Everything is Fine

2.6K 195 33
                                    

Jika keadaan bisa berputar balik Adam lebih memilih dirinya yang tertembak waktu itu, jika ia bisa memilih ataupun meminta ia tak akan membiarkan Cathrina menjadi tameng sehingga peluru panas itu menembus dada sebelah kiri kekasihnya. Ia masih beruntung sebab peluru tersebut tidak sampai menembus jantungnya, namun peluru tersebut hanya berjarak dua senti dari organ vital milik Cathrina. Adam menatap wajah pucat calon istrinya yang masih belum sadar setelah satu minggu menjalani operasi pengangkatan peluru yang bersarang didadanya.

Rindu, tentu saja Adam merindukan kekasihnya. Menyesal sudah pasti, sebab ini semua juga adalah termasuk kecerobohannya. Alvaro berkata jika keadaan Cathrina sudah normal, kandungannya juga baik baik saja, hanya menunggu kapan Cathrina mau membuka matanya. Adam bersyukur sebab Alvaro memberikan kabar baik padanya, meskipun ia harus lebih banyak bersabar untuk menunggu kapan Cathrina akan tersadar dari tidur panjangnya. Adam selalu setia menunggu serta menjaga Cathrina dengan baik, ia bahkan meninggalkan pekerjaannya hanya untuk menemani Cathrina yang terbaring lemah dirumah sakit. Cathrina adalah segalanya, meskipun untuk bersama gadis itu tidaklah mudah, namun Adam tidak pernah menyerah dan kalah. Ia percaya bahwa takdir sudah menggariskan Cathrina untuk selalu bersamanya. Andai saja takdir tidak berpihak mungkin Adam tak lagi bertemu dengan Cathrina setelah insiden penculikan yang pernah Ammar lakukan.

Dan disinilah Adam sekarang, duduk di samping ranjang Cathrina sembari menatap wajah pucat yang masih setia memejamkan matanya. Sesekali diusapnya perut yang tak lagi rata itu, ada getaran yang tak mampu ia ungkapkan, sebab ia tahu bahwa didalam sana tengah tumbuh dua hatinya yang baru berusia beberapa minggu.

"Buka matamu, Sayang!" Adam berkata sembari mengusap pelan pipi Cathrina yang semakin hari semakin tirus itu.

"Apa kau tak merindukanku? Apa kau sudah bosan membuatkan pudding untukku? Apa kau tidak ingin memarahiku ketika aku ketahuan masih merokok dibelakangmu? Anak-anak juga sangat merindukanmu, tapi rinduku melebihi mereka. Buka matamu, ayolah!" Adam bermonolog, berkali-kali ia menghela nafasnya, sebab ini terasa lebih sulit daripada ketika ia berpisah dengan Cathrina selama tiga tahun.

"Bangunlah, Babygirl! Ayo kita harus segera berangkat ke Bali untuk melangsungkan pernikahan, seperti kemauanmu. Semua sudah siap, kau bisa makan Rendang dan Es teller sepuasnya nanti." Ujar Adam lagi.

"Astaga, kau ini berisik sekali. Aku masih mengantuk Michele Adam!"

Adam terhenyak lantas menatap sang pemilik suara yang baru saja menggerutuinya.

"Sayang, kau sadar?" Adam begitu antusias ketika Cathrina mengeluarkan suaranya, meskipun lemah namun Adam mendengarnya dengan jelas, jika itu adalah suara milik calon istrinya.

"Buka matamu, kumohon!" Titah Adam lagi.

Mata lentik itu perlahan bergerak terbuka, beriringan dengan senyum yang terkembang di wajah tampan Adam. Ia sangat yakin jika hal ini akan terjadi, Cathrina benar benar akan menjadi miliknya seutuhnya. Dan ia tak akan membiarkan siapapun mengusik dan mengganggu hubungan mereka kembali.

"Kau menangis?"

Kata itu keluar dari mulut Cathrina ketika ia membuka matanya setelah satu minggu mata itu tertutup tanpa siapapun yang tahu kapan terbuka kembali.

"Ini tangis bahagia, dan kau harus tahu jika ini adalah tangis pertama setelah sekian lama aku berfikir tidak bisa menangis lagi." Ungkap Adam seraya menghujani kecupan kecupan sayang pada Cathrina.

"Apa aku baik baik saja? Apa bayi kita selamat?" Tanya Cathrina begitu tak sabar.

"Alvaro berkata jika keadaanmu baik baik saja, untung peluru itu tidak sampai mengenai jantungmu. Sebenarnya apa yang kau lakukan? Mengapa kau melakukan ini, Sayang? Kau mau bisa saja menghilangkan nyawamu sendiri." Interupsi Adam dengan nada yang berubah kesal.

"Itu karena aku mencintaimu, Adam. Aku tidak ingin melihatmu terluka untuk yang kedua kalinya, sama seperti ketika kau tertembak dirumah Ammar!" Ungkap Cathrina.

"Waktu itu aku ceroboh karena tidak memakai pengaman, tapi pas kemarin itu aku sudah memakai alat pelindung yang lengkap. Tapi ternyata justru kau yang tertembak, aku mengkhawatirkanmu, tapi disisi lain aku juga ingin mengumpati kebodohanmu!" Oceh Adam.

Cathrina hanya tersenyum tipis mendengar kegeraman Adam terhadapnya, jemari lentiknya terulur lantas bergerak membelai perlahan rahang tegas yang di tumbuhi rambut rambut halus dan selalu menjadi kesukaannya, membuat si empunya langsung terdiam dan mimik wajah yang kembali melunak seperti biasa.

"Aku sangat mencintaimu, melebihi nyawaku sendiri. Jangan marah marah lagi, aku masih ada disini, disampingmu. Dan sampai kapanpun akan seperti itu. Aku dan takdir sudah bersekongkol, jadi kemanapun kau pergi, aku akan tetap berada disisimu." Ucap Cathrina.

"Jangan pernah melakukan hal bodoh seperti itu lagi, jangan membuatku kembali khawatir sebab kecerobohanmu sendiri. Aku bisa gila jika sampai sesuatu hal yang buruk terjadi padamu!" Sambung Adam lantas mengecup singkat bibir ranum yang berwarna sedikit pucat dari biasanya.

"Sayang, dimana Juan?"

Adam sontak membelalakkan matanya, ketika kekasihnya menanyakan pria lain disaat ia baru saja tersadar dari koma-nya.

"Kau menanyakan Juan?" Pekik Adam sembari mengusap kasar wajahnya.

"Aku mau es teller-ku, Adam! Waktu itu kau sendiri pun tahu jika aku tidak sempat memakan es teller buatan Juan, bukan?" Ujar Cathrina menjelaskan maksudnya mencari Juan.

"Es Teller, lagi?" Adam terbahak ketika kekasihnya masih menginginkan es teller sejak hari itu.

"Tunggu sampai Alvaro kembali, ia akan memeriksamu dan kau baru bisa menikmati es teller mu!" Adam mengelus puncak kepala Cathrina sebelum akhirnya ia mengambil ponselnya untuk menghubungi Alvaro yang beberapa jam yang lalu berpamitan untuk kembali kerumah sakit.

Cathrina memang di rawat dirumah sejak Alvaro mengatakan bahwa keadaan gadis itu baik baik saja dan semua prgan dalamnya normal, meskipun begitu akan ada beberapa perawat dan juga Alvaro yang sementara tinggal dirumah Adam untuk bisa memantau keadaan Cathrina setiap saat. Alvaro merupakan dokter senior yang menjadi dokter pribadi bagi keluarga Adam sejak kedua orangtua Adam masih hidup.

Cathrina meraba dada sebelah kirinya, ia mendapati sebuah perban tebal yang menempel disana. Ia tahu jika itu adalah penutup luka bekas tembakan itu, rasanya masih sedikit nyeri. Namun Cathrina bersyukur sebab payudaranya masih utuh, ia sempat was was ketika baru saja tersadar ia akan mendapati bahwa payudaranya hanya tinggal sebelah. Tapi ternyata semua itu tidak terbukti, ia bernafas lega sebab kelak ia masih bisa memberikan ASI untuk anak anknya.

"Alvaro akan tiba lima belas menit lagi, aku juga sudah menghubungi Mama dan keluargamu yang lain, jika ka sudah tersadar. Anak anak sangat senang, dan mereka sedang dalam perjalanan kemari...

"Lalu es teller-ku? Kau tidak melupakannya kan?" Potong Cathrina sebelum Adam sempat menyelesaikan ucapannya.

"Kita harus menunggu Alvaro terlebih dahulu. Apakah kau bisa mengkonsumsi makanan itu atau tidak, tapi tenanglah, jika Alvaro mengijinkan aku sudah memberitahu Juan untuk tidak keluar rumah terlebih dahulu sampai pemeriksaanmu selesai." Ungkap Adam lantas mencium kening Cathrina sangat lama.

Nyaman, itulah kata yang tepat untuk mewakili isi hati Catrhina ketika ia berdekatan dengan Adam. Ini pertama kalinya ia jatuh cinta dan mencintai seorang pria, dan ternyata cintanya pada Adam tidak pernah ia duga sebelumnya. Jika memngingat awal pertemuan mereka, Cathrina bisa terkikik geli. Sebab ia mengingat bagaimana ia mati matian menolak Adam yang menurutnya memiliki sifat pengatur dan sangat otoriter. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata sekeras apapun Catrhina menolak ia bisa luluh juga oleh besarnya cinta Adam terhadap dirinya.

~END

~or NEXT?????

I Wanna You x Michele Morrone #2 (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang