⑤ ᴍɪʟɪᴋɴʏᴀ

2.6K 360 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari senin kemarin, pengumuman mengenai juara olimpiade sains diumumkan. Jungkook mendapatkan juara dua, sedangkan juara satu dimenangkan oleh murid dari sekolah lain. Selisih nilai Jungkook dan juga sang juara pertama hanya berbeda dua angka saja, sehingga Jungkook sedikit menyesali dirinya yang tak bisa mengungguli pesaing lain dan mendapatkan hasil yang lebih baik.

Jungkook itu sangat ambisius kalau kalian ingin tahu, ia juga memiliki jiwa kompetitif yang kuat. Sebenarnya itu bagus, sehingga Jungkook memaksimalkan dirinya untuk mencapai tujuannya. Hanya saja ada dampak buruk tersendiri, karena ketika Jungkook tidak mendapatkan hasil yang baik, maka pemuda itu akan bersedih dan menyesali diri. Seperti sekarang ini.

Hal itu tentu saja membuat Jimin beberapa kali selalu menasihati kekasihnya untuk belajar ikhlas dalam sesuatu. Ia tak ingin apabila kekasihnya sakit karena overthinking akibat hal ini. Jungkook tidak boleh sakit.

"Kamu dapat juara dua itu bagus loh, bahkan diluar sana belum tentu ada yang bisa kaya kamu. Inget, kegagalan bukan akhir dari segalanya. Akan tetapi, sebuah awalan agar ke depannya menjadi lebih baik lagi."

Jungkook merasa lebih baik sekarang, terlebih lagi ketika mendengarkan suara lembut Jimin yang menasihatinya agar belajar untuk bersyukur akan segala sesuatu. Tangan mungil milik Jimin juga tak luput menjadi alasan ketenangan Jungkook karena tangan pemuda itu terus mengelus lembut punggungnya.

Jimin bagi Jungkook itu adalah rumahnya. Rumah yang akan ia rindukan dimanapun ia berada.

"Iya, Ji. Makasih ya?"

Makasih banyak karena udah bertahan di samping aku. Menjadi kekasihku, dan selalu ada buat aku. Aku beruntung bisa dapetin kamu, Ji.

Jimin tersenyum manis sampai kedua matanya membentuk bulan sabit yang menambah kesan imut dirinya. "Kembali kasih juga, Kook. Sekarang kita ke kantin yuk? Kita beli makan di sana."

"Ayo, sayangku."

Senangnya bisa berbucin ria dengan sang terkasih setelah seminggu ini disibukkan dengan latihan soal.

Jungkook memeluk pinggang ramping milik Jimin, mengatakan kepada seluruh orang bahwa Jimin adalah miliknya. Biar saja dianggap budak cinta, karena kenyataannya memang demikian.

• • •

Jungkook dibuat kesal hari ini. Baru saja belajar ikhlas, tapi ada saja hal yang membuatnya kembali naik pitam. Jimin yang berada di samping Jungkook juga turut merasakan aura gelap kekasihnya tersebut.

"Kook, you okay?"

"Gimana aku bisa okay kalau orang sombong itu masih terus ngatain aku, Ji!"

Jimin tersenyum tipis, mencoba mengkontrol emosinya agar tidak menimbulkan masalah dengan Jungkook. "Kamu gak usah dengerin apa kata dia, kamu inget kan apa yang Ji bilang tadi?"

"Aku denger karena aku punya kuping, Ji! Kamu gimana sih?"

Tarik napas.. buang..

Itu yang dilakukan oleh Jimin berulang kali. Ia tak ingin terpancing karena ucapan Jungkook yang terdengar kasar di telinganya dan cukup membuatnya sedikit sakit hati.

Jungkook yang tengah emosi bukanlah hal yang bagus.

"Aku tahu, tapi di sini ada aku. Kenapa kamu harus mikirin perkataan orang lain sedangkan di sini ada aku yang udah jelas ada di samping kamu dan terima kamu apa adanya? Gak usah dengerin mereka, karena kenyataannya aku lebih memilih kamu dibandingkan yang lainnya kan? Jangan overthinking, aku gak mau kamu sakit, sayang."

Benar.

Apa yang diucapkan oleh Jimin benar. Kenapa ia masih saja mudah terpengaruh oleh perkataan orang lain sedangkan Jimin saja masih setia di sampingnya?

Jungkook bodoh!

Ia merutuki dirinya sendiri karena telah berkata kasar pada kekasihnya itu. Lantas ia arahkan jemarinya untuk mengusap pelan wajah Jimin, mulai dari kening, mata, hidung, hingga yang terakhir adalah bibir plump miliknya. "Maafin aku ya? Aku cuma mau lebih baik dari dia biar bisa bikin kamu bangga, Ji."

"Gak, Kook. Kamu yang begini aja udah bikin aku bangga. Gak usah pikirin hal lain."

Beberapa saat lalu, saat Jungkook tengah menunggu Jimin yang tengah berada di toilet, Namjoon, kakak kelasnya datang seraya menampakkan wajah menyebalkannya. Awalnya Jungkook diam tak membalas apapun yang kakak kelasnya itu lakukan, namun perkataan yang dilontarkan oleh pemuda berlesung pipi itu menghantamnya telak dan memancing emosinya.

"Dulu, aku bisa bawa nama baik sekolah dengan dapat juara satu ditiap olimpiade sains yang aku ikuti. Aku turut prihatin karena angkatan tahun ini justru menurun walaupun masih bisa memboyong piala kejuaraan. Reputasi sekolah jadi menurun, sayang banget ya, Kook? Belum lagi Jimin. Kamu itu gak ada apa-apanya dari aku, aku lebih unggul dari kamu, jadi siap-siap aja pacarmu itu jadi milik aku sebentar lagi."

Sial.

Jungkook lantas memeluk tubuh kekasihnya dengan erat saat perkataan Namjoon terngiang kembali di telinganya. Ia sangat sensitif apabila direndahkan seperti itu. Terlebih lagi jika ada seseorang mencoba merebut Jimin darinya. Tidak boleh, tidak akan Jungkook biarkan siapapun membawa Jiminnya.

Mereka harus tahu kalau Jimin itu hanya milik Jungkook seorang.

Miliknya.

Hanya untuk Jeon seorang.

-to be continue-

Madeleine Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang