07.Hutan timur

55 27 1
                                    

Kehangatan menyelimuti hati gadis bermata biru itu, berbaring di pangkuan seorang perempuan dengan senyum yang tampak tidak asing. Perempuan itu adalah ibu Luica. Matahari hampir ditelan gelap tapi rasanya masih begitu terik bersinar menembus celah-celah dedaunan di antara lebatnya hutan di sekitar mereka.

Gadis bermata biru itu juga melihat seorang pria tak lain adalah ayahnya, Dounn yang duduk di samping ibunya. Perasaan ini membawanya kembali ke tempat asalnya, bersatu dengan keluarganya.

Tangan ayah dan ibunya mengusap rambut Luica dengan lembut. Perasaan yang begitu menenangkan.

Tiba-tiba Luica merasakan sensasi yang menggelitik di kepalanya, darah mengalir dari atas kepalanya, berasal dari tangan ayah dan ibunya.

Dihari yang cerah, cuaca berubah dengan cepat. Hujan turun sangat lebat.

Darah itu masih terus mengalir di kepalanya, Luica mendongak menatap ayah dan ibunya. Kedua orang tuanya menangis menatap Luica. Genangan air mata orang tuanya seketika berubah menjadi darah.

"Ayah... ibu... !! Luica memegang tangan orang tuanya dengan erat. Wajahnya dihadapi rasa takut yang luar biasa. Suara tembakan senapan seperti 7 tahun yang lalu kembali datang mengusik telinga si gadis bermata biru. Ada begitu banyak pemburu mengelilingi mereka, menembaki ayah dan ibunya dengan keji.

Tanah empuk dengan rumput yang lembut di sekitar mereka seketika layu direndam darah orang tuanya. Tangan Luica gemetar meraba setiap rumput di bawah kakinya yang telah layu berlumur darah. Dia berteriak sambil merintih betapa perih hatinya saat ini.

Para pemburu hendak menembak nya tapi entah bagaimana dia bisa lolos dari kepungan pemburu dan berlari meninggalkan ayah ibunya dengan ribuan tetes air mata yang mengalir tanpa henti.

Dia tidak melihat ada jurang yang begitu curam di depan matanya. Langkah kakinya tidak menyadari keberadaan jurang membuat dia terjatuh dalam gelapnya tempat yang ada disana.

Tubuhnya hampir ditelan kegelapan di sana. Tiba-tiba suara ketukan mengalihkan perhatiannya. Ada suara di tempat segelap ini?

Suaranya semakin lama semakin jelas yang perlahan membangkitkan kesadaran Luica.

Gadis bermata biru itu kemudian membuka mata. Ternyata dia ada di kamarnya, tapi tidak ditempat tidurnya, terlentang di lantai seperti orang mati.

"Ahhhh pinggangku." Ucapnya sambil meraba pinggang kirinya yang sakit. "Sejak kapan aku tidur di bawah?" Sambungnya heran.

"Luica!!" Jui terus mengetuk pintu kamar tapi gadis bermata biru itu sama sekali tidak menghiraukannya karena rasa sakit yang membuat seluruh tubuhnya hampir mati rasa.

Jui mengira kalau adiknya mungkin masih tidur. Dia langsung memutar knop pintu. Sontak matanya membulat melihat Luica yang entah bagaimana bisa ada di lantai.

"Luica, apa yang terjadi?" Jui berlari menghampiri Luica dengan wajah cemas.

"Pinggangku." Luica masih memegang pinggangnya ditambah sakitnya yang menjalar hampir keseluruh tubuh. "Aku tidak apa-apa." Sambungnya sambil menahan sakit.

"Kau terjatuh?" Tanya Jui dengan senyum kecilnya.

Luica tercengang. "Aaa?"

"Barusan aku mendengar suara dari kamarmu. Seperti.... BOOB." Jui membiarkan senyum kecilnya menjadi sebuah tawa. "Sekarang aku tau itu apa. Pasti sakit jika terjatuh dari kasur setinggi ini." Ia melanjutkan tawanya.

"Jadi aku benar-benar terjatuh dari tempat tidur?"

Melihat Jui yang terus mengejek dirinya, Luica langsung bangkit dari lantai dan duduk bersila menghadap Jui yang membungkuk memperhatikannya.

The Real HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang