Happy reading ♡•
•
•Meira menggeliat risih ketika merasakan ada sesuatu yang bermain pada pucuk kepalanya. Itu benar-benar membuat tidurnya terganggu. Ia mencoba untuk merubah posisi tidur menjadi meringkuk menghadap kanan namun tak merubah apapun, sesuatu yang seperti tengah mengacak-ngacak rambutnya masih saja terasa.
Mau tidak mau, secara perlahan ia membuka mata, dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul ia menoleh ke samping. Samar-samar netranya menangkap presensi seseorang yang semalam memeluknya ketika tidur.
Siapa lagi kalau bukan Jimin, laki-laki itu sengaja mengusak hidungnya pada rambut Meira agar gadis itu terbangun.
"Selamat pagi, sayang." Senyum lebar terpatri indah pada wajah tampan Jimin, bola matanya nyaris tenggelam karena hal itu dan Meira mengulas senyum tipis melihatnya.
Meira menggosok pelan kelopak matanya agar mendapat pengelihatan yang lebih jelas. Yang ia lihat saat ini Jimin sepertinya baru selesai olahraga. Laki-laki itu hanya mengenakan baju singlet serta celana pendek, di dahinya bahkan masih ada bekas-bekas keringat.
"Jim, ini jam berapa?" tanya Meira dengan suara khas orang baru bangun tidur.
"Jam enam."
Mendengar itu Meira kembali menarik selimutnya. Ini masih terlalu pagi, belum waktunya untuk bangun. "Ini hari minggu, aku ingin tidur sampai siang." ujar gadis itu bersamaan dengan dirinya yang sudah tenggelam dibalik selimut.
Jimin mendengus pelan. "Kau harus bangun, Meira. Siapa yang akan memasak jika kau terus tidur?"
Namun sepertinya Meira memang sedang ingin bermalas-malasan hari ini. Ia merubah posisi tidurnya, sengaja memunggungi Jimin.
Lagi-lagi Jimin mendengus, pada akhirnya ia memutuskan untuk ikut masuk ke dalam selimut, tangannya memeluk Meira, pun kakinya juga turut serta melilit tubuh sang istri.
Meira sedikit bergerak tak nyaman karena pelukan Jimin. "Astaga, Jim! Kau baru selesai olahraga, harusnya kau mandi. Menjauhlah!" gadis itu mencoba untuk melepaskan diri, namun tenaga Jimin memang mustahil untuk dilawan.
"Mandikan aku kalau begitu."
"Mulutmu!" Meira menyentil pelan bibir laki-laki itu.
"Ayo bagun, sayang." Jimin sangat sengaja mengecup sensual bahu Meira, membuat gadis itu merinding akan perlakuannya.
"Aku masih mengantuk."
"Aku lapar, Meira-ya. Siapa yang akan membuatkanku sarapan kalau kau terus bermesraan dengan ranjang?" Agaknya mode manja Jimin sudah mulai aktif. "Tapi kalau kau bersedia menjadi sarapanku untuk pagi ini sih boleh-boleh saja, nanti akan kuberikan bonus tidur seharian, bagaimana?" goda Jimin, sengaja ingin mendesak agar gadis ini mau bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Park Jimin
FanfictionJeon Meira tak pernah mengira bahwa dirinya akan dipersunting oleh seseorang disaat umurnya baru menginjak 19 tahun. Berdiri diatas altar pernikahan ketika umurnya masih semuda itu terasa begitu aneh. Belum seharusnya. Ini perjodohan. Kolot memang...