Juna.
"Jadi siapa nama lo?" pertanyaannya membuat gue menarik sebuah helaan napas pendek. Jarak antara gue dan dia kurang lebih satu meter jauhnya, gue memandanginya lekat-lekat. Tubuhnya yang jangkung, mungkin sekitar sedagu gue. Rambut hitamnya yang jatuh di punggung dengan sempurna, juga sebuah senyum yang sampai sekarang nggak bisa gue artikan sebagai senyum yang hangat.
Perempuan di depan gue memiringkan kepalanya, membuat rambutnya ikut bergoyang tertiup angin pantai.
"Juna." Gue berucap. "Arjuna Kamajaya."
"Nama lo bagus, kayak orangnya."
"Apa lo lagi menggoda gue?"
"Yang barusan gue lakukan itu memuji, kalo menggoda beda lagi."
"Bedanya?"
Dia mendekat sebagai jawaban. Perempuan di depan gue ini sama sekali nggak ragu saat mengambil langkah demi langkah supaya tubuh kami berdekatan. Gue bisa mencium aroma citrus dari tubuhnya yang cukup terekspos karena dia menggunakan baju of shoulder juga celana pendek yang memperlihatkan pahanya, namun dia menutupi pahanya dengan kain bali berwarna merah muda. Meskipun begitu, gue harus mengakui jika perempuan di depan gue ini sama sekali nggak kehilangan daya tariknya.
Jarak antara gue dan dia mungkin hanya sebatas jengkalan jari. Gue nggak mau terlihat lemah, makanya gue menatap matanya yang terus memandang gue intens seolah menantang gue untuk adu bertatap. Lama kelamaan dia mendekatkan wajahnya ke gue, gue nggak bisa bohong kalo dada gue sempat berdebar, tubuh gue juga bergetar sebagai respon dari apa yang dia lakukan, namun gue masih mencoba tenang.
Wajah mulusnya berhenti persis di samping telinga gue, bibirnya yang dilapisi lipstik berwarna merah itu berbisik lirih, namun sangat cukup untuk membuat gue menahan napas mendengar suaranya yang berhasil bikin jakun gue naik turun.
"Salam kenal, Juna." Katanya. Iris masih berada di samping wajah gue selama beberapa saat, ketika dia memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya. "Tapi gue belum sayang sama lo. Kenal aja dulu."
Gue langsung terkekeh mendengar ucapannya barusan. "Jadi ini bedanya godain sama muji?"
Iris memundurkan wajahnya, lantas menatap gue dengan senyum miringnya. "Itu bedanya dan gue sedikit ngarep lo bergetar, tapi kayaknya lo sama sekali nggak tergoda."
Gue menarik napas pendek. "Besok sore lo ada acara?"
Dia menggeleng. "Nggak, kalopun ada bisa gue batalin kalo lo ngajak gue janjian."
"Waw."
"Nggak usah kaget gitu, gue nggak biasanya cepat akrab dengan orang asing."
"Jadi gue orang asing?"
"Kalo lo mau lebih dari orang asing juga boleh."
Jujur, gue cukup terkejut dengan cara dia membalas setiap kalimat gue, dia sama sekali nggak terkesan gugup alagi takut. Malah bisa dibilang dia cukup aktif dan menjadi pihak yang membawa pembicaraan ke arah tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG SEPASANG
Aktuelle Literatur(SELESAI) "Lo itu rumah gue, mau gimanapun keadaannya, gue akan kembali ke lo dan seperti janji yang kita buat, jangan sampai ada kata putus diantara kita." Tadinya gue berpikir begitu, tentang hubungan gue dan Mirah, tapi sepertinya nggak akan semu...