Iris.
"Mas Diran, gue takut." ucap gue ketika dua kali sudah laju lift terhenti bersamaan dengan sebuah suara nyaring terdengar memekakan telinga. Gue langsung menyentuh tangan Mas Diran, memegangnya erat-erat. Mungkin lebih tepatnya gue mencengkeram, karena saking takutnya. Ini sudah jam sebelas malam, yang itu artinya nggak banyak lagi orang atau staf yang masih ada di gedung. Gue nggak mungkin kan mati muda seperti ini? masih banyak yang mau gue capai dan itu belum kesampaian semua, gue juga belum merasa bahagia sepenuhnya.
Dalam hati gue berdoa pada Tuhan untuk menyelamatkan gue dan Mas Diran dari celaka.
Gue memejamkan mata seraya terus menggenggam erat tangan Mas Diran, gue tau dia berusaha untuk nggak panik dan mencoba untuk menghubungi pihak keamanan.
"Mas Diran.." gue kembali mencicit dengan genangan air mata yang mulai menetes di pipi gue. Gue nggak mau mati begitu saja, gue nggak mau. Gue mendongak waktu Mas Diran menyentuh bahu gue lantas mencondongkan tubuhnya ke gue.
Dia menatap mat ague lekat-lekat seolah mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan nggak ada yang perlu gue khawatirkan selama ada dia di sini. "Ris, lo percaya sama gue, kan?" tanyanya dengan mantap. Gue belum sempat menjawab pertanyaannya ketika lift kembali terjun bebas dan gue merasakan Mas Diran memeluk gue, dia mencoba untuk melindungi gue dari benturan. Tangannya melingkar erat di kepala dan pinggang gue.
Jantung gue sudah bertalu-talu, suaranya bahkan bisa gue dengar dari jauh. Kaki gue gemetar hebat rasanya gue nggak sanggup untuk terus berdiri.
Dua detik kemudian lift kembali terhenti. Gue masih berada di pelukan Mas Diran, gue pun nggak berniat melepaskan pelukan gue ke dia. Gue takut, sungguh gue takut. Benar-benar takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada kami berdua.
Gue menjauhkan wajah gue dari dada Mas Diran setelah lift berhenti untuk sesaat, gue mencoba melihat wajah Mas Diran.
Sebelum itu, gue mendengar suara tabrakan hebat antara tubuh Mas Diran dengan dinding lift. Gue baru sadar saat dia merintih menahan rasa sakitnya. Satu tangannya kini terlepas, dia memegang bagian punggungnya. Gue menatap wajahnya dengan khawatir, namun belum sempat gue bertanya Mas Diran sudah membuat gue kembali dalam pelukannya.
"Mas.. Mas Diran!?" Gue mulai panik waktu dia nggak menjawab panggilan gue. Dia menggigit bibir bawahnya saat gue dan dia sama-sama jatuh terjerembab di lantai lift. Mas Diran lebih dulu berdiri lantas membantu gue untuk berdiri, lantas setelahnya Mas Diran kembali membawa gue dalam rengkuhannya.
"Gue nggak apa-apa." Katanya seolah tau kalo gue lagi mengkhawatirkan keadaannya. "Lo nggak apa-apa, Ris?"
Gue nggak bisa jawab dengan suara, jadi gue hanya mengangguk lemah. Kedua tangan gue masih melingkar di pinggang Mas Diran. Mas Diran mencoba kembali menghubungi pihak keamaan setelah beberapa kali gagal. Dia juga memberikan pesan melalui CCTV yang mungkin masih menyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTANG SEPASANG
Genel Kurgu(SELESAI) "Lo itu rumah gue, mau gimanapun keadaannya, gue akan kembali ke lo dan seperti janji yang kita buat, jangan sampai ada kata putus diantara kita." Tadinya gue berpikir begitu, tentang hubungan gue dan Mirah, tapi sepertinya nggak akan semu...