"Sa, saya akan menunggumu sampai kamu keluar!" teriaknya, aku tahu dia tepat berada di daun pintu ruanganku. terserah mau menunggu sampai mati di sana, aku tidak akan peduli!.
Aku keluar dari ruanganku, berjalan menuju ruang operasi melalui jalan lain. aku tidak ingin bertemu dengan Arkan yang sedang menungguku di depan. setelah mengenakan APD untuk menangani operasi, aku memasuki ruangan operasi yang selalu steril. semua tim ku tampak tersenyum menyambut kedatanganku.
"Mari kita mulai," ajakku. sebelum memulai, aku memimpin doa untuk keberhasilan operasi. Semoga diberikan kelancaran sampai selesai. tunggu, aku salah, bukan hanya timku yang menyambutku, ternyata ada orang penting di pojok sana yang akan menyaksikan aksi ku di ruang operasi. dokter Albert beserta jajarannya dan keponakannya memusatkan perhatian penuh kepadaku. aku harus profesional tidak boleh teringat masalahku dengan Arkan.
"Scapel," ucapku menginstruksi Nia setelah dokter Anastesi menangani tugasnya. Nia segera menyerahkan benda yang ku minta. aku sedikit Memperhitungkan sebelum benar-benar menyayat kulit pasien. pasalnya terdapat luka sayatan lain di tubuhnya. prinsip membedah adalah tidak boleh melukai tempat yang lama.
"Berapa tanda-tanda vitalnya?" tanyaku, disela-sela proses operasi ini, penting sekali bagiku mengetahui tanda Vital pasien sebagai penunjang keberhasilan operasi.
"Tekanan darah 110/80mmHg, nadi 84x/menit, respirasi 22x/menit, suhu 36,4°C, Spo2 99%. Semua dalam batas normal dok," ucap dokter Ana, timku sekaligus rekan kepercayaanku.
"Kalian pantau terus vitalnya, jika terdapat perubahan, segera beritahu saya," ucapku lalu mulai menggerakkan tanganku perlahan membuat pola sayatan. aku membuka bagian organ mengakses area yang terkena Tumor. sebelum mengangkat Tumor tersebut, aku mencari dan mengidentifikasi bagian tepi Tumor. barulah aku mengangkat Tumor perlahan-lahan dengan Hati-hati guna menghindari kerusakan pada jaringan sehat lainnya.
"Gunting dan pinset anatomis," ucapku menginstruksi Nia kembali. Dengan perlahan aku mengangkat Tumor, setelah memastikan tidak ada kesalahan atau perdarahan yang keluar, aku menjahit kembali tempat itu.
dimulai menjahit bagian terdalam sampai terluar sayatan, aku mengeluarkan banyak energi untuk ini. tubuh manusia terdiri dari banyak lapisan dan jaringan kulit. satu sayatan saja tidak bisa langsung membuka jaringan terdalam tubuh. menjahit pun bukan sembarang menjahit, harus memastikan area sekitarnya jangan sampai melukai tempat lain. setelah sampai pada penjahitan terluar kulit, menutup luka dengan perban, akhirnya selesai juga operasi ini.
"Sekarang kalian bisa melanjutkan tanpa saya bukan?" lontarku, mereka mengangguk kompak. ya saatnya aku beristirahat. tidak tahu sekarang pukul berapa, biasanya aku menghabiskan empat sampai enam jam untuk satu operasi pengangkatan tumor. aku benar-benar merasa lelah. untunglah sekarang tinggal pemantauan yang akan dilanjutkan oleh koas yang bertugas.
Aku membuang sarung tangan steril di tempat sampah medis, kemudian bergegas menemui dokter Albert. aku ingin mengajukan satu pertanyaan padanya, apa tujuannya berada di sini menyaksikan kemampuanku di ruang operasi.
Bukannya bertemu dengan dokter Albert, yang tersisa malah keponakannya. aku tersenyum kecut melihatnya mendatangiku dengan langkah kaki heels cantiknya yang menggema. dia selalu mengutamakan kecantikan pada benda yang dia pakai di bagian kaki itu. seolah menurutnya orang akan melihat kakinya lebih dulu baru wajahnya.
"Ehem," dehemnya bermaksud menyapaku. tak berminat menatap wajah Clara, aku memalingkan wajah ke samping mendapati Arkan yang ternyata masih berdiri menungguku menyandarkan punggungnya pada dinding rumah sakit di ujung sana. dia memandangiku dari jauh, mungkin dia akan menemuiku setelah Clara pergi. apa dia tidak memiliki pekerjaan lain selain menungguku berjam-jam disini?.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You My Captain
RomanceZhezsha Arnasatya Auristela Tamara adalah seorang dokter ahli bedah harus berhadapan dengan Tentara berpangkat kapten, Arkana Felix Wigara Prasetya karena perjodohan yang sudah diatur oleh kedua orang tua mereka, sifat mereka saling bertolak belakan...