12.Villa Greenhouse

39 16 0
                                    


Pria jangkung berjaket coklat tebal berlari ngos-ngosan menuju pintu gerbang sekolah sambil menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul 07.28 pagi.

Udara terasa dingin dari biasanya, asap putih keluar dari hembusan nafas Aria yang memasuki pintu gerbang sekolah, bukan karena rokok tapi karena udara terasa seperti es yang membeku.

Ia melintas di depan kelas 2a, matanya menatap lekat pada kursi kosong yang ada di samping Lulu. Beberapa hari ini Aria tidak melihat bayangan Luica di sekolah.

Pria jangkung itu segera menemui pak Sam di kantornya. Guru biologi yang selalu mengantar jemput Luica, tapi sekarang tidak lagi.

Tok.. tok... tok

Aria mengetuk pintu.

"Masuk." Terdengar suara pria dari dalam ruangan yang menyuruh Aria untuk masuk.

"Pak, kenapa Luica tidak masuk hari ini?" Tanya Aria terhengas-hengas.

"Dia tidak akan masuk hari ini, besok dan seterusnya." Guru biologi itu terus membolak-balik kan buku kerjanya tanpa menoleh Aria.

Aria tercengang. "Kenapa?"

Pak Sam menutup buku kerjanya, ia mendongak menatap Aria sambil tersenyum. "Cukup kau yang tau siapa dia sebenarnya. Aku harap kau tidak akan mengatakan kebenaran itu pada orang lain."

Perkataan pak Sam sudah cukup memberikan jawaban yang jelas pada Aria. Pria jangkung itu langsung berlari keluar ruangan pak Sam dan pergi menuju ke rumah Luica dengan mobil hitamnya.

3menit berlalu..

Ia akhirnya tiba di rumah Luica.

Bukannya Luica yang keluar mnghampirinya,  malah Jui kakaknya yang membuka pintu.

"Luica tidak ada dirumah." Ujar Jui datar seakan kan ia tau alasan kedatangan Aria.

"Lalu dimana dia?" Suara Aria terdengar bergetar gelisah.

"Kembali ke tempat asalnya."

Pria jangkung itu menatap kearah Jui dengan pandangan kaget. Luica telah kembali ke tempat asalnya. Entah apa yang ia pikirkan tentang seorang werewolf seperti Luica kembali ke tempat asalnya. Apakah dunia mereka itu menyeramkan seperti makhluknya?

"Katakan padaku, dimana tempatnya?" Aria memohon dengan nada berbalut gelisah.

"Untuk apa? Membawanya pulang? Dia tidak akan mendengarkan kata-kata siapa pun. Sulit untuk melembutkan kepala batu itu." Jui menggelengkan kepalanya cemberut. Namun dalam hati ia sangat merindukan jejak adik tersayangnya di setiap sisi rumah.

"Aku akan mencoba yang terbaik. Biarkan aku menemuinya." Pinta Aria dengan nada memohon tampak tidak ingin mendengar kata 'tidak'.

Jui sudah tidak tahan melihat jiwa muda di hadapannya meronta-ronta terus memohon. Ia menarik nafas perlahan. "Villa Greenhouse, Lastan. Dia ada disana." Ungkap Jui pelan namun jelas.

"Villa Greenhouse?" Seketika hati Aria bergejolak mendengar nama bangunan itu.

"Jangan pikir dia akan tinggal disana. Kurasa dia akan tinggal di kaki gunung dan"

"Aku tau." Aria memotong perkataan Jui dengan telak. Pria itu langsung berlari menaiki mobilnya dan melaju di jalan raya seperti seorang pembalap profesional.

Jui yang sedari tadi tercengang memperhatikan gerakan Aria kembali melanjutkan ucapannya. "Dan...hati-hati!"

Aria bergegas menuju Lastan setelah menemui Jui.

Hingga matahari turun ditelan waktu, ia tiba di Villa Greenhouse. Villa yang masih berdiri tegak sampai saat ini. Begitu sepi.

Aria melintasi Villa  Greenhouse dan masuk ke dalam hutan dengan berbekal senter hp yang ia genggam dengan erat. Menyusuri setiap jalan di hutan dengan waspada. Perasaan takut sekaligus negeri terus menghampirinya.  Ditambah hutan yang tidak pernah sepi dari suara-suara liar yang terdengar asing di telinganya.

Aria semakin mendekat ke kaki gunung. Suara derasnya air terjun terasa sangat menakutkan di malam hari. Rasa takut terus mencekam arya.

Sepasang mata mengintainya di balik semak. Gelap dan besar.

Srreekk..srreekkk...srreekk

Suara gerakan diantara semak-semak.

Suara itu terus menghantui Aria. Sekarang ia sadar saat ini ia tidak sendirian. Firasatnya dapat merasakan bahaya.

"Luica?" Ucap pria jangkung itu pelan.

Suara gesekan semak itu semakin kuat. Bergerak begitu kencang seperti diterjang badai. Kaki Aria bergelotek takut. Ia mengarahkan cahaya senter nya ke arah semak itu.

Deg deg..

Jantung Aria berdetak tak karuan.

Sesosok makhluk hitam besar tiba-tiba melompat keluar dari semak di hadapan Aria. Tapi makhluk hitam yang lebih besar darinya langsung menerjang sosok tersebut dengan telak.

Thory diterjang oleh Luica. mereka berdua kemudian kembali ke wujud manusianya.

"Alpha?" Ucap Thory yang tersungkur di tanah dengan kaget.

"Dia temanku," tegas Luica.

Tanny yang mendengar keributan itu langsung menghampiri mereka secepat mungkin.

"Ada apa?"

"Hanya kesalahpahaman kecil." Jawab Luica tenang.

"Luica, akhirnya aku bisa menemukanmu." Aria menggenggam erat tangan Luica.

"Apa yang kau lakukan disini? Apa kau tidak tahu betapa berbahaya nya tempat ini?!" Ucapnya tegas namun terselip rasa khawatir di setiap kata-katanya.

"Aku.."

Tanny memutus perkataan Aria.

"Apa dia matemu, Alpha?" Mata Tanny tefokus pada Aria yang menggenggam erat tangan Alpha nya.

Sontak sang Alpha tercengang kaget. "Mate?" Luica mengerutkan keningnya. "Sepertinya aku pernah dengar, tapi apa itu mate?"

"Aaa?" Kali ini Tanny yang dibuat tercengang oleh kepolosan Alpha nya.

Tanny tersenyum tipis. "Aku selalu ingin tau kemana saja kau selama ini, Alpha."

Thory ikut tersenyum dengan raut mengejek.

"Ehmm." Luica berdehem datar seolah-olah ia ingin memperingatkan siapa dia sekarang. Seorang Alpha.

Tanny yang menyadari maksud sang Alpha langsung menunduk hormat.

"Sudahlah! Lupakan saja! Ada hal yang harus kulakukan." Ujar Luica menghangatkan suasana.

Voment please..
🙏😁😁

Lanjutin part nya 😀😊

The Real HunterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang