24

7 2 5
                                    

Layaknya senja, kenangan memang indah dan akan terus tercipta. Namun tidak akan pernah sama dengan yang sebelumnya.

~Ara~

🍁🍁🍁

🌿Alisha Damara🌿

Saat ini guru matematika sedang memberikan materi didepan kelas. Tumben sekali kali ini tidak ada yang menarik pada mapel yang dibawakannya. Entahlah, aku yang bosan atau gurunya yang tidak seperti biasanya.

"Ara" panggil Dira dengan suara minim, takut guru killer didepan sana mendengar ucapannya. Aku menoleh kearahnya dengan mengangkat kedua alis.

"Tumben banget lo ngga ada semangat sama sekali. Biasanya juga paling semangat di mapel matematika" Aku hanya mengangkat pundakku acuh, dan kembali memperhatikan guru didepan sana. Ralat, lebih tepatnya memperhatikan jam dinding yang tak kunjung begerak cepat. Padahal hanya kurang lima belas menit lagi bel istirahat kedua akan berbunyi. Tapi rasanya lama sekali.

"Kalo ada masalah cerita aja, gue selalu siap jadi pendengar baik buat lo ko" katanya mengedipkan satu matanya

"Gue nggak ada masalah" ucapku datar ke arah Dira lalu memalingkan wajah ke sembarang arah mencari objek yang lebih menarik.

"Lo mikirin Agan?" Astaga, Dira! Amit-amit deh mikirin si tengil, masih mending mikirin anak kucing yang imut-imut.

Aku memicing ke arah Dira. "Stop it! Tuh dengering guru!" Ucapku lirih.

***

Berasa keluar dari sarang hantu. Lega, senang dan... Gitu deh nggak bisa dijelasin panjang lebar. Aku segera membereskan alat tulisku yang berserakan di atas meja. Lalu melangkah ke luar kelas tanpa menghiraukan panggilan dari Dira.

Aku melangkah ke kantin. Untuk sekedar membeli minuman dan makanan ringan. Setelah itu menuju ke taman belakang. Aku hanya butuh ketenangan saat ini.

"Ara"

Aku menoleh ke sumber suara. Kak Revin.

"Eh iya, Kak?"

"Mau kemana kok sendirian?"

"Mau ke taman belakang, Kak."

"Ngapain?"

"Ngga tau," ucapku dengan cengiran polos. Ya mau gimana lagi, abis bingung mau jawab apa.

"Ikut saya ke perpus aja gimana?"

"Lain kali deh, kak." Ucapku sambil tersenyum.

"Ohh ya sudah."

"Iya, Kak"

Canggung sekali.

"Kalau gitu saya duluan ya,"

"Eh tunggu, Kak" ucapku yang teringat sesuatu. Aku merogoh saku rokku, kemudian menyerahkan dua lembar uang berwarna merah untuk mengganti kemarin. Untung saja uang tabunganku masih ada.

"Apa ini?" Tersirat bingung di wajah Kak Revin.

"Untuk mengganti yang kemarin, Kak." Ucapku tersenyum. Hampir saja aku lupa.

Kak Revin malah tertawa setelah aku mengatakan kalimat tadi. "Astaga, Ara. Ngga usah Ra. Tabung saja."

Aku menggeleng, "ngga, Kak. Aku kan hutang. Dan hutang harus dibayar."

"Kata siapa?" Ucapnya sambil mengacak puncak kepalaku lalu pergi begitu saja. Aku langsung mematung seperti orang bodoh. Hanya mengacak rambutku kan, bukan jantungku? Kenapa detak jantungku yang berantakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Angkasa High School Series: AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang