Park Jimin adalah satu-satunya orang yang ingin Meira singkirkan dari muka bumi ini. Tidak ada yang lebih menyebalkan dari laki-laki itu.
Meira kesal setengah mati. Terlalu menjengkelkan untuk dibayangkan jika mulai dari sekarang paginya akan berubah menjadi pagi yang teramat membosankan. Ah tidak, sebenarnya sudah dimulai dari kemarin, dan seterusnya mungkin akan selalu seperti itu.
Alasannya hanya satu.
Park Jimin.
Apa perlu laki-laki itu menjemputnya setiap hari dan meng'iyakan ajakan ibunya untuk sarapan bersama?
Jika seperti ini terus, Meira tidak akan pernah bisa menelan sarapannya dengan baik. Nafsu makannya hilang duluan hanya karena melihat wajah Jimin. Lebih baik ia kelaparan dari pada sarapan dalam satu meja dengan keparat itu.
"Sepertinya kalian belum terlalu akrab." suara Ibu Meira memecah kesunyian yang terjadi di meja makan yang hanya berisikan tiga orang itu. Ia memperhatikan putrinya dan calon menantunya yang terlihat diam saja sejak tadi. Meira bahkan tak mau menoleh ke arah Jimin sedikitpun. Mereka tidak bermusuhan kan? Pikir nyonya Jeon.
Meira hanya melirik ibunya sekilas, lantas ia kembali memakan sarapan yang sebenarnya tak ingin ia makan karena kehadiran laki-laki keparat disebelahnya membuat selera makannya lenyap.
"Bukan seperti itu bu, Meira hanya sedang kesal padaku karena kemarin dia melihatku berjalan berdampingan dengan gadis lain, padahal gadis itu hanya temanku. Putrimu cepat cemburu rupanya," Jimin terkekeh di akhir kalimat. Ia mengarang.
Meira sontak terbatuk setelah mendengar omong kosong Jimin barusan. Matanya mendelik tajam.
Keparat gila!
Sejak kapan Meira cemburu dengan laki-laki itu? Mistahil!
"Ibu tenang saja, nanti kekesalannya pasti akan mereda setelah kubelikan sesuatu." Jimin berucap dengan begitu santainya, seolah apa yang ia katakan memanglah yang sebenarnya. Dan itu berhasil membuat ibu Meira percaya.
"Yak! Kau---"
"Lihatlah Bu, dia bahkan marah saat aku menceritakannya padamu."
Yang membuat Meira semakin kesal, tangan Jimin terulur untuk mengacak puncak kepalanya tanpa ijin, apalagi pria itu menampilkan senyum sok manis yang ingin sekali Meira tinju.
"Meira, kau tidak boleh galak begitu dengan calon suamimu." Nyonya Jeon bertutur lembut memperingati putrinya.
Meira mendengus keras. "Ibu, dia hanya menga---"
"Tidak masalah bu. Lagipula, dia malah terlihat lucu saat dalam mode galak." Jimin memotong perkataan Meira, ia tertawa renyah, menikmati kebohongannya.
Jimin sialan!
Apa sih yang dia mau?
Harus Meira apakan dulu mulut pria itu agar tak membual terus di depan ibunya?
"Yasudah, habiskan makanan kalian ya, Ibu mencuci perabotan dulu."
Setelah mengatakan itu, nyonya Jeon langsung berdiri, meninggalkan dua insan yang kini saling melempar tatapan yang berbeda-beda. Yang satu dengan tatapan ingin membunuh kemudian yang satunya lagi hanya melempar tatapan aneh.
"Apa maksudmu membual seperti itu, huh?!" Meira menyilangkan tangan didepan dada, tak lupa melayangkan tatapan tajamnya pada Jimin.
Jimin tak langsung menjawab, ia memilih untuk minum air terlebih dahulu, lelaki itu baru saja menghabisakan sarapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Park Jimin
FanfictionJeon Meira tak pernah mengira bahwa dirinya akan dipersunting oleh seseorang disaat umurnya baru menginjak 19 tahun. Berdiri diatas altar pernikahan ketika umurnya masih semuda itu terasa begitu aneh. Belum seharusnya. Ini perjodohan. Kolot memang...