②③ ᴄɪᴜᴍᴀɴ ᴘᴇʀᴛᴀᴍᴀ ⚠

1.8K 214 15
                                    

hehehe.

Tak habis pikir, bagaimana mungkin Taehyung bisa bicara secara gamblang mengenai dirinya yang sudah pernah merasakan apa yang dinamakan dengan ciuman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak habis pikir, bagaimana mungkin Taehyung bisa bicara secara gamblang mengenai dirinya yang sudah pernah merasakan apa yang dinamakan dengan ciuman.

Bahkan temannya itu bertanya, apakah selama ini ia dan juga Jungkook pernah melakukan hal yang sama.

Tentu saja Jimin menjawab tidak. Mereka tidak mungkin melakukan hal semacam itu, terlebih lagi di usia muda seperti ini. Namun apa yang terjadi? Taehyung justru merespon dengan nada cemooh.

"Kalian ini gak asik, selama pacaran ngapain aja sih? Kumpul doang? Anak SD juga bisa."

Taehyung dan mulutnya yang berisik itu memang harus dijahit agar tidak sembarangan mengucapkan sesuatu.

Lagipula selama Jimin dan Jungkook berpacaran, gaya skinship mereka tak lebih dari berpegangan tangan dan juga berpelukan. Untuk berciuman atau hal semacam itu mereka memilih untuk tidak melakukannya.

Ah... Jungkook, ya?

Berbicara soal Jungkook, Jimin kembali merenung dan menatap kosong pemandangan di hadapannya. Duduk di sebuah bangku dengan keramaian di sekitarnya ia hiraukan karena masih teringat kejadian tempo lalu yang menbuat hatinya berdenyut nyeri.

"Jungkook brengsek," lirihnya sembari mengayunkan kaki mungilnya. Kedua mata sipitnya mulai berkaca-kaca karena ia begitu merindukan Jungkook, tapi di sisi lain ia masih sebal dengan kekasihnya.

Sebenarnya Jungkook sudah berusaha untuk meminta maaf padanya, pemuda itu bahkan terus menghubunginya dan datang ke rumah untuk meminta maaf secara langsung. Hanya saja Jimin tetap mengabaikan hal itu. Perilaku Jungkook sudah melewati batas, menurutnya.

Ia tidak menyangka bahwa hubungan yang hampir menginjak dua tahun lamanya, tapi kekasihnya itu mampu berkata kasar dan mengatakan hal yang tidak-tidak mengenai dirinya. Jimin tahu mood pemuda itu sedang buruk atau sedang dalam mode sensitif, tapi harus kah berperilaku demikian?

Jimin juga punya hati, tahu!

Saking marahnya Jimin, semua sosial media dan nomor ponsel pemuda itu ia blokir agar tak bisa menghubunginya. Membuat pemuda bermarga Jeon benar-benar merasa bersalah dan kelimpungan karena sang kekasih hati mulai menjauhkan diri darinya.

Biarin, toh salah dia sendiri!

Jimin mendumal dalam hati.

• • •

Harusnya hari ini merupakan hari membahagiakan bagi Jungkook. Pembagian surat kelulusan beserta ijazah akan diselenggarakan pada hari ini. Namun nyatanya ia masih memikirkan Jimin yang sudah dua hari ini terus mengabaikannya.

Kemarin saat dirinya datang ke rumah Jimin, sang ayah lah yang datang menyambutnya. Pria paruh baya itu sedikit merasa kesal saat mengetahui bahwa sang putra tercinta menangis karena ulahnya. Namun ia bersyukur, setidaknya ayah Park masih mau memaafkannya karena ia sendiri telah menjelaskan awal mula perkara itu bisa terjadi. Lain halnya dengan Jimin yang masih enggan mendengar penjelasannya.

Jungkook menggenggam marah, kesal atas kesalahannya sendiri yang membuat Jimin membencinya. Ia tidak mau seperti ini, bukan begini caranya berpisah sebelum Jungkook pergi ke Negeri Sakura. Pemuda itu ingin menjelaskan semuanya agar Jimin mau memaafkannya.

Kedua kaki jenjangnya ia langkahkan untuk menemui sang kekasih. Beberapa saat lalu Taehyung mengatakan bahwa Jimin terlihat sedang membaca surat kelulusannya di taman sekitar sekolah. Saat tiba di sana, mata bambinya menatap tajam dua pemuda yang sedang asik berbincang.

Ah tidak, sebenarnya hanya satu orang saja karena Jimin hanya terdiam sembari memeluk sebuah map berisi dokumen.

Dia ngapain sih di situ? Dasar pengganggu.

"Ji, selamat ya? Kakak seneng lihat kamu akhirnya lulus juga. Berarti bisa dong kalau kakak lamar kamu waktu Jungkook kuliah di Jepang nanti?"

Jungkook memainkan lidahnya di kedua pipinya. Merasa panas di dalam hatinya karena mendengar ucapan Namjoon, mantan kakak kelasnya dulu. Bahkan pemuda itu dengan terang-terangan menyatakan bahwa ia akan mengambil Jimin darinya.

Tidak bisa dibiarkan!

Dengan cepat Jungkook berlari dan menghampiri keduanya. Ia bahkan mendorong Namjoon menggunakan sebelah bahu kanannya. Persetan dengan tata krama, pemuda itu yang mencari masalah terlebih dahulu.

"Kak, kalau ngomong bisa dipikir dulu gak? Jangan ganggu hubungan orang bisa?" ucap Jungkook seraya menggertakan rahangnya.

Matanya menatap tajam ke arah Namjoon yang saat ini tersenyum remeh. Tak hanya itu, pemuda berlesung pipi itupun menampakkan tatapan seolah menantang Jungkook untuk berkelahi. Bagaimana dengan Jimin? Si kecil tentu saja merasa terkejut saat mengetahui bahwa Jungkook datang menghampirinya.

Wajah Jungkook nampak tak bersahabat, mengingatkan Jimin pada kejadian dua hari lalu. Ia takut, tubuh mungilnya gemetar karena merasakan aura Jungkook yang tak mengenakan.

Jangan sampai ada keributan di sini.

Seseorang, tolong keluarkan Jiminie dari sini!

"Kenapa? Kamu pikir aku takut sama bocah modelan kaya kamu?"

"Lagipula Jimin belum sepenuhnya milik kamu kok, jadi bebas dong kalau aku ambil kesempatan buat deketin dia?" sambungnya dengan nada cemooh.

"Kenapa jadi gini sih," lirih Jimin pelan.

Jungkook menyeringai, bahkan Jimin saja dibuat terkejut dengan apa yang ia lihat di wajah kekasihnya itu. Tapi sumpah demi apapun, saat ini aura Jungkook terasa gelap dan seakan mencekiknya. Tak dapat dipungkiri, jujur saja Jimin masih merasakan trauma jika sudah dihadapkan dengan sosok Jungkook yang sedang marah seperti saat ini.

"Oh ya? Kakak mau lihat gimana cara aku klaim apa yang seharusnya jadi milik aku?"

Namjoon menaikkan sebelah alisnya, menunggu apa yang akan dilakukan oleh Jungkook. Beberapa saat kemudian, kedua matanya membelakak saat melihat pemandangan yang tidak senonoh disuguhkan di depan matanya.

Cup!

Jungkook mencium bibir plump Jimin dengan lembut, bahkan ia mengeratkan pegangannya pada tengkuk Jimin agar memperdalam ciumannya.

Jimin terdiam, terlalu terkejut akan apa yang dialaminya saat ini. Yang ia tahun saat ini bibirnya dan juga milik Jungkook tengah menempel satu sama lain. Tubuhnya gemetar, bahkan bisa dirasakan bahwa kedua tungkai kakinya melemas dan hampir saja terjatuh jika Jungkook tak menahan tubuhnya.

Namjoon terdiam sesaat sebelum terkekeh geli, niatnya untuk menjahili Jungkook justru membawa pemuda itu pada sebuah nafsu. "Kamu emang childish, bersyukur Jimin mau nerima kamu apa adanya, Kook. Kalau kamu nyakitin dia, aku gak segan-segan buat rebut Jimin dari kamu." Ia menggelengkan kepalanya pelan dan beranjak pergi dari tempatnya berdiri

"J-jungkook, auh!" Jimin meringis kala merasakan bibir bawahnya digigit cukup keras oleh Jungkook.

Ia bingung dengan semua yang terjadi. Akal sehatnya terus memberontak dan ingin menolak, namun di sisi lain hatinya justru enggan menyudahi sesi ciuman ini walaupun kenyataan Jimin hanya terdiam tanpa membalasnya.

"Aku cinta kamu, Ji," ucap Jungkook gemetar disela berciuman. Pemuda itu menangis, menyiratkan kerinduan yang amat mendalam pada sosok mungil di dalam dekapannya itu.

Jimin tak menyangka bahwa ciuman pertamanya dilakukan disaat seperti ini. Melihat kondisi mengenaskan Jungkook membuat hati Jimin sakit. Akhirnya ia pun pasrah mengikuti permainan pemuda itu dan mulai membalasnya.

Tak apa, hari ini ia ingin mengikuti kata hatinya saja karena bagaimana pun juga ia sama halnya merindukan pemuda itu.

Jimin rindu sekali dengan Jungkook.

"Iya, aku juga, Kook."

Namun sayang, ucapan itu hanya mampu Jimin ucapkan dalam hati.

-to be continued-

Madeleine Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang