21.Mutan

36 12 4
                                    


Seorang gadis berlari terhengas-hengas di selasar lab. Sebuah gedung putih yang tinggi tersusun atas 7 lantai. Gadis itu meremas dadanya yang terasa menusuk ke tempat hatinya berada. Di tambah jantungnya yang berdetak tak karuan membuat tatapannya tampak seperti mayat hidup.

Gadis berambut pendek dengan manik mata hitam pekat nya menatap pintu yang tertutup rapat di hadapannya. Tangannya yang bergetar mengetuk pintu dengan tergesa-gesa. Ia merintih saat dadanya semakin sesak dan jantungnya berdebar kencang. Perasaan panik yang terasa menyakitkan.

Seseorang membuka pintu dari dalam ruangan yang bertuliskan nama Prof Theo di atasnya.

"Nora?" Prof Theo terkejut.

"Paman, bantu aku!" Lirih Nora yang sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakitnya.

"Kau datang tepat waktu, nak." Ucap Prof Theo pelan seakan yang ia katakan adalah sebuah rahasia.

Prof Theo membiarkan Nora memasuki ruangan nya. Setiap sudut ruangan penuh akan alat-alat ujicoba dan lemari yang berisi cairan-cairan berwarna hijau ganggang. Mesin-mesin canggih yang bahkan terlihat sangat aneh seperti sebuah peti mati dengan oksigen yang berwarna hijau sama seperti cairan itu.

Nora duduk di kursi dekat pintu. Ia sudah terbiasa dengan pemandangan yang kapan saja bisa membuat mereka yang melihatnya akan mengerutkan dahi. Tak hanya orang awam,  bahkan ilmuwan lainnya juga akan memutar isi kepala mereka jika melihat jenis penelitian yang dilakukan oleh seorang ayah dari Aria itu.

Nora terdiam sambil terus merasakan dadanya yang hampir pecah. Rasa sakit yang merasuk hingga ke inti tulang, bahkan bisa saja membuat tulangnya mengeluarkan suara retakan di seluruh tubuh. Nafas yang terus berderu berusaha untuk menarik oksigen masuk ke paru-paru.

Hembusan nafas kasar Nora mengusik telinga Prof Theo. Pria dengan pakaian putih se lutut seperti pakaian yang biasa dikenakan oleh ilmuwan lainnya, nampak membuka sebuah plastik berisi jarum suntik dan memasukan cairan hijau itu ke dalam suntikan.

Prof Theo berjalan menuju Nora yang terus merintih. Ia mengarahkan tangannya yang memegang tegak jarum suntik. Nora membiarkan ujung jarum yang lancip menusuk daging di lengan kanannya. Rasa tusukan itu tidak sesakit sesak yang terus menggeluti dadanya.

Hembusan nafas gadis itu perlahan kembali teratur. Ia bisa merasakan ketenangan dalam tubuhnya bersamaan dengan masuknya cairan itu. Rintihan yang kini berganti menjadi hela nafas kelegaan.

Seperti inilah yang selalu gadis tomboy itu rasakan. Rasa sakit yang membuat sisi tomboynya menghilang dalam sekejap. Hanya ada rintihan perih seorang gadis malang.

Fisik kuat yang menutupi nasib buruknya. Kandang ia merasa bingung di antara mensyukuri kelebihan luar biasa yang ia miliki atau mengeluh karena siksaan yang selalu ia alami. Tapi ia tahu, kalau takdir telah mengajarkannya bahwa tidak ada satupun makhluk yang sempurna di dunia.

Ia kuat, cepat, memiliki panca indera yang tajam dan memiliki kulit dengan sel penyembuh yang luar biasa. Tak kalah dari para werewolf hitam. Namun ia juga sangat lemah di kala DNA liarnya berkuasa. Seorang mutan yang DNA nya telah bermutasi dengan DNA werewolf hitam.

Tapi Nora hanyalah sebuah percobaan yang gagal. Tubuhnya tidak bisa bersatu dengan bentuk werewolf. Malah DNA werewolf itu yang menguasai tubuhnya. Rasa sakit yang teramat sangat seperti racun yang paling berbisa menggerogoti dadanya. Sesekali rasa itu kambuh saat DNA nya memberontak ingin merusak inti tubuhnya sendiri. Pemberontakan yang hanya dapat diredakan dengan cairan hijau ganggang yang terkandung darah abadi werewolf hitam dan racun makhluk berdarah dingin di dalamnya.

The Real HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang