Jam istirahat masih tersisa tinggal lima belas menit lagi. Namun Davira,Della dan Abi sudah selasai dengan makanannya. Suasana di meja makan mereka begitu canggung,Davira yang selalu diam dan tak banyak bicara dan Abi yang masih canggung dengan Della dan Davira karna mereka belum terlalu akrab,membuatnya agak pendiam. Dan Della ia juga merasa sedikit canggung dengan Abi,meskipun tadi ia sempat berdebat dengan Abi tetap saja mereka tidak akrab,membuatnya memilih untuk diam saja.
"Kelas yuk," ajak Abi setelah lama diam.
"Yuk," ucap Della sambil berdiri.
Sedangkan Davira ia hanya mengangguk sebagai jawaban. Davira tetap pada ekpresinya yang datar namun terlihat santai. Ia bersikap acuh dan tak peduli dengan orang sekitarnya.
Mereka bertiga pun berjalan bersampingan. Dengan Davira di sebelah kiri,Della ditengah,dan Abi disebelah kanan Della.
Itu artinya Davira akan melewati meja Darren,dan lebih parahnya Darren duduk di tepi bangku dan berhadapan dengannya.
Ia berusaha untuk tidak mengangkat kepalanya ia hanya menunduk. Saat melewati Darren,Davira mengangkat kepalanya dan melihat kearah Darren dan yang dilihat sibuk dengan makanannya. Sekeras apapun usahanya untuk tidak melihat Darren,ia selalu kalah. Ia tidak bisa bersikap pura-pura tidak melihat jika itu bersangkutan dengan Darren. Ia lemah,ia lemah jika itu tentang Darren.
Bruk...
"Aww," lirih Davira saat ia terjatuh dan merasakan sakit pada lututnya yang menyentuh lantai dengan kasar.
Davira jatuh dengan pasisi duduk dengan kepala menunduk dan wajahnya yang ditutupi dengan helaian rambutnya.
Selang beberapa detik saat Davira jatuh ia merasakan dingin di tubuhnya. Della dan Abi yang melihat itu pun terkejut saat melihat Davira jatuh dan di siram dengan segelas jus.
Seketika mereka menjadi pusat perhatian dari penghuni kantin,tak terkecuali Darren. Ia langsung berbalik badan dan melihat Davira yang masih tertunduk dengan pakaian yang setengah basah,ia menggeram marah saat melihat Davira diperlakukan seperti itu,namun ia tahan. Ia hanya bisa mengepalkan tangannya kuat,ingin sekali rasanya ia memeluk tubuh mungil adiknya itu,membetikannya kehangatan. Namun,apalah daya ia hanya bisa menjadi penonton saat ini.
Sedangkan si pelaku tersenyum puas,saat melihat keadaan Davira yang jauh dari kata baik. Apalagi Davira tidak melakukan perlawanan,ia merasa menang kali ini.
Sedangkan Arsa ia sudah seperti cacing kepanasan saat melihat keadaan Davira,ia merasa geram saat melihat semua orang diam tanpa ada yang membantu,seolah-olah waktu terhenti. Ia segera berlari dan mengambil jaket Aldo yang ada di sampingnya. Posisi Arsa sedikit jauh dari Davira,namun ia selalu mengawasi setiap pergerakan Davira. Aneh memang namun itulah kenyataannya,entah mengapa ia sedikit ragu untuk menghampiri Davira,sehingga ia lebih memilih untuk mengawasinya dari jauh.
Darah Della seperti mendidih saat melihat perlakuan tidak baik yang di lakukan pada Davira. Ia menatap si pelaku dengan mata memerah yang mengisyaratkan kemarahan.
Ia mendekati si pelaku yang masih duduk manis tanpa merasa bersalah seditpun. Seperti ia tidak pernah melakukan kesalahan apa pun.
"Maksud lo apa?" tanya Della dingin.
"Maksud gue?" tanya si pelaku yang diketahui bernama Lenata itu sambil menunjuk dirinya. "Ya gak adalah," ucap Lenata menganggkat bahunya angkuh.
Kemarahan Della sudah ada di ubun-ubun,perempuan ini benar-benar menguji kesabarannya.
Arsa yang baru sampai pun langsung mendekap tubuh Davira dari depan dan memasangkan jaket Aldo di punggung Davira. Berusaha untuk memberi kehangatan,ia bisa merasakan tubuh Davira menggigil,ia pun mengeratkan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Davira
Teen Fiction"Aku pernah berpikir untuk menghilang saja dari dunia ini. Dunia ini terasa begitu gelap dan aku menangis sepanjang malam. Apakah aku akan merasa lebih baik jika aku menghilang?? "