。〔⊹ ⌗ READY〃〕

15 2 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Frapsy sudah membangunkan Helios dari lelapnya. Gadis itu benar-benar tidak bisa menunggu lebih lama lagi, ia harus segera mendapatkan benang itu.

Dengan nyawa yang masing berada di atas awan, Helios membuka matanya. "Bantu Paman berdiri."

Dengan cepat, Frapsy menarik tangan Helios dan mendorongnya ke kamar mandi, gadis itu menunggu Helios di teras toko sembari menatap sendu sekitarnya.

"Frapsy?" panggil Xevlaa dari belakang.

Frapsy menoleh. "Oh, hai."

Xevlaa tersenyum miris, ia tahu rasanya menjadi Frapsy. Sakit sekali, ia menangis ketika mendengar cerita ayahnya tadi malam tentang gadis cantik itu. Betapa beratnya beban yang dipikulnya.

"Ayo berangkat. Xevlaa, jaga toko," ujar Helios yang baru saja menyelesaikan mandi paginya.

Frapsy berdiri dan langsung berlari, tanpa berpamitan kepada Xevlaa pastinya. Sepertinya, gadis bermata bulat besar itu tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Helios mengejarnya dan tidak lupa mengucap salam kepada putrinya.

"Frapsy, tunggu!" kata Helios yang masih mengejar Frapsy.

"Cepat!" sahut Frapsy tak sopan. Ia sudah tidak peduli dengan tata krama, yang diprioritaskan hanyalah benang itu dan takdirnya.

Dan ya, mereka sampai di perbatasan antara desa dan hutan terlarang. Mereka berdua memperhatikan seksama hutan menyeramkan tersebut dan berdoa sebelum memasukinya.

"Pakai ini, di dalamnya sudah Paman beri mantra agar kamu tidak diganggu apapun di dalam sana." Helios menyodorkan sebuah gelang berwarna putih kepada Frapsy.

"Gracias," jawab Frapsy seadanya.

"Semakin gelang itu berwarna gelap, berarti semakin melemah juga mantra yang ada disana. Jadi, selalu berada di dekat Paman," jelas Helios tegas.

Frapsy mengangguk dan menggunakan gelang tersebut. "Paman pakai kayak gini juga?"

"Untuk apa? Paman sudah hafal mantranya," jawab Helios. Dan Frapsy membenarkan ucapannya.

"Oh iya, senjata apa yang kamu bawa?" tanya Helios.

Frapsy mengeluarkan pisau yang sempat ia tukar dengan wanita tua beberapa waktu lalu. "Ini."

"Nice!" puji Helios sembari bertepuk tangan.

***

The YarnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang