MCD [16] Dua Kali Belok Kiri

4.7K 566 9
                                    

"Na, LDK ikut?" tanya Opik yang datang bersama dengan Dewa di Sabtu siang awal bulan September tahun 2019.

Tentu saja aku menjawab ikut, bagaimana bisa junior dalam kepengurusan OSIS menolak ikut serta dalam kegiatan LDK?  Kudengar wajib. Akan tetapi, Opik mengabarkan bahwa sekolah mengutus 3 orang untuk mengikuti pelatihan kebangsaan di Surabaya. Dan 3 orang terpilih adalah aku, Opik, dan Dewa. 

"Kenapa harus kita?" tanyaku. 

"Harusnya Bang Arkan, Bang Nathan, sama Bang Kai. Tapi karena 3 orang itu benar-benar harus bertanggungjawab dengan kegiatan LDK, hasilnya kita yang dipilih," jelas Opik. 

"Maksudnya, di antara semua anak, kenapa harus kita?" 

Dewa memasang wajah kesal. "Kalau mau tahu, sana, pergi ke ruang Kepsek! Nanya sendiri!" ketusnya. Lihat, bagaimana sikapnya kembali ketus dan dingin. 

Opik mengatakan bahwa dia juga baru mendengar pagi ini, setelah berpapasan dengan Waka Kesiswaan. Bang Nathan semalam juga tidak ada mengatakan apapun, aku ribet mencari resitasi untuk keperluan LDK pun Bang Nathan tidak menghentikanku. Biasanya dia dan gengnya tahu berita lebih cepat dibandingkan yang lain. Karena 3 serangkai kelas XI itu terkenal dekat dengan Waka Kesiswaan, Mama pun mengatakan hal yang sama. 

"Lagian, masih seminggu lagi rajin amat nyari resitasi," balas Dewa setelah aku selesai menceritakan ceritaku semalam. 

"Biar nggak dadakan kali."

Dewa tidak menanggapi, Opik yang langsung memintaku menahan emosi sebelum meledak. Ah, Bang Nathan, bagaimana bisa kami langkah biasa tanpa mengubah tempo jika Dewa saja sebagai penjuru seringkali merubah temponya sendiri. Terkadang dingin dan ketus, terkadang hangat dan lembut, tidal-tidak, jarang Dewa bersikap lembut dan hangat. 

"Eh, Na. Kinar kirim pesan ke aku semalam," ceritanya mengikuti langkahku duduk di atas tribun GOR.

Lihat lagi, lihat bagaimana Dewa berubah menjadi antusias setelah dia bersikap ketus. Menurut kalian, apa dia punya dua kepribadian? 

"Tapi nggak tak balas."

"Kenapa?" tanyaku mengeluarkan sebotol air putih. 

Dewa mengatakan dia tidak tahu harus membalas apa, harus mencari bahan percakapan apa, dan dia juga bukan tipe orang yang betah chatting terlalu lama. Dia juga membandingkan Kinar dengan Zila, katanya Zila itu pendiam dan lembut, sementara Kinar selalu nampak heboh meski hanya  berpapasan dengan Dewa di lorong sekolah. Kinar nampak tak biasa dan bertolak belakang dengan sikapnya. 

"Bukankah kamu baru saja  mengakui bahwa kamu orang yang cuek, dingin, dan ketus?" tanyaku membuat Opik menahan tawa. Memang secara tidak langsung dia mengakui sifatnya, bukan?

"Ah, tapi kan kalau sama kalian aku nggak gitu."

"Kenapa?" tanya Opik. 

"Nggak tahu, nyaman aja."

"Nyaman sama aku atau sama Una? Kamu ada perasaan ya kayanya sama Una. Soalnya Bang Kai kemarin ngomongin itu di kantin sama Bang Nathan. Nggak sengaja denger."

Aku tertawa terbahak-bahak. 

"Ngadi-ngadi Bang Kaindra tuh. Kamu tahu sendiri kan sejak pertama bertemu saja aku sudah kesal hanya dengan melihat wajahnya." Menjulurkan lidahnya padaku. 

"Bang Kaindra kenal sama kamu kan sudah 3 tahun, kan? Sering kegiatan bareng. Katanya kamu selalu nggak berani nyentuh cewek atau deket-deket sama cewek yang kamu suka. Kalau kamu nggak suka, kamu bakalan memperlakukan dengan biasa saja. Katanya kepribadianmu itu aneh."

My Cold DantonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang