Minggu ketiga | 33

23 2 21
                                    

Terhitung sudah tiga kali malam minggu, Dindra tidak menemui Haras. Di balik Dindra yang sibuk dengan persiapan pertandingan, ada Haras yang uring-uringan. Hehe skip.
Haras bertekad pada dirinya sendiri, Ia tidak akan menganggu kekasihnya itu.

Gadis itu tengah disibukkan juga oleh persiapan seleksi OSK yang akan diikutinya.

"Ras makan dulu!" seru Ambu yang datang dari dapur, dengan membawa nampan yang berisi nasi dan sayur sop kesukaan Haras.

"Iya Ambu nanti," ujar Haras tanpa mengalihkan pandangannya dari tumpukan buku.

"Ras, makan!" titah tuan besar yang baru saja pulang dari kantor. Pria itu duduk di samping Haras, dengan cekatan Surya membereskan seluruh buku-buku itu.

"Ayah."

"Apa susahnya nurut sih. Lagipula Ambu itu cuma nyuruh kamu makan Ras. Gitu aja susah!" Semenjak Nyonya besar keluarga Arshiya mengandung generasi kedua, Surya berubah menjadi bawel. Entah hal apa yang mendasari perubahan pada lelaku itu? Apakah hal ini berkaitan dengan kehamilan Ambu Diah?

"Ayah, ini si bawel itu lagi galau tau gak. Gara-gara udah beberapa minggu gak diapelin si doi."

"Ambu," rengek Haras. Ingin rasanya Haras menenggelamkan tubuhnya di kutub utara.

"Oh. Jadi, gadis kecil ayah lagi rindu ceritanya."

"Sayang, Dindra itu sibuk buat latihan. Bukan main sama cewek lain. Haras juga harus ngertiin Dindra," ujar Surya seraya memberikan senyum termanis pada putrinya. Lihat. Tadi saja tuan besar itu mengomeli Haras, tapi sekarang. Berbanding terbalik dengan tadi.

"Apapun yang Haras mau, bakal ayah kasih."

"Apapun?" tanya Haras dengan semangat.

"Iya."

"Buku baru."

"As you wish."

**

Seorang lelaki yang menggunakan doji lengkap dengan sabuk berwarna hitam di tubuhnya, baru saja selesai pemanasan sebelum latihan hari ini. Pertandingan sudah di depan mata, dan tinggal hitungan hari.

"Hajime. Dachi," seru Senpai Iyan yang berada di antara Dindra dan Rafi. Tujuh hari sebelum pertandingan, Sensei Iyan selalu menandingkan setiap anak didiknya untuk melatih sampai mana kemampuan mereka. Seperti apa yang dilakukan Dindra sekarang.

"Bugh." Sebuah kaki menendang Dindra, yang sukses membuat Dindra terhuyung ke belakang.

"Bangun Dind!" Sensei Iyan memberikan semangat pada Dindra.

Dindra yang tidak terima dengan apa yang dilakukan Rafi padanya. Ia membalas telak apa yang Rafi lakukan. Pukulan demi pukulan ia layangkan pada Rafi.  Lalu, dengan cepat Sensei Iyan menegahi keduanya. Dan menjauhkan Dindra dari Rafi.

Tidak biasanya Dindra lepas kendali seperti ini.

"Kamu apa-apaan Dind?" tanya Sensei Iyan pada Dindra.

"Maaf,"cicitnya.

"Fokus Dindra, Fokus! Ini latihan bukan tawuran."

"Maaf."

"Pulang Dindra. Tenangin diri kamu!"

"Terim kasih. Tapi saya masih ingin latihan," ujar Dindra sambil berlalu. Meskipun terdengar sedikit tidak sopan, tapi Sensei Iyan memakluminya. Dekat dengan Dindra, membuatnya tahu beberapa hal tentang anak itu.

Sensei Iyan merogoh mengambil ponsel yang ia simpan di tasnya. Jari tangannya bergerak dengan lincah di atas layar itu, menuliskan nama yang akan ia hubungi.

Aku Dan Rasa | REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang