Tubuh puan menggigil
Meskipun dibalut kain tebal dua lapisPukul tiga dini hari
Puan meringkuk di atas ranjang sendiri
Dingin, karena tempat itu sudah lama tak puan tiduri
Sunyi, hanya serangga malam yang berani menginterupsiWaktu melaju tanpa henti
Tak peduli puan tengah tercekik
Perih, hingga puan tak kuasa mengeluarkan air mata barang sedetikImpresi pahit senantiasa bersemayam dalam memori
Berotasi, seraya menyayat sanubari
Puan bergulat dengan rasa sakit
Kemudian mendekap lara dengan sepenuh hati
Lebih nyeri daripada tertusuk duri
Tapi begitulah caranya mengakhiri
Sampai pada satu waktu yang tak dapat diprediksi, puan letih, menerima si pahit tanpa perlawanan lebihNamun ujian lain masih menanti
Selepas pulih, puan diserang tanpa henti
Pada akhirnya puan membiarkan dirinya berdamai lagi
Puan menyadari, bahwa siklusnya berputar tanpa akhirTubuh puan menggigil untuk yang kesekian kali
Meski sudah dibalut kain tebal dua lapisJumat, 24 Juli 2020; 09.49 WIB
—dy
KAMU SEDANG MEMBACA
a.m. | p.m.
Poetrybisa disebut sajak, bisa pula tidak; sebab karya ini tidak terkekang, tanpa aturan. ↪cover by pinterest