"Ada kalanya, terus terang itu lebih baik. Daripada berbuat sok baik, tapi nyatanya munafik."
"Dilara, bangun sayang."
Di bawah lampu temaram, seorang wanita berusia empat puluh tahun, membangunkan putri keduanya, dengan lemah lembut.
Tangan Dilara bergerak, pertanda setengah nyawanya sudah berkumpul dan setengahnya lagi, masih menghilang entah ke mana?
"Eungh ...."
"Ayo bangun, sayang. Kita salat subuh dulu."
Perlahan tapi pasti, Dilara mengubah posisinya, dari tidur menjadi duduk. Matanya sembab, rambutnya juga berantakan. Dilara ini, habis tidur atau baku hantam?
"Mama duluan aja, nanti Dilara nyusul," ucapnya dengan suara serak.
Wanita berbaju biru itu mengangguk. Sebelum keluar kamar, ia mengusap puncak kepala Dilara terlebih dahulu.
Setelah Adara pergi dari kamarnya, Dilara menghela napasnya panjang. Tangannya meraih segelas air putih, yang berada di atas nakas, menenggak air putih tersebut sampai habis tak tersisa.
"Evan, kenapa lo selalu menganggu tidur gue?" gumam Dilara.
•••
Menyusuri koridor sekolah yang masih sepi, tatapan Dilara hanya fokus pada sepatu berwarna hitam yang melekat di kakinya. Langkahnya semakin pelan, semangatnya untuk belajar mendadak hilang.
Apa sebaiknya ia pulang saja? Dan mengatakan kepada mamanya, bahwa hari ini para guru mendadak rapat?
Tidak. Bagaimana jika mamanya menghubungi pihak sekolah? Bagaimana jika kebohongannya terbongkar?
Pasti mamanya akan kecewa, karena memiliki anak seperti dirinya.
"Terus gue harus gimana?" tanyanya pada diri sendiri.
Dilara menghentikan langkahnya, ia menyandarkan tubuhnya pada dinding sekolah.
"Hari ini, gue nggak minat belajar."
Dilara duduk di lantai. Tanpa peduli, jika lantainya kotor dan sebagainya. Ketika kedua matanya terpejam, Dilara merasakan ada seseorang yang memegang tangannya.
Matanya kembali terbuka.
"Kenapa?" tanyanya, pada orang yang berada di depannya.
"Ayo bangun, jangan duduk di sini, kotor."
Dilara menggeleng, ia kembali memejamkan mata. "Gue nggak mau bangun."
Orang itu mendengkus. "Apa lo nggak malu, diliatin banyak orang kayak begini?"
Dilara membuka matanya, menatap nanar Ersan yang masih terus mengganggu ketenangannya.
"Apa peduli lo?" ketus Dilara.
"Gue peduli."
"Gue nggak minta dipeduliin!" bentaknya.
"Tapi gue mau peduli!"
Dilara tidak menjawab.
"Ayo bangun, sedikit lagi bel masuk bunyi, Ra."
![](https://img.wattpad.com/cover/212433030-288-k917990.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilara [SEGERA TERBIT]
Ficção AdolescentePart sudah lengkap. Dont copy my story, please. #1 in Dilara Dilara Zehran, seorang gadis cantik yang memiliki daya ingat lemah. Namun sialnya, ia tidak bisa melupakan Evan Ainsley--mantan pacarnya. Semenjak hubungannya dan Evan hancur, Dilara beru...