Suasana pagi ini terasa berbeda dari biasanya. Rasanya seperti lebih hidup karena kedua sosok yang menjadi penghuni rumah ini tengah diliputi rasa bahagia. Tentu saja, ini masih berkaitan dengan kejadian semalam.
Jimin baru saja menuruni anak tangga, hatinya seperti ditumbuhi banyak bunga ketika mendapati sang istri yang sedang sibuk memasak itu menoleh ke arahnya dan tersenyum manis.
Oh, mungkin ini yang namanya 'mengawali pagi dengan yang manis-manis.'
"Wah, bahaya. Haruskah aku mengkonsumsi obat pencegah diabetes mulai dari sekarang?" Jimin berlajan mendekat menuju Meira yang tengah sibuk dengan makanan yang gadis itu buat.
Meira menoleh ke samping, kedua alisnya terangkat. "Memangnya kau punya penyakit diabetes? Kau tidak pernah memberitahuku, Jim?" raut wajahnya sedikit kaget.
Jimin terkekeh singkat. "Tidak juga sih. "
"Lalu?"
"Hanya saja, aku selalu melihat sesuatu yang lebih manis dari gula, setiap hari. Kupikir itu berpotensi mengundang diabetes."
"Memangnya ada yang lebih manis dari gula?"
"Ada."
"Apa itu?" Tanya Meira lugu.
"Coba senyum dulu. " Pinta Jimin.
Meira mematikan kompor karena masakan yang ia buat sudah matang kemudian kembali menatap Jimin. Dengan lugunya gadis itu menurut, menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk senyum.
"Nah! Itu dia!" Seru Jimin.
Jimin ikut tersenyum melihat itu. Laki-laki itu diam untuk beberapa detik, seperti sedang menikmati wajah berseri sang istri yang tengah menampilkan senyum lebar nan manis padanya.
Ini sudah lebih dari lima detik, Meira tidak bisa jamin untuk tetap mempertahankan senyumnya jika Jimin masih diam hingga satu menit kedepan, bibirnya juga sakit kalau terlalu lama seperti ini tanpa alasan yang pasti.
Namun sebelum durasinya mencapai 10 detik, Jimin mengikis jarak, mendekatkan wajahnya dengan sang istri, lanjut memberi satu kecupan lembut pada bibir Meira. Laki-laki itu tersenyum setelah menarik diri lalu berkata. "Itu dia, senyummu mengalahkan segala sesuatu yang manis yang ada di dunia ini. Ahh, sepertinya sekarang kau mulai berbahaya untukku, jangan buat aku sampai diabetes ya hanya karena melihat senyumanmu yang kadar kemanisannya terlalu berlebihan itu."
Untuk beberapa detik Meira terdiam, mungkin menyambut rasa panas yang mulai menyebar luas pada kedua belah pipinya. Sial, akhir-akhir ini ia sering kali dibuat seperti ini oleh Park Jimin.
Meira mengulum bibir. Tersenyum malu-malu.
Jimin tertawa singkat, tangannya terulur guna mengacak pucuk kepala sang istri sebelum akhirnya ia berkata, "ayo makan."
Oh sebentar, Meira baru sadar ternyata Jimin hanya mengenakan baju singlet. O-oke, ini sebenarnya agak mendebarkan jika dilihat dari jarak sedekat ini, namun itu tak berlangsung lama karena sesuatu yang ada pada lengan bagaian atas Jimin menarik perhatian Meira.
"Aku baru tahu kau punya tato." Ucap Meira. Ia sungguh baru mengetahui hal ini, sebelumnya ia tak pernah menyadari adanya sebuah tato kecil pada lengan bagian atas Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Park Jimin
Fiksi PenggemarJeon Meira tak pernah mengira bahwa dirinya akan dipersunting oleh seseorang disaat umurnya baru menginjak 19 tahun. Berdiri diatas altar pernikahan ketika umurnya masih semuda itu terasa begitu aneh. Belum seharusnya. Ini perjodohan. Kolot memang...