chapter 17

203 18 10
                                    

Amuchi terdiam dikamarnya. Ditatapnya langit-langit kamar yang terdapat ukiran relief bidadar diatas sana, ia tersenyum. Ahh-relief yang amat mirip dengan ukiran wajah sang ibu dengan tambahan sayap dan aksen layaknya sang bidadari yang dibanggakan semua orang.

"Mom..." panggilnya entah pada siapa. Yang jelas pada tsukasa yang beberapa menit lalu keluar dari rumah besar mereka dalam keadaan emosi yang amat membuncah.

Wanita cantik berkulit putih dan imut itu menggeram. Bagaimana bisa ia melihat sang ibunda terluka tadi? Bagaimana mungkin ia membiarkan bidadari yang telah melahirkannya kedunia ini bisa ia biarkan bersedih? Ahh, lintasan memory usang kembali berputar dikepalanya. Membuatnya tak sadar turut tersenyum pada kilasan balik bak filem keluarga manis yang ia harap akan ada suatu hari nanti agat bisa ia tonton tiap hariny bersama sang bunda.

Flasback

Amuchi pov.

Seorang bocah kecil sibuk memainkan boneka-boneka yang ada ditanganny. Disampingnya sang bodyguard ciliknya hanya tersenyum lembut. "Hime-sama." panggilnya yang membuat sang bocah mendongak polos serta pandangan mata yang begitu berbinar.

"Sento-kun, apakah Mommy cudah puyang?" tanyanya dengan aksen cadel khas bocah tiga tahun yang menggemaskan.

"Nyonya masih diluar, hime." jawab sang bodyguard dengan senyum khas anak kecilnya. Usia sang bodyguard dengan sang majikan memang tak terpaut jauh. Hanya dua tahun.

"Hah-aku bocan!" rengek Amuchi. Sang bocah imut itu melempar bonekanya.

"Chi-chan!" Amuchi melirik seseorang yang baru saja menyapanya. Bocah berusia dua tahun diatasnya.

"Ima Nichan..." dia menyebut nama bocah kecil yang baru saja memanggilnya itu. Hanya senyum kecil yang dia berikan untuk sang kakak.

"Sedang apa? Apa nichan boleh ikut bermain?" tanyanya.

"Tentu caja nichan!" Amuchi mengangguk antusias membiarkan Iijima duduk dihadapannya. Emu meraih boneka-boneka itu dan tersenyum meringis saat menyadaro bahwa salah satu boneka itu baru saja kehilangan salah satu tangannya.

"Nichan, Mommy kapan puyang ya?"

"Mommy akan segera pulang, kau merindukannya ya?'

Emu memcoba memperbaiki boneka Amuchi. Ia tak ingin adik kecilnya itu dimarahi Parad karna selalu merusak bonekanya. Amuchi mengangguk antusias mengiyakan pertanyaan Emu.

"Nichan, bagaimana calanya agal dicayang Mommy?" pertanyaan-pertanyaan konyol terdengar dari bocah termuda diantara ketiga bocah Iwanaga itu. Emu mengerjap polos, sedikit tak mengerti dengan pertanyaan  adik kesayangannya ini.

"Mommy telihat amat menyayangi nichan, dia celalu menciummu, memelukmu dan membelikan apa caja yang nichan mau." lirih Amuchi jujur. Mungkin ini pertama kalinya ia terbuka dengan seseorang soal betapa cemburunya dia dengan kasih sayang sang ibu pada kakak keduanya yang lebih dari siapapun menurur Amuchi.

Sang kakak terkekeh pelan, membuat Amuchi mengerucut imut. "Chi-chan, menurutmu Mommy itu bagaikan apa?"

"Mommy itu cepelti bidadali dibuku celita yang biaca Chi baca, nichan!" sekali lagi Emu ingin sekali mencubit pipi adiknya yang begitu menggemaskan.

"Dia cantik cekali, nichan!" Amuchi melebarkan tangannya dengan senyuman lebar dan mata yang terlihat polos ketika ia membanggakan sang ibu.

"Kalau begitu, ayo kita melindungi bidadari kita!" sebuah suara lain mengintrupsi percakapan diantara dua bocah itu. Seorang bocah tampan tersenyum menawan.

Autumn Memories (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang