18.Kembali

32 11 0
                                    


Waktu tak pernah mundur. Tidak ada kemarin di hari ini, tidak ada hari ini di besok pagi. Tapi waktu selalu memutar jalan hidupnya kembali ke tempat yang sama.

                               ****

Luica kembali menginjakkan kakinya di Lastan. Menyusuri setiap bekas telapak kakinya dan kembali ke tempat semula.

Kembali ke tempat yang sederhana namun tersimpan sejuta kenangan yang tak akan pernah bisa ia lupakan.

Rumahnya dan Jui....

Luica sudah berdiri di depan pintu, diantar oleh kawanan werewolf kutub. Ia hendak mengetuk pintu dengan kepalan tangannya yang tampak gemetar, namun suara knop pintu yang berputar seketika memaku tubuhnya. Luica terdiam saat melihat sosok pria di hadapannya masih sama seperti dulu.

"Luica?" Jui mengedipkan matanya berkali-kali seolah ia tidak percaya dengan kehadiran adik tersayang nya. Mata yang mulai berkaca-kaca itu menatap lekat pada Luica.

Jui langsung merangkul tubuh mungil Luica. Pelukan yang terasa meruntuhkan hati gadis bermata biru itu. Ia tak sanggup merasakan beratnya beban saat perasaan keduanya saling merindukan. Kali ini Jui yang dibuat menangis oleh Luica. Ia terus memeluk adiknya dengan isakan penuh air mata.

Luica bergeming, ia hanya tersenyum dalam pelukan Jui, senyum yang tampak lebih dewasa. Meskipun sekarang ia kembali sebagai adik Jui tapi sifat kewibawaan seorang Alpha masih melekat padanya.

Jui membiarkan Luica melangkahkan kaki memasuki rumah mereka, membiarkan bekas telapak kaki Luica memenuhi seisi rumah yang  merindukan keberadaan gadis bermata biru itu.

Luica menceritakan maksud kedatangannya kepada Jui dan meminta kakaknya untuk ikut bergabung. Dengan kembalinya Luica dan Jui yang juga ikut bergabung, mereka siap untuk memulai rencana kapan saja.

                             *****
                                

Embun pagi menyapa gadis bermata biru dengan lensa coklatnya.

Kiik...kiiikk

Suara klakson mobil.

Sekarang Luica harus terbiasa dengan kehadiran suara yang memekakkan telinga tajamnya pagi ini. Tidak hanya pagi ini, ia akan mendengarnya setiap pagi.

"Kau sudah siap?" Tanya pak Sam dengan senyumannya yang menyapa.

"Siap." Jawab Luica dengan pasti.

Luica memasuki mobil pak Sam dan duduk di kursi penumpang di samping guru biologinya.

"Ehm." Seseorang berdehem di belakang Luica. Gadis bermata biru memutar kepalanya kebelakang mencari sosok pemilik suara itu.

"Kau?!" Luica terkejut menatap seorang pria tepat duduk di belakangnya.

"Ya, aku." Lian tersenyum mengangkat sebelah alisnya.

"Kau juga ikut sekolah?" Luica tak henti membulatkan matanya menatap kearah Lian.

"Dia juga punya tugas di sekolah." Pak Sam angkat bicara.

Lian mengangguk pelan sementara Luica bergeming kaget.

"Tugasnya menjagamu di sekolah, Luica." Pak Sam menyeringai.

Luica menatap Pak Sam dan Lian bergantian. Pak Sam yang senyum-senyum sendiri serta Lian yang terus mengangguk semakin membuat kepala gadis bermata biru itu berputar-putar. Bagaimanapun Luica tetap tidak percaya dengan perkataan guru biologi itu. Apapun tugas Lian, itu tidak penting bagi Luica. Mereka hanya perlu bekerjasama.

The Real HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang