Ego

2.8K 498 31
                                    

Haechan membanting map yang tadi di sodorkan Mark dengan kasar diatas mejanya dan mengagetkan semua orang yang ada disana. Termasuk Mark yang hampir terjatuh dari kursinya.

Sementara Haechan mendengus kencang. Emosinya sudah ada dipuncak dan ia benar-benar kesal saat ini. Ia menatap tajam Mark yang kini menatapnya tanpa kata.

Haechan kembali membuka map yang tadi dibawa Mark dan memperlihatkan skripsi yang tadi Mark sodorkan padanya. Haechan menepuk kasar tumpukan kertas itu lalu mendesis kesal.

"Kamu itu emang gak ada niat sama sekali ya? Mau kamu apa? Ini udah bimbingan ke berapa? Isi skripsimu masih ngawur semua! Niat wisuda gak sih?!"

Suara melengking Haechan kembali mengaggetkan mereka. Mark tergagap lalu mengangguk cepat, "Niat kok Mbak Dosen Cantik, kan mau nikahin kamu."

"HEH!!"

Mark dengan spontan menundukkan kepalanya saat melihat Haechan yang melotot padanya.

Haechan mendengus lalu menatap Mark tajam, "Denger omongan saya ya Mark. Kamu itu udah semester 12, kalo kamu gak selesai 2 semester lagi kamu bakalan di drop out! Kamu gak mikirin gimana capeknya orangtua kamu hah?"

Mark yang tadi menundukkan kepalanya segera mendongak. Ia menatap Haechan lalu tersenyum canggung, "Maaf, tapi bisa jangan bahas orangtua?"

"Kenapa? Malu kamu kalo saya ingetin orangtua kamu yang capek nyari biaya buat anaknya sekolah tapi kerjaan anaknya malah kayak begini? Saya tau ya kalo kerjaan kamu itu kebanyakan main atau gak nongkrong gak jelas."

Mark mengalihkan tatapannya sejenak dan menarik nafas pelan kemudian menatap Haechan kembali, "Jangan bahasa orangtua ya, nanti saya revisi--"

"Biar kamu sadar sekalian!"

Haechan menyentak kasar. Ia menatap Mark tajam lalu melirik Jeonghan yang heboh menyilangkan tangan dan menggelengkan kepalanya. Haechan mendengus.

Haechan menatap Mark yang terdiam lalu berdecih pelan, "Tipe mahasiswa yang gak mikirin kerja keras orangtua ya kayak kamu. Kamu itu cowok! Suatu saat bakalan jadi pelindung orangtua kamu. Tapi kalo kamu pas skripsi gini aja masih gak jelas begini, gak hargain orangtua juga. Terus bakalan kayak gimana orangtua kamu nanti? Kamu kayak orang yang gak pernah di ajarin orangtua tau gak? Malu orangtua kamu punya anak kayak kamu gi--"

"Bu Haechan."

Mark memotong ucapan Haechan dan menatap Haechan tepat pada matanya. Menusuk dengan tatapan dingin yang tak pernah Haechan lihat.

"Saya minta maaf untuk hari ini dan beberapa waktu belakangan karena sudah mengganggu waktu Ibu. Bimbingan selanjutnya saya pastikan tidak akan seperti ini lagi."

Haechan mengerjapkan mata dan memundurkan tubuhnya saat Mark berdiri di hadapannya. Entah kenapa Haechan baru menyadari jika ucapannya tadi terlalu berlebihan.

Haechan berdehem pelan, "Ya--"

"Dan saya memang anak lelaki yang memalukan. Tidak bisa melindungi orangtua saya sendiri sampai mereka pergi dan saya memang tidak pernah mendapatkan pelajaran apapun dari orangtua saya semenjak--"

Mark menutup mata lalu menghembuskan nafas berat lalu membuka matanya perlahan. Dan Haechan tersentak saat melihat goresan luka itu di bola mata Mark.

"Sekali lagi saya mohon maaf, selamat siang."

Mark tersenyum tipis lalu mengambil barang-barangnya dan meninggalkan ruangan dosen yang masih terasa aneh. Haechan kembali mengerjapkan matanya, barusan tadi apa?

"Orangtua Mark meninggal saat ia berusia 8 tahun. Mark selalu berpikir itu kesalahannya. Mereka mengalami kecelakaan saat akan mengabulkan keinginan Mark yang ingin bermain di pantai."

Haechan menoleh dan menatap Jeonghan yang tersenyum lirih. Haechan meremat kedua tangannya gelisah. Jantungnya berdetak kuat penuh rasa bersalah.

"Udah gapapa, kan kamu belum tau. Besok minta maaf aja ya Chan, gak ada salahnya kok."

Haechan mengangguk lalu menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangannya diatas meja.

"Haechan goblok!"

.

.

.

"Gitu Ma, menurut Mama Echan harus apa?"

Jaemin mengelus lembut rambut Haechan yang kini ada di pangkuannya. Anak gadis pasangan Lee itu sesampainya dirumah langsung menjatuhkan dirinya diantara orangtuanya yang tengah bersantai dan tanpa diminta ia menceritakan sendiri kejadian hari ini.

Jeno menepuk kaki anaknya gemas, "Anak gadis, sekolahnya tinggi, lulus cumlaude sekarang jadi dosen muda. Tapi kalo tau salah terus gak minta maaf jelas bukan anak Papa sama Mama."

"Ihh Ma, Papa tuh nyebelin!"

Jaemin tertawa lembut, "Tapi Papa bener loh. Mama mau tanya, Echan kenapa kok bisa ngomong gitu? Tau itu gak sopan kan?"

"Sebel, dia ngeselin sih."

"Ngeselin apa ngangenin?"

"Papa jelek diem!"

Jeno tertawa lalu kembali menepuk kaki Haechan sementara Jaemin masih setia dengan jemari yang menyisir lembut surai sang anak.

"Echan dengerin Mama ya. Diluar dia sengaja atau gak bikin Echan marah, tapi ucapan Echan ke dia itu udah kelewatan. Kelewatan banget malahan."

Haechan menghela nafas kasar, "Tapi dia nyebelin banget!"

"Berat ya buat minta maaf?"

Haechan dengan ragu menganggukan kepalanya. Jeno berdiri lalu mengacak rambut anaknya lembut.

"Kadang ego itu bisa ngancurin semuanya. Echan pernah mikir gak? Gimana kalo mahasiswa bimbingan Echan itu sebenernya sengaja bikin Echan marah?"

"Sengaja?"

"Iya, biar Echan mikirin dia terus?"

"Tapi kenapa?"

"Kenapa lagi? Ya pasti karena dia suka sama anak Papa yang manis ini."

Haechan membulatkan matanya, "Masa sih?"

"Bisa jadi, Mama kenal kok sama cowok yang sifatnya gitu."

"Siapa Ma?"

Jaemin tersenyum lalu menunjuk Jeno yang tersenyum lebar, "Tuh, Papamu."

"Eiiii~ Gak mau denger kisah cowok bucin."

Jeno dan Jaemin tertawa pelan lalu Jaemin kembali menatap Haechan, "Besok jangan lupa minta maaf, sekalian nanti bikin kue."

Haechan menghela nafas pelan, "Iya Ma~"

Jaemin tersenyum tipis, "Pinternya anak Mama."

Haechan tertawa pelan lalu memeluk pinggang sang Mama erat dan membenamkan wajahnya pada perut sang Mama.

"Makasih Ma, Pa."

*******
Haechan nakal, awas nanti dihukum Mark😂

From A to Z [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang