Part dihapus untuk kepentingan penerbitan
=====Sudah beberapa hari ini, Dyah tidak makan, tidak keluar dari kamarnya. Bahkan pembantunya— Bi Asih tidak bisa membujuk Dyah sekalipun.
Dyah meringkuk di dekat jendela, mata menatap kosong ke depan. Pikirannya hanya tentang kerinduannya pada Rina dan Dita, dan ia rindu suasana rumahnya dulu.
Rindu teriakan Dita yang meminta cokelat,
Rindu suara mama yang selalu menyayanginya.
Rindu sangat rindu akan hal dulu. Jujur, Dyah sudah tidak kuat dengan suasana seperti ini. Dirinya sangat lemah tanpa ada orang yang bisa mengendalikan dirinya. Ya, Rina dan Zeddy yang sering menenangkan dirinya. Tapi semuanya sudah berbeda. Bahkan ia tidak tau harus menyalahkan siapa.
MWEWONG
Kucingnya yang bernama Lano itu berlari dan duduk dipangkuan nya, mengelus kepalanya di kaki Dyah yang masih terdiam.
MWEWONG.
"Lan, lo pergi dulu ya, gue butuh sendiri." Dyah mendorong tubuh kucing kecil yang sangat merindukan majikannya itu jauh darinya.
Dyah sudah seperti gadis gila. Wajahnya sangat pucat, tulang selangka yang sangat terlihat, sekitar mata yang sudah berwarna cokelat, dan rambut yang tidak rapi. Mengenaskan.
"Non Dyah, makan yuk" mungkin sehari ini sudah sepuluh kali lebih bi Asih membujuk Dyah makan. Tapi makanan itu selalu dijauhkan darinya, jika bi Asih tidak pergi, dirinya akan disembur habis-habisan oleh majikannya.
Sengaja ia menyuruh semua satpam dan penjaga rumahnya untuk tidak menerima tamu, terutama Ocin dan Sofi. Ia tidak ingin semuanya tau apa yang sedang ia alami.
"Non, ada tamu." Ujar bi Asih, dan membuat Dyah menoleh.
"Saya sudah bilang! Jangan menerima tamu siapapun!!!" Bentak Dyah sangat murka membuat pembantunya ketakutan.
"Ba-baik non, bibi akan segera usir." bi Asih undur diri dan bergegas keluar dari kamar Dyah.
"Bi Asih!" Panggil sosok lelaki bertubuh tinggi yang sudah berdiri di depan kamar Dyah.
"Den Zeddy," ucap Bi Asih gugup saat harus melaksanakan apa yang Dyah perintah. "Non Dyah tidak ingin di temui." Lanjut bi Asih penuh dengan keberanian tanpa melihat wajah Zeddy.
Zeddy menghela nafas panjang, dengan langkah yang berat, ia memasuki kamar Dyah dan mengabaikan larangan Dyah. Bi Asih hanya pasrah. Karena setahunya, lelaki itu kekasih majikannya.
Zeddy melihat kondisi gadis yang ia cintai, membuatnya sangat terluka. Apa ini karena ulahnya? Jujur, waktu kekacauan ini terjadi, Zeddy merasa bodoh saat dirinya melihat ada banyak makanan di dapurnya, dan ia baru sadar, bahwa Dyah tengah mempersiapkan acara anniversary mereka yang pertama. Dan bodohnya Zeddy menghancurkan itu semua. Tapi ia bisa apa? Mencoba hubungi Dyah, tapi gagal. Alhasil, ia tidak bisa mengendalikan dirinya.
Dyah menyadari suara langkah kaki yang sudah mendekat. Masih dengan posisi menatap kosong ke arah luar jendela. "Siapapun lo, plis. Pergi. Gue butuh sendiri." Ucap Dyah menahan amarahnya.
Zeddy langsung duduk di sebelah Dyah, membelai pelan rambut panjang yang saat ini tak terurus, dan dibawa kepala Dyah bersandar di dada bidangnya. Tak ada penolakan dari Dyah, karena sesungguhnya gadis itu butuh kehangatan. Bahkan Dyah masih tidak tau siapa yang datang, tapi ia bisa menebak dari aroma parfum yang sudah dihafalnya.
"Anindya Tsania Putri, maafin pacar lo yang bajingan ini. Gue tau, gue udah ga berhak buat dapat maaf dari lo. Karena gue udah membuat pacarnya seperti ini." Zeddy sadar tidak pantas menyebut dirinya pacar Dyah. Tapi, ia tidak akan melepaskan Dyah dari hidupnya, selagi ia mampu.
Suara itu. Jujur, ada dua hal yang Dyah rasakan. Rindu, dan sangat benci. Dyah menoleh sekilas, dan kembali seperti semula tanpa bersuara.
Miris. Itu yang dirasakan Zeddy saat melihat kondisi Dyah. "Makan ya, gu- eh Aku suapin " mungkin karena kesalahannya cukup besar, membuatnya gugup tidak karuan. Ia bingung harus bersikap bagaimana.
"Pergi. Gue mohon." Tutur Dyah seraya menjauh dari tubuh Zeddy. Tapi lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya. Ia sudah hafal bagaimana meredakan emosi Dyah. Tidak seperti dirinya, yang bodoh mengendalikan emosi dirinya sendiri.
Pelukan Zeddy masih sama. Sama kayak dulu yang bisa menenangkan dirinya. Langsung saja isakannya pecah di dada Zeddy. Ia nangis sejadi-jadinya.
"Boleh gue jelasin semuanya?"
Dyah tak menjawab pertanyaan Zeddy, ia menjauh walaupun Zeddy berusaha menahannya. "Percuma dijelasin. Semuanya udah terjadi. Gue butuh waktu sendiri," memori nya kembali mengingat kejadian Zeddy yang sangat mengecewakanya. Dan itu awal dari semua kesuraman hidupnya.
"Dy, gue tau gue salah. Tapi lo ga boleh kayak gini. Lo ga boleh terlihat hancur seperti ini. Karena itu makin buat gue ga berguna di dunia ini."
Bukan cuma gara-gara Lo Zeddy, tapi ini lebih dari yang Lo kira.
Zeddy menarik nafas dalam-dalam, membasahi tenggorokan dengan salivanya. Sebelum ia memberikan keputusan yang sangat berat."Okey, kalo ini gara-gara gue lo gini, gue bakal lepasin lo. Gue bakal pergi jauh-jauh dari hidup lo. Asal, lo ga kayak gini Dyah." Zeddy menarik paksa tubuh Dyah ke dalam pelukannya. Ia sudah terlalu peka terhadap Dyah.
"Hiks"
"Nangis sepuasnya Dy. Gue tau lo butuh seseorang yang bisa jadi sandaran lo. Gue tau itu. Untuk kali ini, sebelum gue pergi dari kehidupan lo, beri gue kesempatan untuk memperbaiki kesalahan gue."
Pedih rasanya mendengar ucapan Zeddy. Jelas-jelas bukan sepenuhnya Zeddy salah.
"WOY! MENJAUH LO DARI DYAH! SEBELUM GUE NGATASIN LO SECARA JANTAN!!!" Hardik Jeff yang tiba-tiba datang dan langsung memisahkan keduanya. Lengan Dyah sempat sakit karena tarikan Jeff yang entah itu sengaja atau tidak.
"Jeff! Apa sih lo?! Ga usah main kasar gini. Kita bicarakan baik-baik!" Balas Zeddy emosi sedikit naik.
Jeff sudah sangat kesal. Amarahnya diujung tandus saat melihat Zeddy. Pikirannya hanya benci melihat Zeddy yang karenanya semua ini terjadi. Hingga imbasnya terkena keluarganya. Tak bisa mengontrol emosinya, Jeff langsung memberi pukulan sangat keras diperut Zeddy.
"ZEDDDY!" teriak Dyah syok melihat kelakuan Jeff. Jeff terus menghajar Zeddy yang tidak menyerang balik. Karena pikir Zeddy, ia pantas mendapatkan itu. Sedangkan Dyah beranjak dan untuk menghentikan serangan Jeff.
Dyah mendekat dengan kepala sangat pusing. "Jeff! Hentikan!" Geram Dyah sambil menarik lengan Jeff. Tapi Jeff sudah kebakar emosi, langsung menghempaskan tubuh Dyah hingga tersungkur di ranjangnya.
Tega! Bahkan sifat Jeff semakin keras. Apa ini sifat dulunya seorang Jefflano Wiyaja?
Iya. Bahkan Jeff lebih parah dari ini. Jeff yang dulu sangat menyeramkan, tidak mau dibantah, dan suka bermain dengan wanita di club. Tapi fakta yang terakhir, Jeff sudah sangat menutupi pada orang baru disekitarnya. Itu sudah tiga tahun yang lalu!
Zeddy yang lemah dilantai, dan melihat Dyah diperlukan seperti itu, Zeddy memaksakan diri untuk bangkit. "Erghh!" Sial, tubuhnya sangat sakit. Ia sudah tumbang.
"Dy-dyah, je-eff." Kata Zeddy menahan sakitnya. Jeff yang baru sadar dari khilafnya, langsung menghampiri Dyah yang memegang kepalanya sambil meringis kesakitan.
Dyah sangat pusing, menahan tubuhnya saja sudah tidak bisa. Seolah seluruh tenangnya menghilang. Mungkin, ia akan segera mati, dan itu lebih baik. Pikir Dyah sebelum akhirnya gelap
======
Hai! Aku apdet skrng takut nanti ga bisa up!
Hahahah dahla! Alafyu all!
Oh iya. Kayaknya nanti tengah malam aku apdet. Ga tau sih. Liat dulu ya:')
KAMU SEDANG MEMBACA
1KM [TERBIT]
Teen Fiction[PRE-ORDER 01-20 FEB 💗] TERBIT di Penerbit Garca💗 [JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA] [SMA Trisakti] "DYAH!! MAMA KECEWA SAMA KAMU! KAMU ITU ANAK YANG GA BISA DIPERCAYA!! MAMA KECEWA!!" Wanita itu marah seperti suara petir yang juga ikut marah pada...