"Meira, ayo bolos saja saat jam nya dosen Kang nanti."
Jina nampak lesu, raut wajahnya masam, kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah menandakan bahwa mood gadis itu sedang buruk. Ia memang selalu seperti ini setiap ada kelas dosen Kang. Bukan tanpa alasan, Jina hanya terlalu malas mendengarkan ocehan dosen Kang yang panjangnya mungkin bisa mengalahkan panjang jembatan Incheon. Dia memang dosen yang paling cerewet dengan cara mengajar yang paling membosankan pula, pria berumur kisaran lima puluh tahun itu biasanya lebih banyak ceramah dari pada menjelaskan materi. Bukan hanya Jina, tapi mahasiswa lainnya juga kerap mengantuk tiap kali dosen Kang mengajar.
"Kalau ingin membolos tidak usah mengajakku. Sayangnya, aku masih perduli dengan nilaiku." Meira mengabaikan tampang frustasi Jina.
"Ck. Jawabanmu selalu saja begitu. Membolos sekali saja tidak akan seberpengaruh itu terhadap nilai mu, Meira." Jina mencebik dongkol, keinginannya untuk bolos di mata pelajaran dosen Kang tidak pernah menjadi nyata lantaran Meira terus saja menolak ajakannya.
Kalau bolos sendiri? Tentu saja Jina tidak mau. Ia takut dihukum sendirian jika ketahuan. Minimal harus ada yang diajak lah.
"Tidak, Jina. Aku tidak ingin merusak citraku dengan membolos."
Jina berdecak malas, "memangnya kau punya citra?"
"Bukankah aku yang seharusnya bertanya begitu padamu?"
Jina berdecih jengkel. Mulutnya komat-kamit menyalurkan kekesalan. Susah memang punya teman yang terlalu taat seperti Meira.
"Ngomong-ngomong, Meira. Sepertinya ada orang yang merindukanmu."
Kedua alis Meira terangkat, menatap Jina penuh tanya, "siapa?"
"Tukang kebun dan cleaning service. Mereka semua selalu saja menanyakanmu." Jina menghela nafas, akhir-ahir ini dirinya selalu dikelilingi oleh para tukang kebun kampus dan cleaning service, mereka semua tak ada henti-hentinya menanyakan tentang Meira yang katanya sedikit berubah. Memangnya berubah jadi power ranger?
"Ahh iya, akhir-akhir ini aku jarang menyapa mereka." ujar Meira sedikit lesu. Belakangan ini pribadinya yang ceria memang sedikit lenyap, itu juga berdampak pada kebiasaannya dalam menyapa. Satu orang yang begitu menyebalkan bertanggung jawab atas hal ini.
"Untung saja aku tidak ditanyai oleh para burung yang juga sering kau sapa itu. Aku kan tidak bisa bahasa burung." Jina menambahkan. Ia baru ingat kalau Meira juga sering menyapa burung-burung yang bertengger pada ranting pohon, padahal Jina yakin burung-burung itu juga tidak akan mengerti apa yang Meira lakukan. Tingkah gadis itu memang sedikit tidak waras.
Meira hendak menimpali ucapan Jina, namun suara ponselnya lebih dulu mencegah pergerakan mulutnya. Ia segera meraih benda pintar itu.
2 message from Manusia aneh
Manusia aneh :
Kau tidak ke cafetaria lagi.
Kau sengaja menghindariku ya?Meira :
Aku hanya bosan melihat wajahmu.Manusia aneh:
Meira, apa kau normal, huh?
Baru kali ini aku mendengar ada orang yang merasa bosan melihat wajahku. Aku incaran banyak perempuan asal kau tahu.Meira :
Bisakah kau mengurangi kadar kepercayaan dirimu itu?Manusia aneh :
Apa salahnya bicara soal fakta?
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Park Jimin
FanficJeon Meira tak pernah mengira bahwa dirinya akan dipersunting oleh seseorang disaat umurnya baru menginjak 19 tahun. Berdiri diatas altar pernikahan ketika umurnya masih semuda itu terasa begitu aneh. Belum seharusnya. Ini perjodohan. Kolot memang...