Hari ini Jimin tidak ada kelas, namun ia tetap melakukan antar jemput pada Meira. Bagaimanapun juga gadis itu sudah menjadi tanggung jawabnya. Atau katakan saja, over protective, karena Jimin memang tidak pernah membiarkan Meira pergi ke manapun tanpa dirinya.
Gadis bermarga asli Jeon itu sendiri sebetulnya merasa agak risih sebab Jimin selalu berlebihan ketika memikirkan kemungkinan buruk yang bisa terjadi di luar sana. Bahkan hanya pergi berdua dengan Jina saja Jimin tidak memberi izin. Siapa yang tak kesal jika dilarang-larang seperti itu? Meira sering mengajukan protes namun Jimin selalu menjadikan Eunkyung–Ibu Meira, sebagai alasan. Kalimat andalan Jimin adalah, "ini perintah Ibumu, Meira. Ibumu yang mengharuskanku untuk selalu berada di dekatmu. Aku tidak bisa melanggarnya."
Kalau sudah seperti itu, apa yang bisa Meira lakukan? Kalaupun dirinya melanggar larangan Jimin, pasti ujung-ujungnya lelaki itu akan mengadu pada Eunkyung . Susah memang berurusan dengan tukang mengadu.
"Pohon-pohon yang ada di sini bisa mendadak layu karena melihat sudut bibirmu yang melengkung ke bawah itu. Senyum sedikit dong, Sayang." Jimin berucap dengan intonasi membujuk, mereka baru saja sampai di parkiran kampus, namun hingga sekarang Meira masih saja memasang wajah cemberut.
Bukan tanpa alasan, Meira seperti itu karena Jimin lagi-lagi melarangnya untuk pergi ke pantai bersama Jina. Ia merasa sudah seperti tahanan saja. Padahal kan ia juga berhak menikmati quality time bersama sahabatnya.
"Oh ayolah, Meira. Nanti ke pantainya bersamaku saja ya?" Jimin membantu Meira untuk melepas sabuk pengamannya. Gadis itu masih tampak bergeming dengan tangan yang terlipat di depan dada. Mulutnya terkatup rapat dijerat bisu.
"Sayang..." panggil Jimin lembut. Ia hendak mengecup sudut bibir Meira, namun gadis itu buru-buru menghindar.
"Aku membencimu! Kau tidak pernah membiarkanku menghabiskan waktu bersama teman-temanku." Intonasi Meira jelas terdengar kesal.
"Kau bisa pergi ke manapun bersamaku. Lagipula tidak akan ada bedanya juga. Kalau pergi bersamaku kau bisa membeli apapun yang kau mau." Jimin masih terlihat tenang, sebelah tangannya bergerak mengelus pelan surai milik istrinya.
"Dari segi manapun akan tetap berbeda."
"Apanya yang beda?"
"Ya pokoknya beda! Aku tidak bisa terus-terusan menghabiskan waktuku hanya bersamamu, aku juga memerlukan teman-temaku!" Meira geram.
Jimin malah tertawa singkat. Melihat alis gadis itu yang mengekerut serta bibir bawah yang dimajukan sedikit membuatnya terlihat menggemaskan.
"Tidak ada yang lucu!" Kesal Meira.
"Nanti kuajak ke manapun yang kau mau, hmm? Ke pantai, ke mall, lotte world, namsan park, kebun binatang, kemanapun. Semua permintaanmu akan kuturuti, Sayang." ujar Jimin yang seperti sedang membujuk anak kecil.
Meira yang masih melipat tangan didepan dada lantas menoleh. "Kau yakin akan menuruti semua keinginanku asalkan pergi bersamamu?" tanyanya.
Jimin mengangguk. "Tentu saja."
"Kalau begitu, ajak aku bertemu dengan Lee Min Ho."
Raut wajah Jimin langsung berubah menyerupai tembok detik itu juga–datar.
"Ck. Lee Min Ho lagi, Lee Min Ho lagi. Untuk apa sih kau selalu memikirkan orang yang bahkan tidak mengetahui kehadiranmu? Kau menghirup udara di negara yang sama dengannya saja dia tidak tahu." Sindir Jimin dengan intonasi kesal.
"Itulah kau, tidak tahu bagaimana rasanya mengidolakan seseorang. Taunya hanya tentang hal-hal mesum!" sarkas Meira dengan tatapan sengit.
"Itu tandanya aku normal. Harusnya kau bersyukur." Jimin melakukan pembelaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Park Jimin
FanfictionJeon Meira tak pernah mengira bahwa dirinya akan dipersunting oleh seseorang disaat umurnya baru menginjak 19 tahun. Berdiri diatas altar pernikahan ketika umurnya masih semuda itu terasa begitu aneh. Belum seharusnya. Ini perjodohan. Kolot memang...