"Ucapkan namamu, Frapsy," tutur Helios ketika mereka berdiri di depan sebuah kotak usang nan berdebu.
"Frapsy Antigou."
Ceklek!
Mereka bertiga menatap pantulan cahaya putih yang terpancar dari dalam kotak tersebut. Dengan perlahan, Frapsy menyentuh salah sehelai benang tersebut.
Namun dengan cekatan Helios menahan pergelangan tangannya. "Tunggu, kamu bisa mati jika mengambilnya sekarang."
"Kenapa?" tanya Frapsy.
"Entahlah, memang begitu peraturannya. Tunggu saat bulan purnama tiba, tugasmu hanya mengucap nama sebelum bulan purnama," tutur Helios. Frapsy mengangguk-angguk pertanda paham.
"Berarti, besok malam?" tebak Chris.
"Wah hebat sekali, tahu darimana kamu?" puji Helios seraya menepuk ringan tangannya.
"Naluriku."
Kling!
"Kayaknya ada yang datang tuh," ujar Frapsy sambil menengok
"Yasudah, ayo kita ke depan." Helios menutup kotak itu dan berlalu.
"Ayo Chris," ajik Frapsy dan dibalas anggukan oleh Chris.
Sesampainya mereka di ruang utama, mereka disuguhkan dengan sesosok wanita renta yang sedang melihat-lihat sekeliling.
"Disculpa puedo ayudarte? (Permisi, ada yang bisa saya bantu?)" tanya Helios sambil merapikan pakaiannya.
"Apakah kalian ingin bertukar beberapa benda antik?" tanya wanita itu sambil membuka isi karungnya yang sudah terlihat tidak layak pakai.
"Oh, maaf kami sedang tidak menerima pertukaran barang," jawab Helios sopan.
Beberapa kali wanita itu memohon agar Helios menerima ajakan barternya. Kasihan dengan wanita itu, Frapsy mengiyakan tawarannya.
"Kita liat dulu, Paman," ujar Frapsy sambil mendekati wanita tua itu.
"Ah iya, lihatlah beberapa barang antik ini." Frapsy mengangguk dan memilah-milah barang yang ada di dalam karung milik wanita tua itu.
"Nek, berhati-hati lah ketika menaruh pisau tajam. Apalagi tidak ada sarungnya seperti ini, nanti bisa tertusuk." Frapsy mengangkat sebilah pisau perak yang terlihat mengkilap dengan ukiran berbentuk serigala di ganggangnya.
"Ah aku menukarnya memang sudah tidak ada sarungnya," jawab wanita tua itu.
"Chris! Liat deh, bagus kan?" tanya Frapsy sambil menunjukan pisau tersebut ke arah Chris.
Chris bergidik dan menyuruh Frapsy menjauhkan pisau perak itu darinya. Menurut Chris, pisau itu mengerikan.
Frapsy mengangguk. "Paman, aku mau ini. Paman punya barang antik yang udah ga kepakai?"
"Bentar Paman cari dulu." Helios berlalu ke dalam gudang untuk mencari barang-barang yang kiranya sudah tidak terpakai karena kecacatan fisik dan sebagainya.
"Nama nenek siapa?" tanya Frapsy.
"Sintaraya."
"Nama yang bagus! Namaku Frapsy, dan ini temanku Chris." Chris melirik Sintaraya sekilas dan mengalihkan pandangannya ke lain. Sungguh tidak sopan!
Sintaraya mengangguk dan menatap satu persatu wajah dua sejoli itu. "Sepertinya kalian bukan orang asli daerah sini."
"Memang bukan, kami mempunyai urusan disini," tutur Frapsy.
"Semoga kalian cepat menyelesaikan urusan tersebut. Aku mendoakan kalian."
Helios kembali dengan membawa kotak musik klasik yang terlihat sudah sangat tua, ia memberikannya kepada Sintaraya sebagai bayaran untuk pisau perak tersebut.
Sintaraya berbenah. "Terimakasih, aku pergi dulu."
"Hati-hati di jalan Nek!" seru Frapsy dengan tangan yang melambai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Yarn
خيال (فانتازيا)Untuk Takdir yang telah menggiringku kesini, Terimakasih. Warning! nsfw 15+ - Alur cerita mundur.