR untuk menandatangani kontrak selaku perwakilan sekolah pada saat 17 Agustus nanti.  Aku tahu di sini ada pemaksaan, banyak raut wajah tak ikhlas. Kupikir tidak seharusnya mereka terpaksa padahal di hari itu memang semua wajib merayakan kemerdekaan Indonesia dengan upacara. Mengapa menahan lelah untuk beberapa menit, tidak, beberapa jam saja harus terpaksa?

Aku berdiri di sebelah Opik dan Dewa, beserta satu pembina Gana Nirbaya dengan mimik wajah tegasnya. Pembina menjelaskan bahwa tak akan ada senior yang bisa mendampingi latihan fisik dan gerakan untuk Lomba Parade dan Defile serta Upacara HUT RI ke 74 nanti karena seluruh senior Gana Nirbaya terdaftar sebagai anggota Paskibra di tingkat Kota Malang dan Provinsi Jawa Timur. Maka, dalam latihan nanti akan dipimpin langsung oleh Ketua Junior Gana Nirbaya, Mahanta Basudewa.

Kalian tahu apa yang terjadi ketika pembina menyebut nama itu? Benar, banyak anak perempuan yang tak lagi menampakkan wajah terpaksanya. Senyum di taman yang gerbang seolah merekah indah. Pesona Dewa memang tak ada tandingannya meski muka tebal itu sedingin kulkas 30 pintu.

"Untuk urusan absensi dan daftar ulang ke tingkat kota nanti silakan diurus bersama sekretaris ya, Dewa?" 

Dewa melirikku dan aku tersenyum. "Nanti saya sendiri saja, Pak," katanya dan itu membuatku kecewa. 

Pak Ratman mengangkat kedua alisnya, seolah bertanya, "Kenapa?"

"Dia bikin surat tugas saja masih banyak salahnya, Pak. Gimana mau ngurus absensi dan daftar ulang ke tingkat kota," jawabnya bernada ketus padaku. Wah, benar-benar menyebalkan sekali.

"Masa nggak bisa?" 

"Biss..." Aku hendak menjawab tapi Dewa memotongnya dengan cepat.

"Gaptek dia, Pak. Caranya bikin paragraf di surat tugas saja dia tidak tahu. Fungsinya Tab dan Margin sepertinya juga tidak tahu."

Mencubit lengannya. "Gaptek?" 

"Nanti saja, nggak enak dilihat pembina, Na!" bisik Opik menghentikan tanganku. 

Kegiatan berlanjut dengan pengenalan, pembacaan petunjuk teknis dan jadwal latihan yang telah disepakati. Beberapa anak laki-laki masih terpaksa, tapi anak-anak perempuan tak menyusutkan senyumnya. 

"Dewa!" panggilku setelah latihan hari pertama berakhir pukul 17.00 WIB, hanya latihan ringan untuk pelemasan otot. "Kamu kenapa sih sama aku?" 

"Kenapa?" 

"Kemarin baik banget ngasih roti kesukaanku, sekarang ngatain aku gaptek!" 

Hanya menatapku aneh. 

"Kamu suka sama aku?" celetukku dan itu hal bodoh yang tidak kupikirkan sama sekali. Dasar hati, memerintah mulut tanpa melibatkan otak.

Dewa mendekat, menatapku kejam. "Ngaca!" Mendorong jidatku dengan bolpoin hitamnya. 

"Ya!" Berteriak kencang di depan wajahnya. "Kamu ngasih roti kesukaanku kemarin, seolah perhatian meski terselimuti salju bekumu!"

Dahinya mengernyit lalu menggeleng heran. "Kemarin itu rasa iba bukan rasa suka." Membalikkan badan.

"Tapi kok tahu kalau aku suka roti itu?"

Membalikkan badan lagi. "Aku juga suka roti itu. Itu pun sisa, aku beli tiga yang satu sudah kumakan. Tolong halusinasi dan imajinasinya dikurangin kalau kelewat percaya diri begini kesannya menakutkan!" ketusnya pergi meninggalkanku. 

My Cold DantonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang