19 - Tentang Putus

190 27 5
                                    

Iris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iris.

Malam-malam berikutnya masih menjadi malam yang tegang sekaligus membuat sesak bagi gue dan Juna, karena gue dan Juna masih sama-sama mengikuti ego masing-masing untuk saling diam dan nggak menyapa selama beberapa waktu. Juna akhirnya mengalah kali ini, dia milih untuk melunak ke gue setelah beberapa hari dia memutuskan untuk nggak mau bicara dengan gue. Ketika seharusnya gue lah yang paling marah dan tersakiti di sini. Jujur, perlahan gue mulai takut jika Juna benar-benar akan meninggalkan gue sendirian dan dia kembali lagi dengan Mirah. Gue takut.

Sungguh, tapi gue pun nggak bisa memaksanya tetap di sini, karena rasanya percuma, bukan gue yang ada di hati dan pikirannya.

Malam ini, gue baru selesai untuk pembacaan naskah film baru yang akan gue bintangi. Pihak manajemen menyarankan gue untuk mulai merambah ke dunia akting dan perfilman. Gue nggak keberatan, lagipula itu akan membuat gue semakin sibuk sehingga nggak ada waktu untuk gue memikirkan hal-hal nggak berguna. Tapi sayangnya, semuanya nggak berjalan seperti yang gue mau.

Saat berjalan keluar dari kantor, mata gue langsung menangkap sosok Juna yang berdiri sambil menyandarkan punggungnya ke pintu mobil. Langit sudah gelap, tapi cahaya lampu di atas Juna berhasil membuat dia jadi objek yang paling menarik mata gue. Gue menarik napas panjang, malam ini gue sebenarnya belum ingin bertemu dengan Juna ataupun bicara dengannya.

"Iris." June menghampiri gue lantas meraih tangan gue untuk mendekat.

"Apaan sih, Jun? Gue tuh capek dan gue males ribut sama lo."

"Gue nggak ngajak ribut, Ris. Gue mau bicara baik-baik sama lo, gue mau kita baikan."

"Baikan? Nggak usah bercanda, Jun."

"Gue serius, Ris. Gue juga capek untuk diem-dieman sama lo gini. Gue mau kalo ada masalah ya ayok dibicarain baik-baik."

"Serius lo hanya bertahan satu hari, besoknya nggak tau deh gimana." Jawab gue agak tinggi. Nggak ada keramahan darinada gue bicara, iya gue tau gue pun nggak seharusnya begini ke Juna, tapi gue nggak bisa kontrol perasaan gue kalo gue masih begitu kecewa dengan sikapnya.

"Ris, plis, kita harus bicara." Suara Juna melunak dan jelas dia berusaha keras untuk nggak membalas nada ketus gue barusan.

Gue pun menarik napas pendek, lantas berpikir sebentar.

Malam ini Juna jemput gue di depan kantor, gue nggak bisa tiba-tiba pergi dan nggak menghargai usahanya. Gue bicara sebentar sama Nares untuk pulang tanpa gue, gue akan ikut mobilnya Juna aja malam ini dengan harapan suasana yang canggung dan kaku beberapa waktu bisa mencair seiring berjalannya waktu.

"Gimana hari ini, Ris?" Juna bertanya tepat setelah mobilnya merayap di jalan raya. Gue menyandarkan punggung gue di sandaran jok mobilnya, kepala gue menoleh untuk melihat raut wajahnya yang terlihat seperti dipaksa untuk lembut ke gue

TENTANG SEPASANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang