MCD [26] Langkah Perlahan

3.9K 562 81
                                    

SMAN 1 Malang, kami baru saja tiba dan langsung di arahkan menuju ruang kelas. Sudah ada tanda pengenal di setiap pintu, puluhan kontingen berjajar-jajar dalam 3 gedung, dijaga beberapa 3 orang panitia setiap kontingennya. Sungguh, ini mendebarkan sekali. Lebih mendebarkan dari tampil sendiri di tengah lapangan. Selalu begitu, lebih gugup ketika menjadi senior daripada menjadi peserta, kata Bang Nathan. Sejak tadi bahkan aku duduk gelisah tak bisa tenang.

"Una!" panggil Devon berjalan bersama seorang perempuan yang tak asing bagiku.

Aku tersenyum lebar. "Dev," balasku berjabat tangan seperti bertemu teman PPI yang lain.

Devon tersenyum. "Kenalin, mantannya Dewa. Maksa banget ikut ke sini mau ketemu Dewa katanya." Perempuan itu tersenyum malu-malu tapi bibirnya menyangkal. Perempuan selalu begitu, tidak pandai dalam berbohong mengenai perasaannya dan laki-laki harus selalu pandai mengerti perasaanya.

"Pantes nggak asing," balasku setelah menjabat tangan Zila.

"Apa kita pernah bertemu?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Hanya pernah melihat fotonya saja. Dewa juga pernah cerita soal kamu."

"Oh ya?"

Mengangguk. "Belum move on kayanya."

Devon mengernyitkan dahinya. "Bukannya... Ah, ya bagus lah kalau Dewa belum move on. Biar dia sama Zila aja. Jadi aku ada..."

"Nggak ada ya, Dev!" Dewa tiba-tiba datang dan berdiri di samping kananku. "Dah move on aku."

Mendongak ke arahnya lalu tertawa. "Masa sih? Ha-ha. Kemarin aja bilang kalau..."

"Na!" bentaknya. "Ah, kamu kenapa sih nggak peka-peka? Aishhh, aku mau langkah perlahan ke arahmu, jadi jangan sok-sok nggak tahu."

Mengernyitkan dahi. Kalian tahu langkah perlahan itu digunakan untuk apa dalam dunia militer? Benar, dalam prosesi pemakaman langkah perlahan biasa digunakan. Coba lihat ketika ada anggota TNI atau Polri yang meninggal dunia, lihat ketika peti mati diangkat dalam prosesi pemakamannya, pasti menggunakan langkah perlahan. Itu membuatku kesal.

"Enak aja! Dipikir aku ini jenazah!" ketusku pergi meninggalkan Dewa, Devon, dan Zila.

"Ya!" pekik Dewa dengan suara khasnya. Dia seolah-olah sedang memimpin barisan.

Devon PPI 2020

Una 😂
Kusuka gayamu 🤭

Aku tidak tahu apa maksud dari pesan yang dikirimkan Devon. Bagian mana yang dia suka? Gaya apa? Aku hanya melakukan apa yang harusnya aku lakukan.

"Una," panggil Dewa ternyata mengikutiku masuk ke dalam ruang kelas. Di antara para junior yang sedang merapikan atribut mereka. "Ketidakpekaanmu membuatku urung menghentikan langkah."

"Haishhh, masih sempat berdrama nih pasti dua orang," sindir Dewa.

"Kak Una sama Bang Dewa tuh pacaran, ya?" tegur salah satu adik kelas. Aku tahu dia masuk Gana Nirbaya karena apa, benar, karena Dewa. Aku tahu itu tapi aku diam. Karena gerakannya dan postur tubuhnya bagus, sayang juga jika menyia-nyiakan kemampuannya. Namanya Arlin.

Aku tertawa dan Dewa hanya menatapku sekilas lalu ikut tertawa. "Nggak lah!" jawab kami kompak.

"Masa sih? Tapi kaya orang pacaran. Seriusan deh. Cocok lagi, cocok banget."

"Iya!" 5 orang junior yang lain ikut bersuara.

"Ha-ha. Nggak lah, bisa stroke aku pacaran sama Dewa. Tahu nggak? Dia tuh kadang dingin, kadang biasa aja, ketus, suka ngajak berantem. Ngeselin pokoknya!" seruku bersemangat.

My Cold DantonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang