MCD [28] Amanat Pembina

4K 579 50
                                    

Laiknya pejabat yang tiba-tiba buta dan tuli terhadap rakyatnya. Kurasa saat ini aku pun begitu. Apakah aku sungguh polos dan tidak tahu apa-apa soal kode keras Dewa? Atau sebenarnya ada sesuatu yang membuatku harus berpura-pura? Aku yakin tak ada yang mengerti posisiku saat ini, karena semua orang lupa bagaimana caraku bisa sampai pada titik ini. Begitu pula Dewa yang nampaknya lupa perihal perjalanan yang telah kulalui sebelum bertemu dengannya. 

Jika dia ingat, dia tak akan berdiri di depanku sekarang dan menjadi cerewet dalam sekejap. Aku tak menghubunginya tadi malam karena berbagai alasan, kalian mungkin bisa menebaknya jika ingat bagaimana caraku terbuang. Dewa terus mengatakan bahwa dia ingin aku yang mendekat, karena kepolosanku membuatnya gila.

"Kamu tahu, aku bahkan lebih gila daripada yang kamu pikirkan!" ketusku di depan kelasku, menghentakkan kaki kesal dan pergi ke GOR. Hari ini kami akan berkumpul untuk melakukan evaluasi penampilan junior kami beberapa hari yang lalu. Tadinya aku tak ingin datang, tapi masalah bukan untuk dihindari. Justru akan membesar ketika kita menghindar, kata Mama semalam setelah aku memberanikan diri bercerita. 

Dewa mengikuti langkahku lalu menarik kerah bagian belakang seragamku. Membawaku paksa ke balik gedung kelas X. Aku sudah semacam kucing yang ditenteng paksa dengan tidak berperikehewanan. 

"Wa!" bentakku mencoba melepaskan diri. "Bagaimana aku bisa mempercayaimu sementara kamu memperlakukanku seperti ini? Apa susahnya menarik tanganku dan bukan menarik kerahku?"

"Susah, susah buat aku pegang kamu, Na. Kenapa? Kamu terlalu berharga untuk kusentuh."

Mataku membulat menatapnya. 

"Na, aku tidak tahu sejak kapan aku menyadari semuanya. Mungkin saat masih bersama Zila dan rasa bosanku datang atau saat bersama Via tetapi pikiranku selalu terkendali olehmu. Aku tidak tahu tepatnya kapan tapi ketika aku mulai tahu kebenaran tentang dirimu. Aku tidak ingin menyentuhmu. Bukan aku jijik seperti yang kamu bilang, tapi itu caraku melindungimu, kamu tahu?"

Tubuhku menegang. 

"Kupikir kamu tidak akan mengerti. Sungguh, itu alasan yang kusimpan dan akhirnya aku mengatakannya. Kupikir kamu akann mengerti bahwa aku memperlakukanmu lain dari yang lain, tapi kamu tidak mudah mengerti. Aku sudah tidak tahan lagi untuk diam. Aku mungkin dingin, aku cuek, ketus, dan yang paling penting aku tak suka basa-basi. Untuk itu aku tidak tahan dan mengatakan semuanya, tapi kamu tetap tidak mengerti dan..."

"Itu karena..."

"Aku tahu, kamu bukan tidak mengerti perkataanku, bukan? Kamu mengerti, kamu mungkin juga sangat mempercayainya tapi sebagian besar hatimu memaksa untuk tidak percaya. Kenapa? Karena semua cinta bisa bubar jalan. Itu traumamu, bukan? Aku mengerti sekarang."

Menatap Dewa dengan mata berkaca-kaca. Kalian tahu sekarang apa alasanku terlalu polos meski Dewa sudah mengatakannya? Kodenya perihal dia tidak bisa menyentuhku karena aku terlalu berharga, aku memang tak mengerti soal itu, tak peka. Akan tetapi, jika orang sudah mengatakan dia menyukaiku, hati kecilku pasti mempercayainya, hati kecilku mengerti tapi traumaku lebih menguasai. Aku menyangkal semuanya sebab aku tahu semua cinta bisa bubar jalan dan aku takut ketika harus mengalaminya untuk kesekian kali. Bagaimana jika aku bukan sekadar menyukai Dewa pada akhirnya, lalu dia harus pergi seperti Mami dan Papi membuangku? Kalian tahu rasanya seperti apa? Aku yakin kalian tidak mengerti karena kalian tidak dalam posisiku. 

"Aku  tahu, Na. Aku tahu soal itu dan aku paham. Yang membuatku kesal, gelisah, dan gila bukan kepolosanmu tapi traumamu yang membuatku bingung. Bagaimana jika aku tak hanya menyukaimu, bagaimana jika aku jatuh cinta denganmu tapi kamu masih terjebak dalam traumamu? Apa aku bisa melihatmu terkurung dalam kotak pandora yang penuh dengan kutukan?"

My Cold DantonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang