7. HIPJ » Pengantin baru

1.4K 157 21
                                    

Kadang, Meira masih memikirkan tentang kejadian di balkon pada waktu itu. Bagaimana Jimin yang tiba-tiba datang kemudian memeluknya erat dengan tubuh bergetar serta nafas yang tak beraturan.

Saat itu Meira sempat menerka kalau dirinya mungkin akan pingsan di pelukan Jimin. Rasa sakit itu terlalu menguasai dirinya hingga kesadarannya hampir terrenggut. Namun pada saat itu Jimin mengatakan,"Meira, lihat aku. Jangan tutup matamu, kumohon."

Meski keadaannya sedang terpuruk, namun Meira masih ingat dengan jelas bagaimana Jimin yang terlihat begitu khawatir waktu itu. Seolah jika Meira menutup matanya maka ia tak akan bisa sadarkan diri lagi setelahnya.

Memang, rasanya agak sedikit aneh. Jimin seperti lebih mengetahui kondisinya yang sesungguhnya. Meski begitu, Meira tetap mengikuti apa yang dikatakan oleh Jimin, ia berusaha untuk tetap membuka matanya. Pun laki-laki itu semakin mengeratkan dekapannya. Jimin juga mengusap-ngusap punggungnya beberapa kali, seperti memberi kehangatan padahal jelas-jelas ia tak kedinginan sama sekali.

Seiring dengan usapan-usapan yang Jimin berikan, rasa sakit itu perlahan memudar hingga kondisinya kembali seperti semula.

Saat Meira bertanya pada Jimin kenapa laki-laki itu bisa tiba-tiba datang dan mengetahui kondisinya, ia hanya menjawab, "aku kebetulan ingin ke rumahmu, dari luar aku melihatmu yang terlihat kesakitan di balkon, tanpa pikir panjang, aku langsung menghampirimu."

Ya, setidaknya jawaban itu masih terdengar logis.









Tak ada yang bisa Meira lakukan selain menghela nafas ratusan kali ketika ia merasakan bagaimana tubuhnya yang dibalut oleh gaun pengantin.

Meira melihat pantulan dirinya pada cermin, tak ada rasa antusias, tak ada rasa bahagia, tak ada rasa senang, tak ada rasa kagum sedikitpun kala melihat gaun yang sebenarnya kelihatan terlampau cantik dan cocok membalut tubuh ideal Meira saat ini.

Meira berharap ini semua hanyalah sebuah mimpi yang tak sengaja mampir dalam tidurnya. Tapi sayangnya, ini benar-benar nyata. Inilah saatnya. Hari pernikahan yang sebetulnya ingin sekali Meira hindari. Sempat terbesit dalam pikirannya untuk kabur. Tapi jika dipikir-pikir kembali, itu hanya akan berujung menjadi masalah.

Sampai Meira membawa tungkainya melangkah secara perlahan menuju altar, ia masih berharap jika semua ini tidak nyata, setidaknya sampai sang ibu mencubit pelan lengannya. Ah, ada sedikit rasa sakit yang menjalar, berarti ini bukan mimpi? Ini sungguh nyata?

Lagi, Meira menghela nafas, ia memaksakan diri untuk tersenyum, sejak tadi ayah dan ibunya terus berbisik untuk menyuruhnya terseyum. Padahal tidak terlalu banyak orang yang menghadiri pernikahan ini, hanya dari kerabat keluarga masing-masing. Ditambah dua orang lagi yaitu, Jina sahabat Meira dan Taehyung sahabat Jimin.

Pernikahan ini memang sengaja dibuat privat, sesuai permintaan Meira sebenarnya. Ia hanya belum siap berita tentang dirinya yang menikah di usia se muda ini tersebar luas.

Suara riuh serta tepuk tangan kembali terdengar ramai, Meira seperti kembali disadarkan pada kenyataan bahwa sekarang dirinya dan Jimin telah resmi menjadi sepasang suami istri. Jimin baru saja menciumnya beberapa detik yang lalu, tapi sungguh, Meira tak menyadari hal itu, ia terlalu larut dalam lamunannya sendiri.

"Melamun tidak akan mengubah keadaan. Kita benar-benar sudah menikah. Boleh aku memintamu untuk tersenyum?" Jimin sengaja menarik pinggang Meira agar lebih dekat dengannya, ia tersenyum lebar kearah gadis yang kini telah resmi menjadi istrinya.

He Is Park Jimin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang