Seyakin itu Jeno merasakan besar cintanya seolah tak terpatahkan. Sekalipun pada kenyataan yang ada, pemilik hati Minho yang sesungguhnya sudah kembali. Tentang depresi yang dialami Minho memang puncaknya adalah ketika ia pingsan di toko buku milik Seungmin. Selama seminggu ini Jeno hanya datang ke rumah sakit, namun duduk dalam diam di salah satu kursi di tengah taman. Bunga yang ia bawa cukup di berikan kepada perawat, sebagai wakil dirinya. Logika nya masih berjalan, karena memang cinta selalu seperti ini. Tidak pernah bisa di paksakan, dan tidak pernah bisa dipilih akan jatuh kepada siapa.
"Terimakasih untuk tujuh mawar merah indah dari mu selama tujuh hari ini." Minho datang entah dari mana dan sejak kapan sudah duduk disisi Jeno. Tangan kirinya memegang tiang infus beroda itu agar tetap berada di dekatnya. Sedangkan pakaian rumah sakit berwarna baby pink itu tampak sangat indah saat dikenakannya. Jeno kembali goyah dan bimbang saat menatap senyum itu lagi.
"Kau seharusnya berada di kamarmu dan istirahat." Jeno sedikit menggeser duduknya agar Minho lebih nyaman.
"Aku ada disana selama ini…" Telunjuk Minho di bawa menuju salah satu jendela bangsal yang menghadap langsung ke taman rumah sakit.
"Saat bunga itu sampai pada ku, aku langsung berdiri menuju jendela. Berharap kau akan bangkit dari bangku ini dan menjenguk ku." Minho merajuk pura-pura untuk mencairkan suasana yang kaku saat ini.
"Aku hanya ingin menjadi realistis dan berlogika. Hyunjin benar, bagaimanapun mengambil milik orang lain adalah kesalahan." Minho memutar posisi duduknya menghadap Jeno, mengamati lelaki tampan itu sangat dalam.
"Tuan Lee kau tau aku menjadi orang yang sangat beruntung karena di cintai oleh mu. Sekaligus aku menjadi orang yang paling menyesal karena tidak dapat membalas cinta itu." Jeno masih menunduk, seperti menghindari adu pandang dengan seseorang yang amat dicintai nya itu.
"Kesalahanku adalah membuatmu jatuh cinta, katakan apa yang harus aku lakukan untuk menebus semua selain menerima cinta mu ? Ak-aku minta maaf…. Hiks" Minho menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, mengabaikan selang infus yang bergoyang bebas terkena hembusan angin. Isakannya menjadi lagu pengiring keterdiaman dua anak adam itu. Taman rumah sakit berubah menjadi sendu, sangat sendu seperti airmata Minho yang tidak kunjung berhenti karena rasa menyesal dan bersalah.
"Hei… jangan menangis kau tidak salah. Tidak ada yang salah disini, aku tidak bisa merencanakan akan menjatuhkan cintaku pada siapa. Dan begitupun aku tidak bisa memaksamu untuk menjadi milikku dan mencintai aku juga." Minho mengusap ingusnya pelan, kembali menatap Jeno. Semakin merasa bersalah kala melihat bibir itu nyatanya masih bisa tersenyum sedang ia sendiri tau bahwa hatinya tidak sedang baik-baik saja.
"Mari berteman ?" Jeno mengulurkan kelingking kanan nya, semakin gemas melihat Minho yang menatap bingung tanpa berkedip.
"Mari berteman…" kelingking mereka bertaut, Jeno sudah menjadi lebih baik saat melihat tawa itu berderai indah karena dirinya. Tak apa mereka hanya berteman asal Minho bahagia, maka Jeno akan menjadi bahagia pula. Bukankah cinta yang sesungguhnya seperti itu ?
"Astaga cucu oma.. Kenapa sudah secerdas ini, uhhhh. Oma merindukan mu Jeonginie..." Woojin sedang bermain bersama Jeongin hari ini. Setelah tiga hari berlibur di Jeju bersama Daniel ia kehilangan akses karena jaringan ponsel yang sangat buruk. Padahal biasanya paling tidak dalam sehari ia akan melakukan panggilan video sebanyak tiga kali dengan cucunya.
"Tidak merindukan ku juga ?" Hyunjin bergabung memberi ciuman singkat di pipi kiri ibu nya.
"Sepertinya tidak Hyunjin, kau sudah terlalu tua untuk ku rindukan." Woojin mengabaikan anak tunggalnya yang tidak berhenti mencibir. Ia sudah tidak peduli karena fokusnya saat ini hanya untuk Jeongin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Me To The Begining (Hyunmin Ver)
Fanfiction"Aku tidak mau menikah denganmu dasar dower" -Seungmin "Aku juga tidak mau menikah denganmu dasar mong" -Hyunjin