Hari Senin tiba, setelah latihan berhari-hari, kini waktunya pelantikan dan unjuk gigi. Aku masih merasa gerak tanganku saat langkah tegap kurang tangkas. Maka di pagi hari sebelum dimulainya upacara aku terus mencoba menggerakkan tanganku seolah sedang langkah tegap. Entahlah, aku mulai menyukai beberapa gerakan di baris-berbaris, aku ingin melakukannya dengan baik.
"Tangan kiri masih ketinggian," tegur Dewa menunjuk tangan kiriku. Sementara Opik langsung menyentuhnya dan menurunkan sedikit beberapa sentimeter.
"Pas?" tanyaku pada Opik.
Opik mengangguk. "Coba lagi."
Aku mencobanya tapi kata Dewa kurang ada ketangkasan di sana, maka aku mencoba lagi berulangkali. Sampai akhirnya Bang Kai meminta kami semua berbaris, para siswa dan siswi juga mulai berdatangan ke lapangan upacara.
"Dewa, tanganku naiknya sudah lurus belum?" tanya Kinar tiba-tiba menyela barisan antara aku dan Dewa. Si Kinar, pekerja keras sekali mendekati Dewa. Kinar melakukan gerakannya, hanya tangan tanpa gerak kaki.
"Tangan kanan terlalu rendah, kurang lurus. Gini." Memegang tangan Kinar dan membenarkannya. Wah, luar biasa si Dewa. Saat melihatku dia hanya menunjuk, saat Kinar dia menyentuhnya. Wah, Dewa memang menyebalkan. Ah, tapi sudah lah. Untuk apa aku marah lagi, aku akan mencoba mengerti.
"Makasih, Wa. Oh ya, aku punya nomor telepon kamu loh."
"Aku tahu."
"Aku mau nyapa kamu di aplikasi pesan singkat, tapi..."
"Aku lagi nggak punya kuota."
Menahan tawaku. Padahal pagi tadi, sebelum berkumpul, saat aku dan Opik duduk di sebelahnya, dia membalas pesan singkat seseorang dan membuka Instagram. Sekarang dia membuatku bertanya-tanya, dia ini fuckboy atau bukan sebenarnya?
"Oh, ya nanti balasnya pas punya kuota saja."
"Siap."
Menahan tawa. Dewa ternyata bukan hanya dingin tapi juga susah ditebak. Maunya apa dia itu?
"Ngetawain aku?" tanyanya dengan suara lirih.
Menggeleng. "Menertawakan diriku sendiri."
Dewa tidak menanggapiku, dia justru mencolek lengan Opik lewat belakang punggungku. "Temen kita mulai nggak waras, ketawa sendiri," bisiknya.
"Temen?" tanyaku.
"Oh jadi kita bukan temen?"
"Bukan!" jawabku dan Opik langsung memukul lenganku ringan.
"Cihhh!" umpatnya kesal.
"Berantem lagi?" tegur Bang Nathan yang masih memperhatikan barisan dari depan kami. "Tinggal langkah biasa lurus, pertahankan tempo, gitu saja kok susah ya."
"Maaf, Bang!" seru kami bertiga kompak.
Upacara bendera sekaligus pelantikan pengurus OSIS segera dimulai. Sama seperti pada umumnya di sekolah kalian, upacara ya begitu-begitu saja, yang membedakan pasti khidmat atau tidaknya. Di sekolah ini, jika terlihat tidak khidmat, maka murid akan diminta push up satu sekolah tanpa terkecuali sampai ada yang mengakui bahwa dia tidak khidmat ketika upacara. Jadi, satu orang tidak khidmat satu sekolah yang terkena imbasnya. Mudah untuk mencari musuh di sekolah ini, tinggal ketawa-ketiwi waktu upacara, maka musuhmu lebih dari ratusan orang.
Selesai upacara dan pelantikan, Bapak Ibu Guru mengumumkan bahwa jam pelajaran baru akan dimulai pukul 10.00 WIB karena akan ada rapat komite terkait pelaksanaan Dies Natalis bulan depan. Surga dunia lagi, bukan? Tapi pasti guru-guru akan meninggalkan tugas secara daring dikerjakan saat itu juga. Tunggu satu, dua, tiga, maka grup kelas akan berdering.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Danton
Teen FictionPernahkah kalian mempunyai atasan yang dingin, tidak, super dingin? Senyum segarisnya saja lebih mahal dari nilai historis sebuah bambu runcing, apalagi tawanya. Pernahkah kalian mempunyai atasan yang dekat-dekat dengan kalian saja tidak mau? Menyen...