14

10 5 0
                                    

🌿Alisha Damara🌿

Setelah kejadian kemarin dengan Agan, aku jadi lebih akrab dengannya. Apalagi kemarin dia sampai mengajakku jalan-jalan sepulang sekolah. Dia juga izin kepada bunda sebelumnya, lewat telfon. Jangan salah jika dia telfon menggunakan ponselku. Tapi memang begitu nyatanya.

Dan setelah kupikir-pikir, Agan sangat manis. Jauh berbeda dari biasanya yang hanya muncul untuk menggodaku sekaligus membuatku kesal. Ah, tidak. Mungkin niatnya baik. Aku saja yang kesal menghadapinya. Aku memang tipe orang yang tidak suka diganggu apalagi ini cowok. Sangat risih. Kemarin Agan juga sangat...

Uh! Apa-apaan aku ini. Kenapa jadi memikirkan dia. Tidak mungkin kan aku ini...

Tidak! Tidak! Agan tetaplah Agan. Cowok usil yang selalu membuatku kesal. Saking kesalnya sampai membuatku ingin melemparnya ke matahari.
Oke, sekarang lupakan itu.

Btw, Audrey sahabat kecilku itu sudah pulang ke Bandung. Alhasil aku kesepian sekarang, walaupun ada Avisha adikku. Audrey terus saja ditelfon oleh kakaknya, namun tak sekalipun Audrey mengangkat telefonnya itu. Tentu saja dia masih takut dengan kakaknya yang seminggu lalu memarahinya habis-habisan. Namun siapa sangka, Kak Dio justru menjemput Audrey ke rumahku. Katanya khawatir karena Audrey tidak mengabari keluarganya sama sekali selama dirumahku. Bukan, mungkin hanya tidak mengabari Kak Dio saja. Pasalnya Audrey sesekali menelfon ibunya. Dan dia juga lusa harus kembali ke Melbourne. Entah apa alasannya. Sangat mendadak menurutku.

Jangan salah jika Audrey langsung menemui Kak Dio saat datang ke rumahku. Dia justru mengumpat dan berpura-pura tidur didalam kamarku. Hingga Kak Dio menggeleng-gelengkan kepalanya lalu tak segan membangunkannya dengan paksa. Kalian tahu? Kak Dio menyeret kaki Audrey hingga Audrey nyaris terjatuh dari ranjangku. Aku yang melihatnya sampai tercengang. Mungkin Kak Dio sudah hafal seperti apa Audrey berpura-pura dan benar-benar tertidur.

Saat mengingat indahnya interaksi kedua kakak beradik itu rasanya aku iri. Aku rindu dengan Risha-saudara kembarku. Apa kabar dia? Apa dia juga merindukanku? Apa dia selalu melihatku dari alam sana? Apa dia sudah bahagia disana?

Tentu saja dia bahagia disana. Tuhan sayang sama dia. Buktinya Tuhan sudah memanggilnya terlebih dahulu.

Tak sadar air mataku sudah meluncur bebas dipipiku. Sebelum tangisku meluap, aku mendengar suara ketokan pintu. Segera ku menyeka air mataku dan menghapus jejaknya.

Tok tok tok..

Aku menarik nafas dan membuangnya perlahan untuk menetralkan suara ku "Masuk saja" ucapku sedikit berteriak.

"Kak, ada Sera dibawah" ucap bunda to the point setelah membuka pintu kamarku.

Aku hampir saja lupa jika malam ini aku dan Sera ada janji untuk belajar bersama seperti biasanya.

Syukurlah bunda tidak menyadari raut sedihku.

"Oh iya bun, bentar lagi Ara turun."

"Kakak kok sedih gitu? Kenapa? Ayo cerita sama bunda." Itulah bundaku. Walaupun terlihat biasa saja di awal, namun dia sangat paham membaca ekspresi wajahku yang jelas sudah aku samarkan. Aku langsung mendekatinya yang masih diambang pintu. Lalu memeluknya.

"Aku sayang bunda." Kurasakan bunda mengelus punggungku lembut. "Aku juga sayang Risha, aku rindu dia bun" lanjutku. Sialnya air mataku ini turun lagi tanpa diperintah.

"Sudah-sudah. Kamu ngga perlu nangis lagi. Risha pasti ngga suka jika lihat saudaranya nangis gini. Bunda juga rindu. Semuanya merindukan dia." Ucap bunda menenangkanku. Tapi kudengar suara bunda sedikit parau. Aku bisa mendengarnya dengan jelas. Bunda juga sedih dan rindu, dan pasti melebihiku tapi dia berusaha menahan keras agar tidak menangis. "Tapi kita ngga perlu nangis. Karena Risha sudah disisi Allah yang pasti selalu menjaganya. Kalo kamu rindu Risha gini mending kirim doa ya. Risha pasti seneng jika kamu mengirim doa untuknya." Lanjut bunda. Aku melepas pelukannya dan segera menghapus air mataku. Lalu tersenyum kearah bunda.

Angkasa High School Series: AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang