"ini di letakin di sini aja kan?"
Wooyoung ngangguk singkat, tangannya sibuk bergerak merapikan susunan buku dan Al-Qur'an yang berserakan pada meja di hadapannya, "masih ada lagi?"
"Engga" Mingi buka satu buku yang menarik perhatian, bola matanya bergulir membaca satu persatu rangkaian kata yang tertera pada bagian pembuka.
ㅡ"Aku yang salah, tolong katakan pada Tuhanmu."
Bibirnya mengulas senyum tipis, "Daffa, pernah jatuh cinta?"
Yang di tanya menghamburkan fikirannya, dan ingatannya terjatuh pada sosok putih berlesung pipi, "sedang dalam fase" ia tertawa kecil di ujung ucapannya. Mingi pun ikut tertawa, dia juga pernah dalam fase itu, fase di mana cuma ada 'sosok dia' di fikirannya tanpa ada yang lain.
Fase dimana semuanya kelihatan indah dan mudah sewaktu mereka bersama. Fase di mana dia sama sekali ngga berfikir tentang apa yang bakal terjadi di masa depan. Dan sekarang dia tau, se-erat apapun tangan mereka saling menggenggam dulu, pada kenyataannya sekarang mereka saling melepas. Jurang yang memisahkan mereka terlalu jauh.
"Antara adzan yang berkumandang dan lonceng yang berdentang, antara tasbih di tanganku dan salib yang tergantung di lehermu, antara sujud dalam sholat ku dan doa dalam genggaman tanganmu. LDR paling jauh, berbeda rumah ibadah... Rumah untuk pulang.." Mingi ngutip kata-kata dari buku yang dia baca, nafasnya keluar dan masuk kerasa berat sekarang. Matanya sayu natap satu persatu kata yang tertulis pada lembaran di tangannya.
"Daffa... Jatuh cinta itu, apa salah?"
Wooyoung ngehentiin kegiatannya, matanya melirik Mingi lewat ujung matanya. "Engga salah kok.. jatuh cinta itu, engga ada yang tau kapan dan ke siapa"
"Tapi kenapa sekarang, setelah aku jatuh cinta.. Tuhan malah ngasih cobaan sebegitu beratnya?" Mingi natap punggung Wooyoung yang perlahan berbalik, wajah bertemu wajah, mata Wooyoung tepat menatap ke matanya menghantarkan getaran hangat dari sana.
"Jujur, aku ga percaya setiap kali ada yang bilang 'Tuhan mau nguji kepada siapakah kita lebih cinta'." Wooyoung senyum ke arah Mingi, tangannya balik merapikan buku-buku di hadapannya, "Aku rasa, Tuhan ngga sekejam itu dalam urusan perasaan. Apapun yang menjadi alasan-Nya untuk mempertemukan kalian, biarlah itu menjadi hak-Nya. Jangan menghakimi seolah kamu mengerti maksud Tuhan, karena nyatanya tidak pernah ada yang salah dalam mencintai siapapun. Termasuk yang berbeda agama.." senyum kecil di ujung kalimatnya.
Sedangkan Mingi terdiam, memang.. ngga pernah ada yang salah dalam mencintai. Tuhan juga ngga mungkin menguji hamba-Nya dengan ujian yang lebih besar dari kemampuan hamba-Nya. Ya.. biarlah, jika mereka memang berjodoh, nanti pasti di persatukan kembali kan?
Sekarang satu-satunya usaha yang bisa Mingi lakukan cuma menyelipkan nama Yunho dalam setiap do'anya di sepertiga malam. Semoga berjodoh.
➖➖➖
Mingi pulang dari masjid sekitar jam tiga sore. Setelah ini dia cuma mau mandi dan istirahat sebentar sebelum ke masjid lagi buat shalat ashar, mungkin baca Al-Qur'an sebentar kalau ada waktu.
"A' Adzriel!!"
Mingi noleh ke belakang, San ternyata yang manggil dia. Mingi ketawa kecil sewaktu lihat adeknya itu lari buat nyamperin dia dengan tangan kanannya yang bawa plastik yang isinya mungkin jajanan buka puasa, ah.. udah lama juga dia ngga lihat adek cerewetnya ini. Kangen.
KAMU SEDANG MEMBACA
(✓) 𝐃𝐞𝐚𝐫, 𝐆𝐞𝐯𝐚𝐫𝐢𝐞𝐥 [𝟏/𝟐]
Jugendliteratur[revisi] [republished] [bxb; local; fluff; slice of life; minyun] ❝Waktu terasa cepat bagi yang bahagia. Terasa lambat bagi yang tersiksa. Terasa sesak bagi yang gulana, dan terasa lama bagiku yang menunggumu.❞ © Fyar_ ◎━━━━━━◎━━━━━━◎ ↻start : O4 Ap...