19.Mindlink

28 11 4
                                    

Luica, Lian, Lulu dan Aria dihadapkan dengan sepiring makanan berisi empat buah tusuk sosis dilapisi krim telur yang kental. Tentu saja pilihan Lulu. Dan Aria yang harus bayar semua itu.

"Terlihat sangat enak." Lian menelan salivanya. Ia nampak tergiur dengan aroma daging matang yang dibalut kuningnya krim telur.

Luica tersenyum dengan bibir tersungging. "Makanlah!"

Lian membiarkan tangannya meraih sepucuk sosis yang begitu menggoda. Baru satu kunyahan, ekspresi pria werewolf itu langsung berubah drastis. Isi perutnya terasa berputar-putar. Ini adalah makanan terburuk yang pernah masuk ke dalam perutnya. Lian menghentikan kunyahannya dan memandangi Luica dengan tatapan bingung penuh pertanyaan. Ia hendak memuntahkannya, tapi kepala Luica bergeleng menghadap Lian. Membuat pria werewolf itu terpaksa harus menelannya.

Lian menghentak meja sembari merasakan isi perutnya yang terus bergejolak karena makanan itu.

"Hei, ada apa?" Lulu nampak heran melihat tingkah aneh Lian.

"Kurasa dia alergi telur." Luica mengakhiri perkataannya dengan senyum menyeringai.

"Luica?!" Ucap Lian sembari menahan suaranya di tenggorokan.

"Kenapa?" Balas Luica. "Kau ingin pulang? Aku bisa meminta pak Sam untuk mengantarmu pulang."

Lian menolak menggelengkan kepala. Siapa yang bisa menahan rasa yang begitu menjijikkan itu. Rasa yang membuat seluruh tubuh bergetar mengguncang isi perut.

"Kau mau?" Lian mengarahkan sepucuk sosis yang tidak habis ia makan.

"Kau akan menyesal jika aku memakannya." Luica tersenyum. Senyum tipis dengan sorotan mata tajam yang mengintimidasi.



Sepulang sekolah, Luica dan Lian menunggu pak Sam di depan pintu gerbang. Sudah 15 menit mereka menunggu, bahkan bayangan guru biologi itu masih belum terlihat juga.

Luica dan Lian berdiri dengan wajah sayu. Hari yang begitu melelahkan bagi keduanya. Mereka  sangat tidak tahan berada di tempat yang paling berisik di dunia. Sekolah Bestan High School.

"Luica." Nada lembut nan halus kembali menerobos indra pendengaran Luica. Gadis bermata biru itu membalikkan badannya menghadap seorang pria yang dengan cool nya berjalan menuju ke luar pintu gerbang sekolah.

"Kalian menunggu pak Sam?" Sapa Aria.

"Umm." Luica mengangguk mengiyakan.

"Sudah lebih dari 15 menit kami menunggu. Kakiku bahkan hampir tidak sanggup untuk berpijak." Ungkap Lian kesal.

"Kau harus lebih sabar lagi anak baru." Aria menepuk sebelah pundak Lian. Ia langsung menarik tangan Luica dan membawanya pergi menuju mobil hitamnya. Aria membuka pintu mobil depannya, mempersilahkan Luica masuk bak putri raja. Tak hanya itu, Aria bahkan memasangkan sabuk pengaman untuk gadis werewolf nya.

"Kemana kita akan pergi?" Luica tampak bingung.

"Ingin jalan-jalan?" Aria menyeringai.

Pria jangkung itu membawa Luica melesat di jalan raya. Luica terdiam seribu kata. Dengan santainya ia menaruh kepalanya di samping bahu Aria, merasakan hangatnya tubuh manusia serta otot-otot kekar Aria yang menegang karena mengemudi.

"Apa kau mengantuk?" Tanya Aria dengan senyuman.

"Aku tidak mengantuk."

"Kemana kau ingin pergi? Ke taman? Ke kebun binatang? Atau ke perpustakaan kota? Di sana ada banyak buku yang pasti akan kau sukai."

"Tidak. Aku ingin pulang Aria. Aku sangat lelah hari ini. Rasanya tidak senyaman tempat asalku," lirih Luica. Membuat pria jangkung itu tidak berkutik sedikit pun. Bahkan hanya sekedar untuk melempar candaan padanya, ia pun tidak tega. Betapa rapuhnya tubuh gadis yang sedang bersandar di bahunya saat ini.

The Real HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang